BAGIAN 6

896 40 0
                                    

Kegelapan menyelimuti sekitar daerah Selatan di hutan hutan dekat Gunung Sintruk. Kegelapan yang tak pernah berlalu sejak kedatangan manusia-manusia bertubuh tinggi besar setengah raksasa. Mereka begitu kebal dan sukar untuk ditandingi. Sementara, dari kegelapan terlihat dua bayangan berkelebat cepat menyeberangi hutan yang kini oleh pohon-pohon yang tinggi besar menjulang.
Dua bayangan itu baru berhenti bergerak setelah tiba di pinggir sebuah perkampungan yang cukup aneh. Bentuk bangunannya bagai benteng, berdinding batu yang tinggi dan tebal dua sosok tubuh itu jelas tengah mengamati sekitar perkampungan bagai benteng itu. Mereka tidak lain dari Rangga dan Dewi Wila Marta,   dua pendekar yang diundang Ratu Mutiara atau lebih dikenal benuluk Mutiara dari Selatan.
"Apa mungkin mereka ada di sini?" tanya Dewi Wila Marta setengah tidak percaya, melihat suasana yang sepi senyap bagai tidak berpenghuni.
"Aku pernah bertemu salah seorang di sini," tegas Rangga agak berbisik.
"Bertarung?"
"Hampir."
Rangga menoleh menatap gadis di sampingnya. Capingnya terbuka menyampir di punggung. Wajahnya cukup cantik, tapi terlihat agak pucat. Titik-titik keringat berkilat di dahinya. Agak heran juga Pendekar Rajawali Sakti itu melihatnya.
"Kau takut?" tanya Rangga tiba-tiba.
"Takut...?!" Dewi Wila Marta terkejut. Langsung ditatapnya Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Kenapa harus takut? Aku sering menghadapi bahaya!"
Agak berkerenyit juga kening Rangga mendengar nada suara yang sedikit bergetar itu. Sedangkan Dewi Wila Marta kembali berpaling menatap ke depan. Rangga bisa menebak kalau gadis itu gelisah, namun tidak tahu apa yang digelisahkannya.
"Kau tinggal dulu di sini, akan kuselidiki dulu keadaan di sana," kata Rangga.
"Heh...! Ini tugas kita berdua. Aku tidak ingin jadi penonton!" sentak Dewi Wila Marta.
"Bukan untuk menonton. Kalau aku tertangkap, kau bisa cepat memberitahu Ratu Mutiara," kata Rangga beralasan. Padahal dia tidak ingin menyertakan gadis yang kelihatan gelisah itu. Entah apa sebabnya?
"Segala resiko kita tanggung bersama. Kita sama-sama diundang dan diminta menghancurkan mereka. Kau tidak bisa bergerak sendirian, Rangga. Ingat, posisi kita sama di sini!" tegas Dewi Wila Marta menolak usulan Rangga
"Aku sudah pernah bertemu mereka. Bahkan sempat bertarung di Desa Sintruk. Yang kita hadapi sekarang tidak bisa dianggap sembarangan, Wila."
"Jangan merendahkanku, Rangga. Kau sendiri belum tentu bisa mengalahkanku!" dengus Dewi Wila Marta ketus.
"Bukannya aku merendahkanmu, Wila. Kau sendiri sedang tidak tenang...," Rangga terpaksa berterus terang.
Dewi Wila Marta nampak terkejut. Tajam sekali tatapannya tertuju pada Pendekar Rajawali Sakti. Tebakan Rangga memang tepat. Saat ini hatinya sedang gelisah. Dan kegelisahannya itu hanya diketahuinya sendiri. Dewi Wila Marta berpaling lagi menatap ke depan. Sekuat tenaga berusaha ditekan kegelisahannya.   Sebelumnya juga sudah dicoba untuk menutupinya, tapi Rangga ternyata sangat jeli. Ternyata Pendekar Rajawali Sakti mampu menilai seseorang dari raut wajahnya. Diam-diam, Dewi Wila Marta kagum juga terhadap pandangan tajam pemuda itu.
"Tunggu saja di sini, sebentar aku kembali," kata Rangga.
Dewi Wila Marta diam saja. Dan Rangga sudah melesat cepat bagaikan kilat ke arah perkampungan yang terdiri dari bangunan-bangunan besar terbuat dari batu yang kokoh. Begitu cepatnya bergerak, sebentar saja tubuhnya sudah berada pada salah satu sisi bangunan bertembok tinggi. Sebentar Pendekar Raja-wali Sakti itu menatap ke arah Dewi Wila Marta yang tetap berada di sana.
"Hup!"
Hanya sekali lompatan saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah berada di atas tembok. Matanya langsung beredar ke sekeliling mengamati keadaan sekitarnya. Kemudian dia melompat lagi, dan berputar di udara tiga kali. Ringan dan tanpa suara sedikit pun sepasang kakinya mendarat di atas sebuah bangunan besar berdinding batu.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh, Rangga berjalan setengah merayap di atas atap itu. Telinganya dipasang tajam-tajam dengan mempergunakan ilmu 'Pembeda Gerak dan Suara'. Sungguh aneh! Sama sekali tidak terdengar suara apa pun, kecuali desiran angin saja yang mengganggu gendang telinganya.   Pendekar Rajawali Sakti itu berhenti melangkah setelah sampai di bagian tepi atap bangunan itu.
"Sepi...  Apakah bangunan ini kosong?" gumam Rangga dalam hati.
Ringan sekali Pendekar Rajawali Sakti itu melesat turun. Gerakannya cepat, tapi tak bersuara sedikit pun. Seperti kapas tertiup angin, kakinya mendarat lunak di tanah, tepat di bawah sebuah jendela berukuran besar yang terbuka lebar. Rangga menjulurkan kepalanya, meneliti bagian dalam melalui jendela itu.
"Kosong...," desis Rangga pelan.
Pendekar Rajawali Sakti itu melompat masuk, dan langsung meneliti ruangan yang besar dan nampak kosong ini. Ada beberapa kamar, dan semuanya kosong tak berpenghuni. Hanya sebentar saja Rangga berada di dalam bangunan besar itu, kemudian keluar lagi. Tubuhnya langsung melesat ke atas atap bangunan satunya.
Delapan bangunan dari sepuluh yang ada sudah diperiksa Rangga. Tapi tidak satu pun yang berpenghuni. Semuanya kosong, dan tidak ada satu pun perabotan. Rangga berpikir juga melihat keadaan ini.
Rangga berdiri tegak di atas atap bangunan terakhir yang diperiksanya. Benar benar sukar dimengerti kalau bangunan terakhir juga tidak berpenghuni. Pendekar Rajawali Sakti itu langsung melesat cepat ke arah Dewi Wila Marta yang telah ditinggalkannya. Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki, sehingga dalam waktu sebentar saja sudah sampai di samping gadis itu
"Bagaimana?" tanya Dewi Wila Marta ketika Rangga baru saja menjejakkan kakinya.
Rangga mengangkat bahunya disertai dengusan napas panjang. Dewi Wila Marta menatapnya dalam-dalam. Hatinya merasa heran juga melihat raut wajah Pendekar Rajawali Sakti yang jadi kusut. Sulit dimengerti. Sedangkan Rangga berbalik dan menatap lurus ke arah perkampungan aneh itu. Dia sendiri masih belum bisa memahami keadaan bangunan-bangunan besar menyerupai benteng itu.
"Apa yang kau peroleh di sana, Rangga?" tanya Dewi Wila Marta penasaran melihat sikap Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Tidak ada!" sahut Rangga seraya mendengus.
"Tidak ada...?!" Dewi Wila Marta benar-benar tidak mengerti. Ditatapnya Rangga semakin dalam.
"Semua kosong, tidak ada apa-apa di sana!"
"Lalu…"

29. Pendekar Rajawali Sakti : Mutiara Dari SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang