Jam menunjukan pukul 8 malam. Mereka masih berada di Wakom yang berarti Warung Mang Kokom. Tempat itu di jadikan sebagai rumah kedua mereka. Tempat berbagi tawa, bahkan nongkrong sampai pagi. Baju putih abunya masih melekat pada tubuh mereka.
Ada yang sekedar bermain gitar sambil nyanyi, makan mie instan, dan bahkan ada yang sedang menonton drakor.
"Anying eta bengeut mulus kitu, edan pisan," celetuk Vano yang sedang menonton drakor di hp miliknya.
"Make apaan bisa begitu dah heran," ucap Satira yang ikut menonton.
"Curiga make minyak herbal dari Tasik," celetuk Vano.
"Ngaco si anying mah," Satira monoyor kepala Vano
"Eh eh eh itu mau cipokan," rusuh Vano. "Cowonya menang banyak, wah gila!"
"Nonton apaan?" Tanya Mario sambil membawa mie instannya.
"Sinetron korea," jawab Satira.
"Bocah tolol," Vano memukul lengan Satira saat mendengar jawabannya.
"Tau, kebanyakan film azab lo," ucap Mario.
Sedari tadi Rama hanya mendengarkan celotehan teman-temannya. Meski suasana hatinya tidak sedang baik, hanya disini ia dapat merasakan rasa kebersamaan.
"Ada masalah?" Tanya Gibran yang berada di samping Rama.
"Sans, dah biasa kali," Rama tersenyum miris.
"Sampai kapan?" Tanya Gibran, meyakinkan temannya itu.
"Gue gatau," jawab Rama tidak yakin
"Waktu berjalan, jangan sampai lo berhenti di satu titik," ucap Gibran
"Gue usahain Bran,"
"Kalo butuh bantuan, ke gue aja," ucap Gibran
"Thanks Bro," Rama tersenyum.
"Eh lo berdua, ghibah ga ngajak," celetuk Vano.
"Emangnya lo, di pikirannya ghibah semua," ucap Rama
"Bu suneng sana pikirin," ucap Satira
"Ogah amat, kudanil Kalimantan di pikirin," ucap Vano
"Sialan, jangan salah Bu Suneng itu mantan miss universe Laos," celetuk Satira yang di sambut gelak tawa dari teman-temannya.
***
Rama memakirkan motornya di tempat parkir rumahnya. Dan melepaskan helm fullface hitamnya. Saat memasuki rumahnya ia melihat Revan sedang berjalan ke arah tangga.
"Bang," sapa Rama
Revan menoleh. Setelah tau siapa yang menyapanya, ia melanjutkan kembali berjalan.
"Bang, dengerin gue," Rama mempercepat jalannya mengejar kakanya itu.
"Biasain jangan pulang malem," ucap Revan datar.
"Bang sampai kapan kita kaya gini?" Tanya Rama.
"Gue gamau bahas," Revan masih melanjutkan jalan menuju kamarnya.
Rama mengusap mukanya kasar. Ia menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Memejamkan matanya sesaat, dan memijat pelipisnya yang sedikit pening.
***
"ANJING LO!" Ucap Rama setelah membabak belur lelaki di hadapannya.
Lapangan sekolah SMA Bakti kini di penuhi siswa. Tentu saja mereka menonton Rama yang sedang berkelahi dengan Daffa, adik kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDIANTUR
Teen Fiction"seharusnya aku tak menunggu, seharusnya aku langsung merelakan" Rama Raksa Rahadja, namanya mengekspresikan sikap sang pemilik nama. Galak, Tegas, dan banyak yang bilang menakutkan. Ia dapat berubah sikap yang sebaliknya jika bersama orang terdekat...