Rama kini sedang bersender pada tembok yang sudah banyak tulisan-tulisan yang di tulis asal oleh anak-anak Wakom. Ia sekarang sedang berada di belakang sekolah, tempat kumpul ia bersama teman-temannya pada saat di sekolah.
Sebenarnya sekarang masih jam pelajaran, namun Rama memutuskan untung berdiam diri di belakang sekolah. Rama sedang memikirkan ajakan dari Roy yang ngechat nya kemarin. Masa lalu nya masih saja perlahan memasuki hidupnya kembali.
Ia bukan tipe orang yang hanya diam saja apabila masalah datang. Ia akan pendam masalah itu sendiri dan ia akan menyelesaikan nya sendiri, tanpa mau merepotkan orang lain.
Rama melirik jam tangan di tangan kanannya yang sudah menunjukan pukul sembilan pagi. Ia menegakkan badannya dan langsung berjalan menuju kantin.
***
"Bro, lo gapapa kan?" Tanya Satira yang melihat muka datar Rama.
Sedari tadi Rama hanya diam saja. Tidak banyak ngomong, atau memarahi teman-temannya yang selalu bersikap konyol.
"Serem lo, kaya kudanil lagi dateng bulan," ucap Vano sambil memakan biskuit yang ia minta dari Selly, teman sekelasnya.
"Kudanil mulu perasaan lo," kata Mario.
"Yakali kudanil bisa dateng bulan," sambut Satira.
"Bisa lah, tuh si Bu Suneng bisa kan?" Tanya Vano ngasal.
"Kayanya bisa," ucap Satira.
Mario mengusap mukanya, "Gaada yang bener lo pada, make di jawab lagi lo Sat,"
"Kaya yang bener aja lo," kata Gibran yang membuat Mario tersenyum sambil menggaruk kepalanya.
"Iya dah iya," ucap Mario.
Rama berdiri dari tempatnya dan meninggalkan teman-temannya yang sedari tadi terheran-heran dengan sikapnya hari ini.
Nada, Elena, Tessa, dan Icha sedang berjalan menyusuri koridor sekolah menuju kantin. Sepanjang jalan Icha terus-terusan mengoceh senang.
"Sumpah gue seneng banget, akhirnya gue di anter pulang juga sama Gibran," rusuh Icha.
"Yaelah lo kemaren kan ga di anter kebetulan aja kali lo," ucap Tessa
"Ihh kok lo ngomongnya gitu sih," kesal Icha. "Tapi gapapa deh, yang penting gue ada kemajuan buat deket sama dia," Icha kembali tersenyum sumringah.
"Awas aja lo di sakitin kaya dulu lagi, gue gabakal terima lo nangis-nangis di rumah gue lagi," ucap Tessa. "Tissu mahal tau,"
"Gitu lo sama gue, sekarang mah gue yakin sama Gibran," ucap Icha.
"Pokonya kalo lo jadian, traktir di warung Teh Lalas tiga hari berturut-turut," ucap Nada.
"Setuju tuh," ucap Elena.
"Gue gabakal bilang-bilang kalian ah," ucap Icha.
"Kaya yang yakin aja lo bakal jadian," ucap Tessa.
"Udah lah, kalian ribut mulu perasaan pusing nih," ucap Nada.
"Yang mulai Tess--"
"Ssttt udah gausah mulai, perut gue dah bunyi nih," putus Elena.
***
Bel pulang sudah berbunyi. Rama segera keluar kelas. Dia tampak terburu-buru untuk segera keluar dari sekolah.
"RAMA MAU KABUR YA KAMU?!" Teriak seseorang dari arah samping Rama.
Mampus, kaya kenal tuh suara, Rama membatin.
Rama melirik ke arah suara. Kini Bu Suneng tengah melihat kepadanya.
"Kamu ngga lupa kan?" Tanya Bu Suneng.
"Aduh-- sa--ya siapa? Aduh saya siapa? Saya dimana? Anda siapa? Maung?" Rama memperagakkan seperti seseorang yang sedang mengalami amnesia. Ia sebenarnya ingat, tapi ia berusaha untuk berpura-pura lupa.
"KAMU JANGAN MAIN-MAIN SAMA SAYA YA!" Teriak Bu Suneng.
"Bu atuhlah, saya lagi buru-buru Bu," ucap Rama memelas.
"Tidak ada alasan, sekarang kamu lari keliling lapangan 25 kali," perintah Bu Suneng dengan nada galaknya.
"Tapi bu--"
"Atau bersihkan toilet?!"
"Iya deh, lari sekarang ya bu?" Tanya Rama.
"YA SEKARANG RAMA, KAMU BIKIN SAYA NAIK DARAH YA," Teriak Bu Suneng yang sudah frustasi.
"Eh tunggu bu, ruang BK gajadi?" Tanya Rama tanpa dosa.
"Udah ngga ngaruh kamu ke ruang BK terus," ucap Bu Suneng. "SEKARANG RAMA CEPAT LARI,"
Rama dengan cepat menuju lapangan untuk menyelesaikan hukumannya itu.
Nada sedang mendengarkan musik dengan menggunakkan earphonenya dan mata nya tetap fokus melirik handphonenya sambil berjalan menuju gerbang sekolah. Ia terlalu fokus memainkan Handphonenya, sampai ia tidak memperhatikan keadaan sekitarnya.
Brukkkk
Nada menabrak seseorang tanpa sengaja. Tubuhnya terjatuh karena tabrakannya cukup keras.
"Aduh sakit pantat gue," ucap Nada sambil mengusap-usap bokongnya.
"Jalan tuh make mata," ucap seseorang di hadapannya.
Nada membenarkan diri nya dan langsung berdiri. Setelah menyadari siapa yang ia tabrak, sontak ia kaget tapi berusaha untuk biasa saja.
"Heh Onta! Dimana-mana jalan pake kaki ya," kesal Nada.
"Gue Rama bukan onta, lo buta ya?" Tanya Rama.
"Ngatain gue lagi, gue gasalah ya," ucap Nada yang masih kesal.
"Jelas salah lah gue lagi lari lonya aja yang galiat-liat," ucap Rama yang masih membela dirinya.
"Ih dasar onta!" Kesal Nada. "Pantat gue sakit bego,"
"Yang sakit lo bukan gue," ucap Rama yang kemudian melanjutkan kembali berlarinya itu.
"RAMA BANGSAT YA LO," Teriak Nada dengan nada lantang nya.
VOTE KOMEN MAKASI🚀
MENGHARGAI KARYA ORANG NGGA ADA SALAHNYA KOK💛
Next? Komen ya
KAMU SEDANG MEMBACA
INSIDIANTUR
Teen Fiction"seharusnya aku tak menunggu, seharusnya aku langsung merelakan" Rama Raksa Rahadja, namanya mengekspresikan sikap sang pemilik nama. Galak, Tegas, dan banyak yang bilang menakutkan. Ia dapat berubah sikap yang sebaliknya jika bersama orang terdekat...