BAGIAN 4

943 33 0
                                    

Rangga duduk merenung sendiri sambil memandang ke arah Desa Sintruk. Diyakini kalau ini adalah tujuannya yang terakhir dari pesan pesan yang tertulis di atas selembar daun lontar. Sejak sampai di desa itu, tidak ada lagi pesan-pesan yang diterimanya.
Hanya saja masih belum dimengerti, untuk apa orang yang menamakan diri Mutiara dari Selatan itu menggiringnya ke tempat ini? Tempat yang aneh dengan peristiwa-peristiwa yang membuat kepalanya serasa akan pecah. Dan kini dia sendiri tidak tahu di mana kini berada.
"Kencana...," desis Rangga tiba-tiba.
Entah dari mana datangnya, tahu-tahu Rangga teringat gadis yang ditolongnya sehingga membuatnya sekarang ada di tempat sunyi mengerikan ini. Tempat ini ditumbuhi pohon-pohon besar yang sepertinya tidak pernah terjadi siang. Sepertinya selalu diselimuti gelap. Rangga sendiri jadi heran. Sejak masuk ke Desa Sintruk, suasana di sekitar Gunung Sintruk ini selalu terlihat malam.
Pendekar Rajawali Sakti itu bergegas bangkit berdiri, tapi sesaat kemudian menjadi tercenung. Dia tidak tahu, di mana Kencana dan ibunya kini berada. Apalagi untuk mengetahui, di mana tembusan jalan rahasia yang dimasuki kedua wanita itu. Jalan satu-satunya hanya melalui rumah itu kembali. Tapi tidak mungkin. Rumah itu sekarang ini pasti tengah diawasi.
Selagi Pendekar Rajawali Sakti kebingungan, mendadak sebuah benda keperakan meluncur pesat ke arahnya. Dengan sigap sekali Rangga memiringkan tubuhnya sedikit ke belakang, dan tangannya langsung bergerak nuMinngkap benda itu.
"Panah perak..." desis Rangga.
Langsung diambilnya daun lontar yang terikat di tengah-tengah batang panah berwarna perak itu. Keningnya berkerut membaca tulisan di atas daun lontar itu. "Berjalanlah membelakangi Desa Sintruk. Kau akan menemukan sebuah kuil tua. Tunggu di sana!" Rangga membaca dengan suara pelan.
"Huh! Apa maksudnya orang ini...?" dengus Rangga jadi kesal sendiri.
Daun lontar itu diselipkan di balik sabuknya, menyatu dengan daun-daun lontar sebelumnya. Sebentar Rangga memandangi sekitarnya, lalu berbalik membelakangi arah Desa Sintruk. Kakinya mulai melangkah pergi. Meskipun benaknya dipenuhi berbagai macam pertanyaan, namun Rangga tetap menuruti kata-kata yang tertera pada daun lontar itu. Hatinya memang semakin penasaran. Apa sesungguhnya yang diinginkan orang itu? Memberi petunjuk tanpa jelas maksudnya lewat selembar daun lontar pada sebatang anak panah perak.
Namun belum lagi Rangga jauh berjalan, mendadak sebuah bayangan berkelebat di depannya. Dan kini, tahu-tahu di depan Pendekar Rajawali Sakti itu sudah berdiri seorang perempuan tua yang bertongkat warna perak. Rangga terkejut juga atas kemunculan perempuan tua berbaju kumal itu.
"Kau benar-benar keras kepala, bocah!" dingin nada suara perempuan tua itu.
"Kenapa kau selalu menggangguku, Nisanak?" tanya Rangga, kesal juga terhadap perempuan tua ini.
Kemunculannya selalu membuat masalah, dan selalu menghalangi kepergiannya ke daerah Selatan ini. Sama sekali Rangga tidak tahu, apa keinginan perempuan tua yang tidak pernah bersedia menyebutkan namanya itu.
"Karena kau terlalu angkuh dan keras kepala, Pendekar Rajawali Sakti!" sahut wanita tua itu ketus.
"Nisanak. Aku tidak kenal siapa dirimu. Aku juga tidak tahu apa maksudmu selalu menghalangi jalanku. Sebelumnya belum pernah kita bertemu, kecuali waktu itu. Dan kau muncul langsung membuat persoalan. Katakan yang sebenarnya, siapa dirimu? Dan apa maksudmu selalu menghalangi? Apa tujuanmu sebenarnya...?" Rangga memborong semua pertanyaan dan kekesalan hatinya.
"Dasar bodoh! Seharusnya kau sudah bisa mengerti, Pendekar Rajawali Sakti!"
"Jangan berbelit-belit, Nisanak. Siapa kau ini sebenarnya?" desak Rangga tidak sabar.
"Kau lihat tongkatku ini, bocah...?" perempuan tua itu menunjukkan tongkat peraknya. "Aku dikenal dengan nama si Iblis Tongkat Perak!"
Wanita tua yang memperkenalkan nama julukannya itu jadi tertegun, karena apa yang diharapkan meleset sama sekali. Semula diduganya pemuda itu bakal terkejut mendengar namanya. Tapi. Rangga kini malah tersenyum senyum. Iblis Tongkat Perak menghentakkan tongkatnya ke tanah, tepat dl ujung kakinya.
"Nama yang hebat. Cocok untuk menidurkan anak kecil," dengus Rangga sinis.
"Kadal! Harus kau bayar penghinaan ini, bocah keparat!" geram si Iblis Tongkat Perak marah.
"Lantas, kapan akan kau bayar keusilanmu?" tantang Rangga berbalik.
"Aku bukan usil, tapi memperingatkanmu!"
"O, ya? Dengan cara menghambat perjalananku? Begitu? Nisanak, sudah dua kali kau halangi jalanku. Untuk apa kau lakukan itu?" selidik Rangga.
"Kau sendiri, apa maksudmu ke daerah Selatan ini?" Iblis Tongkat Perak malah balik bertanya.
"Bukan urusanmu!" dengus Rangga sengit. "Kau selalu menghalangi perjalananku. Kenapa masih bertanya juga? Kau pasti sudah tahu jawabannya!"
"Bocah sombong!"
Iblis Tongkat Perak menghentakkan tongkatnya ke tanah. Perlahan-lahan diangkat tongkat berwarna perak itu. Satu ujungnya ditujukan lurus ke arah dada Pendekar Rajawali Sakti. Saat itu bisa ditebak kalau wanita tua itu menginginkan pertarungan. Pendekar Rajawali Sakti segera bersiap-siap menyambut serangan Iblis Tongkat Perak.

29. Pendekar Rajawali Sakti : Mutiara Dari SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang