Semenjak tragedi 100 ribu itu, Fras terlihat akrab kembali denganku. Tapi aku sedikit curiga, jangan-jangan dia begini karena ada maunya saja. Aku harus waspada.
Dugaanku salah, ternyata aku ga jadi menghapus nomornya. Malah hatiku luluh dan sedikit ikhlas walaupun uang kemarin ngga dikembalikan. Gak, ga boleh. Dia bilangnya hutang, yaa harus dibayar.
Dia ngotot sekali ingin bertemu, kangen katanya. Huekks. Mau cerita ini itulah. Sebenarnya aku juga ingin bertemu si imut Fras. Tapi tidak sekarang, aku mau menyelesaikan shift malamku dulu. Setelah libur nanti, silahkan berkunjung.
Kami sepakat, menunjuk satu hari untuk nongkrong bersama. Selasa malam. Jelas aku libur kerja. Fras? siapa peduli. Aku tak begitu peduli.
"Ayo mas, naik sepedaku aja!", perintahnya.
"Oke", aku mengiyakan.
Fras mengajakku ke sebuah cafe, agak jauh dari desaku. Sekitar 20 menit, kami sampai di Happy Cafe.
Aku mulai jelalatan dan berkomentar.
"Hmmm.. sama saja, serem dan sepi", gumamku.
"Yeee.. akhirnya Mas Adi berbicara", Fras gelojotan gembira.
Aku sedari tadi memang bersikap dingin. Sedingin angin malam. Sebenarnya tangan ini ingin merangkul pinggang Fras, tapi apa daya gengsiku masih menang. Walhasil, aku hampir hipotermia. Lebay.
"Apaan!", aku mengomentarinya.
"Iya, dari tadi kan diem-dieman, ngobrol dong!"
"Ini aku udah ngomong!"
"Iya iya.. astaga"
"Udah, katanya mo cerita, cerita aja!", jawabku ketus.
"Utututu..", Fras datang kearahku dan memelukku tiba-tiba.
Isshhh.. aku segera melepaskannya dan segera celingak-celingukan ke atas.
"Hmm.. gitu ya, ga mau di peluk, ga ada orang kok, masih sepi, ntar klo agak malam baru rame", kata Fras.
Aku masih jelalatan.
"Mas cari apasih?", tanya Fras.
"Aku cari CCTV, ada apa ga", jawabku. Lalu Fras juga ikut jelalatan melihat langit-langit cafe.
"Aman, ga ada", jawabku.
"Iya mas, ga ada", tegas Fras.
"Yaudah buruan peluk lagi!", perintahku nakal
"Hiyaaaa...", Fras datang mendekat. Tapi aku menahan tangannya.
"Husshh.. ga usah, ntar aja peluk-peluknya", tegurku.
"Hahahaha..", kami tertawa dan suasana menjadi hangat.
***
Setelah memesan, pesanan datang dan kami makan. Setelah beramah tamah, bergurau dan bacod bersama. Tiba pada bahasan yang cukup berat bagiku, juga bagi Fras.
"Jadi kamu punya masalah apa?", tanyaku.
"Gini mas, aku tuh punya saudara, namanya Sofy. Aku tinggal di sini, di kota ini ya menginap di rumahnya. Otomatis aku juga harus bantu-bantu keluarganya. Ya namanya keluarga, ya memang gitu mas. Gaji aku itu UMR, biasanya sesudah di potong ini itu, aku bawa pulang 1,8 juta. Aku pakai buat bayar angsuran motor 1 juta, sisa 800 ribu. Aku ngasih ke ibu 300 ribu. Sisa 500 ribu itu dipakai selama 1 bulan. Kadang aku kasih Ibu Sofyan 100 ribu, aku pakai buat beli bensin, pulsa dan kebutuhan lainnya 100 ribu. Sisa 300 ribu. Aku harus bertahan dengan 300 ribu, buat makan dan yang lainnya. Kadang Sofy minta buat bayar utangnya. Akhir-akhir ini sering banget. Dan yang kemarin itu, aku bener-bener ga pegang uang sama sekali. Sisa 20ribu, entah mau gimana lagi", papar Fras haru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Overdose
Fiksi Remaja[ON-Progress] Hei, aku Adi. Singkat kata, hidupku baik-baik saja, keluargaku, temanku, kerjaanku, hobiku, semua baik-baik saja. Hingga di suatu titik dimana aku merasakan kehampaan yang mendalam. Seperti ada yang kurang dalam diri ini. Entah apa. Hi...