Dua hari Rangga terpaksa tinggal di dalam rumah besar ini, dan baru sekaranglah dapat mengetahui keadaan yang telah terjadi di Desa Sintruk yang terletak di bagian Utara kaki Gunung Sintruk. Desa ini memang telah dihancurkan oleh sekelompok orang yang menginginkan berdirinya sebuah kerajaan di daerah Selatan ini. Seluruh penduluk desa telah diangkut dan dijadikan budak untuk bekerja paksa membangun daerah Selatan.
Dan perkampungan aneh yang dllihat Rangga kemarin, merupakan benteng pertahanan sekelompok orang itu. Bukan hanya Desa Sintruk yang dihancurkan, tapi desa-desa lain pun mengalami nasib yang sama tanpa terkecuali. Mereka membunuh orang-orang jompo dan lemah, mengangkut yang masih muda dan kuat. Tidak peduli apakah itu laki-laki atau perempuan. Sedangkan anak-anak tidak dibutuhkan, sehingga dibantai habis semuanya.
Darah Pendekar Rajawali Sakti mendidih tatkala mendengar semua penuturan Nyai Talut dan Kencana itu. Nyai Talut masih beruntung dapat meloloskan diri dari kekejaman orang-orang liar yang terlalu muluk keinginannya. Hanya saja, dia tetap bertahan di tanah kelahirannya sambil menunggu saat yang tepat untuk membalas semua kekejaman ini.
"Sebenarnya bukan aku saja yang berhasil lolos, Den. Masih ada beberapa lagi, termasuk suamiku yang kini entah berada di mana...," tutur Nyai Talut di suatu malam saat mereka berada di dalam kamar yang hanya satu-satunya bisa ditempati.
"Jumlah mereka hanya sedikit, tidak lebih dari dua puluh orang. Kenapa tidak dapat dilawan?" tanya Rangga.
"Terlalu tangguh, Den. Tubuh mereka besar-besar bagai raksasa. Bahkan juga kebal terhadap senjata apa pun juga. Desa Sintruk ini juga mempunyai perguruan silat. Tapi semua muridnya, bahkan semua guru kami tewas di tangan mereka. Siapa saja yang mencoba melawan akan dibunuh tanpa ampun," ujar Nyai Talut, agak pelan suaranya.
"Mereka berasal dari mana?" tanya Rangga yang teringat akan Raden Segara, laki-laki berwajah cukup tampan dan bertubuh tinggi besar setengah raksasa itu.
"Tidak ada yang tahu mereka datang dari mana, Den. Tahu-tahu muncul dan menjarah harta kami semua. Mereka mendirikan sebuah perkampungan di sebelah Utara Hutan Nangkil. Bahkan juga membangun rumah-rumah bagai benteng pertahanan. Hhh.... Kau pasti sudah melihatnya, Den."
"Benar. Memang agak aneh juga bentuknya," desah Rangga.
Rangga menatap Kencana yang sejak tadi diam saja. Gadis itu hanya duduk di tepi pembaringan sambil memandang ke luar melalui jendela yang terbuka. Udara malam yang cukup dingin berhembus kencang menerobos masuk. Kencana tampak cantik dengan baju biru muda yang agak ketat Namun wajahnya masih terlihat murung, seolah-olah masih menyembunyikan sesuatu dalam dirinya. Sesuatu yang hanya diketahuinya sendiri.
"Sudah lama aku berusaha mencari bantuan untuk membebaskan seluruh penduduk Desa Sintruk dari cengkraman mereka, tapi semua usahaku sia-sia saja. Kebanyakan yang kumintakan bantuan, mengharapkan imbalan yang sangat besar. Sedangkan aku sendiri tidak punya apa-apa lagi," Nyai Talut mengeluh.
Rangga agak tersentak juga mendengar keluhan itu. Ingatannya langsung tertuju pada daun-daun lontar yang diterimanya secara aneh dalam beberapa hari ini. Kalimat-kalimat yang tertera di situlah yang membawanya sampai ke tempat ini. Rangga mengeluarkan lipatan-lipatan daun lontar dari balik sabuknya, kemudian menyerahkannya pada Nyai Talut. Wanita setengah baya itu memandang Rangga tidak mengerti.
"Terus terang, aku sampai ke sini karena mendapat petunjuk seseorang yang tidak jelas siapa orangnya. Dia mengirimkan daun-daun lontar ini padaku," jelas Rangga.
Nyai Talut menerima daun-daun lontar itu, lalu membuka lipatannya satu persatu. Kencana menghampiri, dan ikut membaca setiap baris kalimat yang tertera pada daun lontar itu. Sesaat kedua wanita itu menatap Rangga setelah selesai membaca semua daun lontar itu. Nyai Talut menyerahkan kembali pada Rangga.
"Apakah Nyai yang mengirimkan semua ini?" tebak Rangga. Disimpannya kembali semua daun lontar itu dalam sabuknya di pinggang.
"'Tidak...," sahut Nyai Talut keheranan.
"Aneh juga ya, Bu. Semua daun lontar itu ada tulisan Mutiara dari Selatan...," gumam Kencana seperti bicara kepada dirinya sendiri.
"Dugaanku, itu hanya sebuah kata samaran saja," kata Rangga.
"Itu bukan nama samaran, tapi sebuah julukan yang sangat terkenal di sini," sergah Nyai Talut
"Oh...?!" Rangga tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Sudah terlalu lama tidak kudengar lagi namanya. Yaaah.... Sejak orang-orang liar itu menjarah ke desa ini, Mutiara dari Selatan seperti menghilang begitu saja. Padahal aku pribadi mengharapkan kemunculannya untuk mengenyahkan mereka selamanya," ujar Nyai Talut agak pelan suaranya.
"Siapa Mutiara dari Selatan itu?" tanya Rangga. Belum sempat Nyai Talut menjawab, tiba-tiba mereka dikejutkan suara bergemuruh dari luar. Suara itu demikian jelas terdengar, dan menggetarkan seluruh isi kamar ini. Rangga langsung melompat ke jendela, begitu pula Nyai Talut dan Kencana Mereka membeliak begitu melihat apa yang ada di luar dari jendela kamar ini. Sementara suara gemuruh itu semakin jelas terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
29. Pendekar Rajawali Sakti : Mutiara Dari Selatan
ActionSerial ke 29. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.