XVIII (tamat)

3.6K 167 23
                                    

Disertai seringaian itu Nyai Dasimah berjalan mendekati Ustaz Fikri, kemudian berdiri tepat di hadapannya.

"Assaamu'alaikum (kematian untukmu), Ustaz," salam Dasimah, kemudian sudut bibirnya naik sebelah.

Ustaz Fikri yang tercekat dengan salam penghinaan itu membalas, "Wa'alaikum (untukmu juga)."

Dasimah tertawa. "Kenapa kamu ingin menolong mereka?" tanya Dasimah, menatap tajam ustaz.

"Sebab mereka tanggung jawabku."

"Tanggung jawab apa? Apa dirimu orang tua mereka? Saudara? Apa kamu yang memberi mereka makan?"

"Aku memang bukan orang tua mereka, bukan pula yang memberi makan. Tapi mereka adalah saudara seimanku, jadi aku wajib menolong mereka!"

"Cih!" Dasimah meludah ke kiri, lalu mendelik. "Aku paling benci manusia seperti kamu, Ustaz. Kalian adalah makhluk paling sok suci. Kalian munafik!"

Ustaz Fikri dan Dasimah kemudian saling tatap tanpa kata. Zikir terus disuarakan ustaz dalam hati. Ustaz melirik Imas yang masih dalam dekapan jin kafir.

"Lepaskan Imas!" seru Ustaz Fikri.

"Tidak akan!"

"Kenapa?"

"Sudah kukatakan padamu, bukan, kalau keluarganya sudah memberikannya kepadaku?"

Ustaz menunduk. Ia baru saja ingat akan hal itu. 'Ya Allah, di mana kotak yang kubawa dari rumah Imas?' batinnya. "Tapi ...." Ustaz tak meneruskan kata-katanya sebab saat mendongak Dasimah sudah tak berada di hadapannya.

"Aku di sini!"

Ustaz Fikri menoleh ke belakang. Ternyata Dasimah sudah berada di samping Galih.

"Bagaimana kalau kita bertukar saja?" tawar Dasimah.

"Apa maksudmu, Nyai?"

"Aku akan melepaskan Imas, tapi biarkan priaku berada di sini." Dasimah tersenyum licik sambil melirik Galih. "Bukan begitu, Galih?"

"Bukan! Hentikan omong kosongmu, Imah!" sentak Galih.

Dasimah terbahak. "Aku serius. Aku ingin bersama denganmu."

"Naudzubillahimindzalik! Ingatlah, Imah. Aku sudah memiliki istri yang sangat kucintai." Galih menatap Imas yang tubuhnya mulai lemah, "Imas Cempaka."

"Aarghh! Diam!" Dasimah mengentakkan kakinya. Ia melotot menunjuk ke arah Imas. Bibirnya merapalkan mantra. Sejurus kemudian, Imas mengerang kesakitan.

Ustaz Fikri dan Galih sama-sama terperanjat. Ustaz yang saat itu kebingungan hanya mampu membaca ayat Kursi, berharap mampu menolong Imas. Namun, nyatanya tidak dapat menghentikan dahsyatnya kekuatan Dasimah.

"Hentikan!" teriak Galih. Sekujur tubuhnya yang telah terikat tali yang sudah dimantrai Dasimah benar-benar tak dapat membuatnya berkutik.

Dasimah menurunkan telunjuknya, lalu menatap Galih. "Jadi, apa kamu mau tinggal bersamaku, Galih?"

Degup jantung Galih semakin cepat. Peluh mengalir di pelipis mengiringi desahan napasnya yang memburu.

"Lepaskan suamiku, wanita iblis! Ambil saja aku!" Seruan Imas mengejutkan semuanya.

"Tidak! Ambil saja aku, Imah. Aku ikhlas. Tapi tolong lepaskan istriku. Aku mohon, Imah." Galih mulai mengiba.

Sementara itu, sambil menyaksikan drama cinta segitiga di hadapannya, diam-diam Ustaz Fikri membaca ayat suci Alquran. Ia tak tahu harus berbuat apa selain meminta bantuan kepada Allah SWT.

'ANA-YA'INU (TATAPAN NYAI DASIMAH) [Terbit]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang