XV

2.8K 181 7
                                    

Jemari Nyai Dasimah mencengkeram kuat jilbab Ustazah Azizah, kemudian melepasnya kasar sampai gelungan rambut ustazah terurai.

"Kamu manusia munafik!" Telunjuk Dasimah mengelus pelan pipi ustazah, "Wajahmu cukup cantik, kenapa kamu tidak buka saja jilbabmu seperti ini?"

Iris mata ustazah membulat, lalu ia menepis tangan Dasimah. "Kamu yang munafik! Allah-lah yang sudah menciptakanmu, tapi kamu malah menyembah iblis. Apa iblis bisa membuat hidupmu bahagia dunia dan akhirat?"

"Diam!" Kuku-kuku Dasimah yang panjang dan tajam kini menancap di leher sang ustazah. "Kautahu apa tentang dunia dan akhirat? Memangnya kamu sendiri bakal masuk surga, hah?"

"Hegh ... as-tag-firullah ...." Ustazah mulai kesulitan bernapas.

Sementara itu, gedoran pintu semakin kuat seiring seruan Ustaz Fikri. "Bu! Ibu baik-baik saja, 'kan? Ibu!"

Dasimah melirik sekilas ke arah pintu, lalu tersenyum miring. "Kasihan suamimu, istri yang paling ia cintai akan tewas mengenaskan detik ini juga. Apakah ada pesan terakhir, Ustazah?"

Terbata-bata Ustazah Azizah menjawab, "A-aku ti-dak t-takut mati .... Ayo, k-kita mati ber-sa-ma ...."

Dasimah melotot. "Kurang ajar! Rasakan mantraku ini, dan bersiaplah menemui ajalmu! Hahahahaa!"

Detik berikutnya bibir tebal Dasimah mulai berdesis merapalkan mantra, yang hanya ia sendiri mengerti artinya.

Bersamaan dengan itu pula, Ustazah Azizah berusaha membaca Ayat Kursi dan ayat-ayat Alquran lain meski dengan suara yang terputus-putus.

Angin kencang kembali berembus, yang kemudian membentuk pusaran di sekeliling mereka. Lantai yang dipijak terasa bergetar, walau sebenarnya tidak ada gempa. Lampu kamar pun berkedip cepat, kemudian pecah.

Setelah beberapa menit mereka saling beradu kekuatan doa, tangan Dasimah tiba-tiba memerah panas, kemudian ia lenyap seketika bersama angin.

Ustazah Azizah jatuh tersungkur sambil terbatuk-batuk. Saat itu pula pintu kamar akhirnya terbuka.

"Ibu!" seru Ustaz Fikri dan Rizki bersamaan. Mereka langsung mendekati ustazah, lalu membopong tubuh yang terkulai lemas itu ke atas kasur Rizky.

"Subhanallah ... apa yang terjadi?" gumam Ustaz Fikri sembari memperhatikan keadaan kamar yang kacau, lalu menatap Rizki, dan berkata, "Riz, tolong jaga
Ibu sebentar."

Rizki mengangguk patuh. "Ya, Yah."

Ustaz Fikri pun ke luar kamar untuk mengambil minyak kayu putih di kotak P3K dan membuat teh manis. Setelah siap, ia segera kembali ke kamar.

Rizki berpindah duduk ke bangku kecil di sebelah ranjang, ia memperhatikan ayahnya yang sedang mengoleskan minyak di pelipis, dan membaui aroma minyak di hidung sang Ibu.

"Yah."

Ustaz menoleh. "Apa, Riz?"

"Ibu kenapa?"

Ustaz Fikri menghela napas. "Ada orang jahat, Riz."

"Maksudnya?"

Ustaz Fikri melirik. "Riz, kamu pernah dengar 'dukun'?"

Rizki mengangguk.

"Nah, 'dukun' itulah yang ayah maksud dengan orang jahat, dan dia hampir saja membuat ayah dan Ibu celaka."

Rizki hanya mengerutkan dahi. Tampak jelas raut ketidakpahaman di wajahnya.

Ustaz Fikri tersenyum tipis, lalu mengusap kepala putra kesayangannya itu. "Nanti juga kamu bakal mengerti. Ayah cuma minta sama kamu, jangan tinggalkan salat, mintalah sesuatu hanya kepada Allah, tidak boleh menyekutukan-Nya. Paham?"

'ANA-YA'INU (TATAPAN NYAI DASIMAH) [Terbit]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang