Hujan datang bersama rindu.
Dengan lirihnya melantunkan kisahku bersamanya.
Dan dengan hati besar ini aku menikmati lantunan itu.
Tanpa sadar bahwa rindu telah menyatu.
Aku tidak bisa menghitung kenangan layaknya menghitung tetesan air yang jatuh saat hujan turun.
Sebab yang akan aku temukan hanyalah serpihan kisah yang tak seberapa banyak.
Akan percuma ku hempas kedalam lupa atau pun ku biarkan terserak.
Karena kenangan sejatinya adalah hujan yang segera lenyap usai jatuhnya.
Tak akan bisa ku hitung seberapa banyak.
Hanya menebak dada, seberapa sesak.
Berkawan secangkir teh hangat masa lalu, kuhirup kembali aroma wangi kenangan bersamanya.
Berselimutkan rindu, aku ditemani hujan di malam ini.
Hujan inilah yang mengirimkanku sebait kisah ke dalam memoriku melewati nada rintiknya.
Yang begitu menenangkan dan mengalirkan melodi dalam nadi ini.
Kisah tentang "Aku, Dia, dan hujan".
Masih teringat jelas betapa hangat pelukannya diatas motor kala itu, seolah aku adalah penopang terkuat dikala badai menerpa.
Itulah aku pada saat itu, bagi si dia atau sekedar pikiranku saja.
Tapi yang jelas, begitulah pikiranku bermain.
Aku cemas dengan dia pada saat itu.
Karena sore itu angin bertiup kencang. Ditambah lagi hujan turun dengan sangat lebatnya.
Disamping aku takut orang tuanya marah karena pulang terlalu malam, aku juga cemas bila dia sampai jatuh sakit karena dinginnya hujan.
Tak ada subjek lain yang memenuhi pikiranku selain rasa cemas akan dirinya yang terlihat sudah tak tahan lagi menahan dinginnya hujan sore kala itu.
Lalu dengan segera aku mengencangkan motorku agar cepat sampai dirumah.
Perlahan, dalam perjalanan kami terlihat perempatan lampu merah yang didekatnya terdapat tempat yang cocok untuk kami sejenak berteduh.
Aku pun memutuskan untuk berhenti sejenak di tempat itu.
"Loh Rey (Reyhan namaku), ngapain kita berhenti di sini?" Tanya dia kepadaku dengan heran dan dengan muka yang terlihat sudah sangat kedinginanan.
"Iya sebentar aku mau melepas jaketku" Jawabku kepadanya sambil melepas jaket.
"Loh ngapain jaketmu dilepas, kan dingin?" Tanyanya sekali lagi dengan mukanya yang polos terheran-heran.
Karena kecemasanku, aku pun langsung memberikan jaketku agar dipakai oleh si dia.
Tidak apa-apa walaupun aku harus mengorbankan jaketku untuknya.
Aku sekali lagi lebih mencemaskan keadannya ketimbang keadaanku sendiri saat itu yang sama tak kuatnya menahan dingin.
Dengan polosnya dia pun masih kembali bertanya kepadaku..
"Nih di pakai ya jaketnya biar nggak dingin" Ucapku sambil membantunya mengenakan jaket yang kupinjamkan kepadanya.
"Lahh kamu nggak kedinginan? kan kamu cuman pakek baju singletmu yang habis kamu pakai buat olah raga dilapangan tadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Serangkaian Kejutan dari Semesta
Teen FictionIni bukan sekedar tentang cinta. Bukan sekedar rasa. Lebih dari itu, Ini tentang rencana - rencana. Tentang mimpi - mimpi hidup bersama, Perjuangan mengalahkan ego, Dan usaha untuk merangkai bahagia. Sebuah kisah tentang pemuda dengan semesta yang i...