VIII

3.1K 145 8
                                    


"Bu."

"Iya, Pak."

"Ibu merasa tidak, kalau di kampung kita ini sepertinya sudah tidak aman."

"Tidak aman bagaimana? Banyak maling?"

Ustaz Fikri menyesap kopinya, lalu menggeleng. "Bukan ... bukan maling, tapi sesuatu yang lebih berbahaya."

"Maksudnya bagaimana, sih, Pak? Ibu tidak mengerti." Ustazah Azizah menatap wajah sang suami dengan dahi yang mengerut dalam.

"Pasien kita semakin hari semakin banyak. Gangguan yang menyerang mereka pun bermacam-macam. Kalau dua tiga tahun ke belakang, kan, pasien yang datang paling hanya kesurupan biasa atau yang sedang menjalani terapi pengobatan herbal saja."

Uztazah Azizah mengangguk pelan. "Iya juga, ya, Pak. Apa jangan-jangan ...."

"Jangan-jangan apa, Bu?"

"Mm ... jangan-jangan di kampung kita ada orang yang sedang mempraktekkan ilmu hitam, Pak."

"Astagfirullah ... jangan suudzon, Bu. Tidak baik."

"T-tapi, Pa—"

"Assalamu'alaikum!" Tiba-tiba terdengar seruan salam dari luar rumah.

"Wa'alaikumussalam," jawab Ustaz Ustazah bersamaan.

"Ibu ke depan dulu buka pintu, ya, Pak," ujar Ustazah yang diiiyakan suaminya. Saat Ustazah Azizah membuka pintu, nampaklah Galih sedang membopong Imas.

"Ya Allah ... ini Bu Imas kenapa?" tanya ustazah terkejut, melihat Imas yang wajahnya pucat pasi dan terdapat bercak noda darah di jilbab birunya.

"Bu Ustaz, tolong istri saya, Bu," mohon Galih sambil terengah-engah.

"Ayo, cepat masuk."

Setelah Ustazah mempersilakan Galih masuk, Galih langsung membaringkan tubuh Imas di atas karpet sedangkan Ustazah memanggil Ustaz Fikri.

"Pak, ayo cepat ke depan!"

"Ada apa, Bu? Siapa yang datang?"

"Pak Galih dan istrinya." Mereka berdua pun segera ke ruang tamu.

"Pak Galih, kenapa lagi ini istrinya, Pak?" tanya Ustaz Fikri sambil memandangi Imas yang tak berdaya.

"Semalam, saat sedang tidur, tiba-tiba Imas terbangun seperti orang tercekik, setelah itu dia muntah darah, Ustaz."

"Astagfirullahaladziim ...." Ustaz dan Ustazah saling tatap sambil mengusap dada.

"Ustaz, sebenarnya apa yang terjadi dengan istri saya? Kenapa setelah beberapa kali diruqyah, dia masih saja diganggu?" tanya Galih dengan mata sendu.

Ustaz Fikri menghela napas panjang. "Apa Bapak dan Ibu punya musuh atau sedang bermasalah dengan orang lain?"

Galih dan Imas saling berpandangan, lalu mereka menggeleng. "Tidak, Ustaz. Kami tidak merasa punya musuh, dan insyaallah kami juga tidak punya masalah dengan orang lain," jawab Galih yang diangguki ustaz dan ustazah.

"Lebih baik sekarang kita mulai ruqyahnya," ujar Ustaz, lalu menatap Ustazah. "Bu, tolong antarkan Bu Imas untuk berwudu."

"Ya, Pak."

Ustazah Azizah pun membantu Imas berdiri, lalu menuntunnya menuju kamar mandi untuk berwudu. Setelah berwudu, wajah Imas terlihat lebih segar. Kini dia sedang duduk kembali dengan mengenakan mukena yang dipinjamkan ustazah.

"Bu, bisa ceritakan kepada saya, apa yang Ibu alami atau rasakan sebelum kejadian tercekik dan muntah darah itu?" tanya Ustaz Fikri.

"Saya hanya bermimpi, Ustaz."

'ANA-YA'INU (TATAPAN NYAI DASIMAH) [Terbit]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang