Dua Puluh Dua

2K 153 0
                                    

Lontaran salam yang baru saja terdengar membuat Sheeda berjalan hampir berlari menghampiri dua lelaki yang sangat ia sayangi- Ayah dan suaminya.

Danish, sudah resmi menjadi dokter sebulan yang lalu, dan saat ini Danish bekerja di rumah sakit swasta di Bandung.

"Sarapan dulu, Yah?" tanya Sheeda kepada Wildan.

"Ayah ke atas dulu aja ya, gerah. Nanti Ayah nyusul sarapan nya." Lalu Wildan berjalan ke kamarnya.

Selepas sholat subuh berjamaah, Danish dan Wildan melakukan olahraga pagi, tidak berat hanya berkeliling komplek rumah sekaligus mengenal tetangga lebih dekat.

"Kalau kamu?" tanya Sheeda ke Danish.

"Saya mau makan kamu boleh?"

Tangan Sheeda menampar lembut tangan kekar Danish. "Apaan sih, Mas." Lalu Sheeda berjalan lebih dulu ke meja makan.

"Tuh kan ngambekan, jadi gemesh," ucap Danish dengan berusaha mengejar Sheeda.

"Apa sih, Mas. Masih pagi."

Di meja makan Sheeda langsung menyiapkan piring untuk Danish. Setelah itu untuknya.

Tidak ada yang membuka pembicaraan karena memang kebiasaan keluarga Sheeda untuk tidak berbicara saat sedang makan. Selain tidak baik, ini juga mencegah terjadinya tersedak.

Selepas sarapan Danish beranjak untuk membersihkan badannya. Hari ini jadwalnya libur walaupun tetap on call saat memang dibutuhkan.

Di kamar, Sheeda sedang asik membaca novel bergenre spiritual di sofa. Danish keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih tertengteng di lehernya.

Menghampiri sang istri dan menggodanya memang menjadi hobi baru Danish. Ia duduk di samping Sheeda dengan kepalanya disenderkan ke tubuh Sheeda. Sang istri hanya berdehem tanpa mengeluarkan satu patah pun. Dirasa belum berhasil, Danish mengelus tangan Sheeda yang terekspos. Sheeda saat ini hanya menggunakan baju tidur pendek dengan rambut yang di gelung asal.

"Mulai deh," ucap Sheeda.

Danish tersenyum dan terus melanjutkan aksi mengelus tangan Sheeda.

Sheeda jengah, ditutupnya novel dan ia simpan di meja yang berada di samping sofa kamarnya.

Merasa menang, Danish menghentikan aksinya dan tersenyum bangga kepada Sheeda. Berbeda dengan Sheeda yang beranjak dari duduknya.

"Loh kok ngindar sih?" tanya Danish.

"Aku mau mandi Mas, gerah." Lalu Sheeda masuk ke kamar mandi.

Merasa bosan, Danish mengambil iPhone milik Sheeda. Danish tersenyum saat melihat sosial media sang istri yang tidak rajin mengupload foto cantiknya ke sosial media, di instagram hanya foto mereka menikah dan foto keluarga saat dirinya wisuda kemarin.

"Kebiasaan deh suka atik-atik HP aku," ucap Sheeda saat baru keluar dari kamar mandi.

"Tahu aja ada chat yang aneh-aneh."

Sheeda berjalan ke kasurnya dan membereskannya. "Aneh-aneh apaan, maksudnya chat dari cowok?"

Danish berjalan menghampiri istrinya. "Itu kamu tahu."

Sheeda menatap wajah suaminya lekat. "Oh jadi suamiku ini sekarang udah mulai posesif?"

Tangan kekar Danish merangkul pinggang kecil Sheeda. "Gimana gak posesif hm, istriku ini kan punya wajah yang cantik, sholehah siapa sih yang gak mau."

Mata Sheeda memutar malas, selalu saja Danish berbicara seperti itu seolah-olah dirinya itu makhluk yang sempurna.

Tangan mungil Sheeda membelai wajah Danish. "Kamu tuh berlebihan tahu, Mas. Dengerin aku, kontak whatsapp aku aja bisa dihitung cowoknya siapa aja. Dan itu pun hanya keluarga aku, instagram? Memang sih banyak laki-laki yang follow aku tapi aku hanya follback kamu, ayah dan papah. Lagian kamu lebay tahu! Mana bisa aku selingkuh kalau suami aku aja udah sangat-sangat cukup buat aku."

Di Penghujung Waktu [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang