XIII

2.9K 158 0
                                    


"Ke mana dia?" gumam Ustaz Fikri sembari menengok kiri kanan, mencari sosok wanita yang ia curigai. "Astagfirullah ... mungkin aku salah lihat." Ustaz Fikri pun kembali ke dalam masjid.

Suasana semakin ricuh karena peserta lain ketakutan melihat Imas dan Nining yang bereaksi sangat kuat.

"Bagaimana ini, Ustaz?" tanya Ustaz Danu.

"Saya dan istri saya akan membawa mereka ke Rumah Ruqyah. Saya titip yang lain kepada Ustaz Danu dan Ustaz Fachri, ya?"

"Baiklah kalau begitu. Oh ya, apa Pak Ustaz kenal dengan mereka?" Ustaz Danu menoleh ke arah Imas yang sedang dibacakan doa oleh Ustazah Azizah dan Nining yang sedang ditenangkan oleh Ustaz Fachri.

"Ya. Yang sedang bersama istri saya itu Ibu Imas. Beliau memang sudah beberapa kali diruqyah oleh saya karena teluh yang terus menimpa dirinya. Sedangkan yang bersama Ustaz Fachri, dia adalah pemilik warung makan di pinggir jalan besar."

Ustaz Danu manggut-manggut mendengar penjelasan Ustaz Fikri. Setelah situasi kembali kondusif, Ustaz Fikri dan sang istri segera membawa dua pasutri tersebut ke Rumah Ruqyah dengan menggunakan mobil Ustaz Fikri. Sementara itu, acara ruqyah tetap berlangsung karena baru akan berakhir setengah jam lagi.

"Bisa Ibu Bapak ceritakan kepada saya, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Ustaz Fikri setibanya mereka di Rumah Ruqyah.

Kang Asep dan Galih pun bercerita secara bergantian. Bagaimana awalnya Kang Asep bertemu dan akhirnya diberikan rajah oleh si dukun. Namun, semua terkejut saat mendengar keterangan Galih.

"Jadi, Pak Galih kenal dengan wanita itu?" tanya Ustaz.

"Ya, Pak Ustaz. Namanya Dasimah," jawab Galih.

Imas tercekat. Ia menatap heran sang suami. "Aa bilang kertas itu diberi oleh bapak-bapak?"

Galih menunduk, lalu menoleh. "Maaf, Neng. Kalau aa bilang habis bertemu Dasimah, Neng pasti marah. Aa juga tidak menyangka kalau ternyata dia menganut ilmu hitam."

Sementara itu, Kang Asep pun terdengar sedang memarahi Nining. Menyalahkan istrinya atas semua rasa iri, yang pada akhirnya menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan.

"Sudah, sudah. Tenang, Pak, Bu. Masalah ini harus segera dibereskan karena amat berbahaya, terutama karena perbuatannya yang menyekutukan Allah." Ustaz Fikri menatap keempat orang di hadapannya satu per satu. Ustazah yang duduk di sebelahnya mengangguk-angguk saja.

"Tapi ... bagaimana caranya, Ustaz? Dia, kan, sakti. Sedangkan kita punya apa untuk mengalahkannya?" tanya Kang Asep.

Ustaz tersenyum tipis. "Kita punya Allah, Kang. Dan yang tepat bukan mengalahkan, tapi membawanya kembali ke jalan yang benar. Nanti akan saya pikirkan caranya."

Kang Asep dan istrinya saling bertatapan, kemudian menunduk seolah meredam rasa malu.

"Kang Asep, bagaimana kalau sekarang kita ke rumah Akang?" ajak Ustaz, lalu menoleh ke arah Galih. "Pak Galih dan Bu Imas pulang saja dulu ke rumah. Setelah selesai urusan saya dengan Kang Asep, nanti saya akan ke rumah Pak Galih. Bagaimana?"

"Baik, Ustaz. Kalau begitu kami pamit dulu. Kami tunggu kedatangan Bapak," sahut Galih, kemudian ia dan Imas beranjak dari Rumah Ruqyah.

"Bagaimana, Kang Asep? Bisa kita pergi sekarang? Saya harus memusnahkan rajah yang ada di rumah Akang."

"Tidaaak! Jangaaann!" Nining menjerit tiba-tiba. Ia meronta-ronta, menendang-nendang seperti anak kecil yang sedang merajuk.

Kang Asep spontan berdiri karena terkejut. "Kenapa istri saya, Taz?"

'ANA-YA'INU (TATAPAN NYAI DASIMAH) [Terbit]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang