Bagian-Delapan

34 4 0
                                    

Follow ig:@Methapir

¤¤

Pagi yang cerah, di sambut senyuman lebar oleh Yana. Hari ini adalah hari selasa. Hari dimana ekstra kulikuler paskibra di laksanakan. Yana merupakan salah satu anggota yang merangkap menjadi pelatih. Selain karena Yana memang berbakat dalam bidang PBB, Yana juga terkenal sabar dalam melatih teman-temannya. Jadilah dia terpilih menjadi salah satu dari lima anggota inti yang akan menggantikan anak kelas dua belas melatih, di saat para senior itu harus melaksanakan kelas tambahan dan tidak bisa melakukannya.

Turun dari angkot, Yana di sambut oleh pak satpam yang setiap pagi menyapanya dengan ceria. "Pagi, Neng Yana!" Sapa Pak Yanto seperti biasa. Yang di balas oleh Yana tidak kalah cerahnya, bahkan menyempatkan memberi pujian yang tidak ada benarnya.

"Pagi juga Pak To! Bapak pagi ini ganteng deh. Tambah putih juga! Pake sabun apa nih?" Tanya Yana yang pada nyatanya, tidak ada perubahan pada Pak Yanto. Kulit berwana sao terlampau matang, juga wajah yang masih sama seperti kemaren, tidak bertambah dan tidak berkurang.

"Ah, masa sih, Neng? Padahal Bapak cuma pake sabun yang biasa kok. Tapi, makasih ya, Neng!" Ujar Pak Yanto sedikit tersipu. Yana mengangguk seraya tersenyum.

"Pak Yanto doang yang dibilang ganteng? Gue nggak?" Sebuah suara terdengar tepat di sebelah Yana membuat cewek itu berjenggit kaget dan segera berdiri di sebelah Pak Yanto.

"Kevan!" Pekik Yana kesal saat tau pelakunya siapa. Kevan menyeringai lalu mendekat pada Yana. Cewek itu sendiri tampak cuek dengan wajah yang terkesan bete.

"Pagi, Berlian!" Sapa Kevan kelewat ceria. Yana hanya tersenyum paksa lalu memilih melangkah meninggalkan Pak Yanto dan Kevan. Kevan hanya menatap kepergian Yana lalu melirik Pak Yanto.

"Pak, Saya ganteng, kan?" Tanya Kevan yang langsung di angguki oleh Pak Yanto.

"Ganteng banget, mas," balas Pak Yanto. "Emang sih. Tapi menurut bapak apa alasan Berlian selalu nolak saya?" Tanya Kevan lagi. 

Pak Yanto tampak bingung sebelum akhirnya menggeleng tidak tahu. Kevan menangguk kecewa lalu mengejar Yana yang masih belum terlalu jauh.

"Pagi, Berlian!" Sapa Kevan lagi setelah berdiri di hadapan Yana, yang membuat cewek itu reflek berhenti. Yana tampak merotasikan kedua bola matanya malas.

"Minggir! Gue mau jalan!" Suruh Yana ketus. Kevan tidak melakukan perintah Yana sama sekali dan tetap berdiri di hadapan Yana. Yana menatap Kevan dengan menantang lalu menggeser tubuh kesamping lantas melanjutkan langkahnya.

Kevan tidak patah semangat, dia mengejar Yana dan kini berjalan mundur di hadapan Yana. Demi menatap wajah tambatan hatinya itu. Yana bersidekap seraya mendengus malas, tetap melanjutkan jalannya walaupun Kevan berada di hadapannya.

"Sapaan gue di jawab, dong! Masa Pak Yanto aja pagi-pagi udah lo senyumin? Gue kenapa enggak?" Ujar Kevan masih dengan jalan mundur.

"Apa untungnya buat gue?" Tanya Yana sinis.

"Lo bisa dapet pahala,"

"Oh," balas Yana pendek. Kevan mengernyit. Apa ada yang salah dengan ucapan Kevan?

"Lo kenapa sih?"

"Gue cuma mau nanya. Lo ngapain kemaren ke Kafe nyokap gue?" Tanya Yana tiba-tiba membuat Kevan tersentak. Kevan pikir Yana tidak akan tahu. Dia memang sempat melihat tas Yana yang ada di sofa ruangan Bunda Yana. Tapi dia pikir Yana sedang di luar karena Kevan tidak menangkap sosoknya disana.

"Oh, itu. Kalau lo mau tahu, jawab dulu sapaan gue tadi," tantang Kevan dengan senyum jahilnya. Yana mendengus dan dengan ogah-ogahan membalas sapaan Kevan tadi.

UnperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang