Bukan Raganya (END)

2.1K 96 11
                                        

kamu hanya kehilangan cintanya bukan raganya.

***

Tepat hari ini murid-murid telah selesai melaksanakan ujian nasional hari ke-3, lebih tepatnya mata pelajaran terakhir.
Setelah selesai ujian, siswa-siswi pun langsung berhamburan keluar kelas. Seperti biasanya kalau belum ada pengumuman kelulusan pasti akan mengadakan coret-coretan di lapangan sekolah. Intinya menurut mereka ya, sudah lega telah melepas rasa gugup dan takut saat melaksanakan ujian nasional yang sangat menegangkan.

Davina memekik sembari berlari memeluk Aretha di kerumunan murid-murid yang sedang mencoret-coret seragam sekolahnya "Aaaa..Tata! akhirnyaaa selesai juga yaaaaa kita"

Aretha membalas pelukannya "semoga kita lulus bareng-bareng ya, Vin"

Aretha melepaskan pelukannya lalu menampilkan wajah sedihnya
"euhmm.. tapi kok Alvaro belum keliatan ya?"

Davina mengerti apa yang telah dirasakan sahabatnya itu, ia pun mengusap punggung Aretha

"Ta, ngapain sih lo masih mikirin dia? gue tau emang ga mudah lupain Alvaro tapi lo harus tegar. Gue yakin lo bisa lupain dia. Inget! Lo itu cuma kehilangan cintanya bukan raganya"

"udah lulus ko masih mau sedih terus?" ucap Gilang. Entah sejak kapan Gilang dan Beni sudah berdiri didepan mereka dengan seragam yang sudah penuh dengan coretan

"dari pada sedih mending nih tanda tangan kalian berdua di seragam gue" ujar Beni

"ya ampun.. pasti gue bakalan kangen banget sama kalian" ucap Aretha dengan tatapan sendu

"tenang, kita lulus bareng-bareng, kalo kangen kita kumpul oke?" ujar Gilang tersenyum memberi semangat kepada mereka

Mereka berempat pun berpelukan ditengah lapangan. Seperti teletubies.

"Putih abu-abu bukanlah kelabu.
Namun putih dimana saat semuanya mengabu"

"nah, sekarang giliran lo nih Ta tanda tangan" Gilang memberikan spidol permanent ke Aretha

Aretha pun mulai menandatangani nya di punggung Gilang

"pokonya jangan sampe pada lost contacts" ucap Beni memberi ingat

"LULUS BARENG!!!" mereka berempat pun bertossan tangan sambil besorak senang

Akhirnya, senang sekali rasanya tiga tahun menjalani persahabatan dengan mereka selama di SMA ini. Yang awalnya Aretha menganggap Beni dan Gilang adalah orang yang sangat jahil karena suka mengambil pulpen nya saat di kelas. Tapi, dibalik semua keisengan mereka, Aretha sendiri pun tidak menyangka akan bersahabat dengannya.

Manusia pernah bilang "gak enak sahabatan sama cewek, suka berantem gak ada hentinya dan gak ada yang mau ngalah buat minta maaf duluan"

Bahkan ada juga yang bilang
"kalo sahabatan sama cowok gak enaknya pasti bakalan ada perasaan yang tumbuh didalam hati kita"

Intinya bersahabat atau berteman dengan siapapun itu tidak perlu memilih-milih. karena, tidak semua kemauan berujung kebenaran

Aretha berjalan menuju toilet, ia akan membersihkan wajahnya yang terkena smoke bomb.
"Aretha?" panggil seseorang dibelakangnya

Aretha menoleh,

Alvaro?

Ada apa lagi dia datang disaat semuanya sudah berakhir menyakitkan?

Aretha pun berbalik arah dan berlari kecil meninggalkan Alvaro tetapi, Alvaro lebih dulu mencegah tangan Aretha agar ia tetap berada disini untuk mendengarkan apa yang akan dilakukan oleh mantan pacarnya itu.

"plis.. kasih gue kesempatan buat ngejelasin semuanya"

Aretha menatap manik mata Alvaro sendu. Ia mencari-cari kejujuran di mata itu. Tatapan itu adalah tatapan satu tahun lalu yang menurut Aretha adalah tatapan ketulusan, waktu dimana semuanya masih terlihat baik-baik saja. Aretha tidak boleh luluh dengan ucapan Alvaro, ia harus terlihat baik-baik saja.

Aretha bergeming. Ingin sekali rasanya Aretha memeluk tubuh Alvaro seperti dulu. tapi tidak mungkin!

"gue bodoh, kenapa gue ga bisa kaya lo mencintai seseorang dengan tulus. Gue cuma bisa bikin lo nangis doang Ar, didepan semua orang gue bilang kalo gue bisa bahagiain lo. Tapi yang gue kasih ke lo cuma rasa sakit hati yang tertinggal doang" Alvaro menatap Aretha dengan tatapan berkaca-kaca

Aretha menulikan telinganya, ia juga mengalihkan pandangan nya. Aretha tidak mau menatap Alvaro karena akan membuatnya ingin meneteskan air matanya juga. Aretha tidak benci, ia hanya belum bisa melupakan apa yang sudah terjadi dengan hubungannya di masa lalu.

Alvaro meraih tangan kanan Aretha "liat gue Ar, gue mohon"

Tak sadar air mata Aretha terjatuh begitu saja, ia tidak bisa membendungnya lagi.
Aretha masih bungkam sembari mengalihkan pandangannya

"Ar?"

"lo pengen gue ngelupain lo ga, Al. Kenapa kita berdua bisa ada disini?" Aretha menahan isakan tangisnya

"gue bener-bener jahat sama lo Ar, gue nyesel. Gue bener-bener minta maaf"

"Di dunia ini gak ada orang jahat, adanya orang yang berani mengambil keputusan gitu aja" Aretha mengusap air matanya kasar

"gue gak bisa lupain lo gitu aja, semua ini belum selesai hati gue gak bisa tenang"

"gue gak butuh penjelasan apa-apa lagi. Semuanya udah selesai gak ada yang perlu di sesali" ucap Aretha datar

"gue udah mendapatkan apa yang seharusnya gue dapatkan dan gue terima, gue ikhlas. Tapi sekarang gue nyesel. Gue nyesel karena gue udah ninggalin lo, Ar"

"gue cinta lo Aretha, tapi gue mencintai lo dengan cara yang salah" lanjut Alvaro

"kenapa lo baru menyadarinya sekarang?" kini air mata Aretha semakin deras membasahi kedua pipinya

"karena gue terlalu ngikutin apa kata hati gue. Gue bodoh. Bodoh banget!" Alvaro menitikan air matanya

"gue gak bisa lupain lo. Sumpah gue cinta lo Ar, demi tuhan gue masih sayang sama lo" Alvaro tidak bisa membendungnya lagi, air matanya pun membasahi kedua pipinya.

Aretha tersenyum kecut
"bukannya dulu lo gak pernah peduli sama gue, bukannya selama ini gue berjuang sendiri? gue gak bisa kalo harus terbagi, apalagi sama dia"

"Ar, Dinda mutusin gue karena hati gue masih tertulis nama lo. Plis-"

Aretha menyela "gue seneng bisa ketemu lo di SMA yang menyedihkan ini menurut gue. Semoga lo bisa mewujudkan apa yang lo impikan sejak dulu"

Aretha melepaskan genggaman tangan Alvaro, ia meninggalkan Alvaro begitu saja dan kembali menangis sesegukan. Alvaro pun hanya bisa menatap Aretha yang sudah berlari kecil di hadapannya.
Alvaro benar-benar menyesal.

Aretha menghindari semuanya bukan karena ia tidak ingin mendengar penjelasan Alvaro. Tapi karena memang semua ini sudah terjadi dengan cara ia melihatnya secara langsung dan tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Di perbaiki pun rasanya percuma, sakit yang teramat dangkal membuat Aretha tidak mampu untuk menatanya ulang. Mungkin itu cara sang pencipta menyembuhkan hatinya yang rusak parah.

Mana mungkin semua ini terjadi atas kesungguhan Aretha. Ini memang sudah di rencanakan oleh yang maha kuasa dan kita hanya bisa menerimanya. Ikhlas dan menerima sesuatu yang tak pantas untuk di genggam adalah jalan terbaik yang harus dilakukan manusia. Karena Tuhan akan menggantikan yang lebih baik dari sebelumnya. Percayalah itu diluar rencananya.

end.




Jangan lupa untuk terus voment aku biar semangat nulisnya💙

Post di instastory
instagram kamu bagian part mana yang kamu suka nanti akan aku repost di instastory instagram aku dan jangan lupa tag @salshasyf dan @ambareesh2020_

ARETHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang