BAGIAN 5

882 31 0
                                    

Di sebelah Timur Lereng Bukit Mangun, tampak Ki Murad tengah berdiri memandang matahari terbit. Sepasang matanya tidak berkedip, menatap lurus ke satu arah. Sepertinya sedang menunggu seseorang di tempat ini. Sedangkan tidak jauh di belakangnya, berdiri Pendekar Rajawali Sakti di bawah naungan sebatang pohon yang cukup rindang untuk melindungi dirinya dari sengatan sinar matahari pagi.
Wajah pemuda berbaju rompi putih itu mendadak agak menegang ketika menangkap sesosok tubuh bergerak cepat menuju ke arahnya. Sosok tubuh bungkuk mengenakan jubah warna merah menyala. Sedangkan Ki Murad lebih tegang lagi. Beberapa kali digeser gagang pedangnya yang tergantung di pinggang. Mereka terus mengamati sosok tubuh yang semakin mendekat itu.
Tampak seorang wanita tua bertubuh bungkuk menggenggam sebatang tongkat berkepala tengkorak manusia. Rambutnya yang tidak teratur, meriap hampir menutupi wajahnya yang keriput. Wanita tua berjubah merah menyala itu berhenti tepat sekitar dua batang tombak di depan Ki Murad. Dia melirik Rangga yang tidak bergeming sedikit pun dari tempatnya.
"Cukup lama aku menunggu kedatanganmu, Dewi Iblis," ucap Ki Murad datar.
"HI hi hi...!" wanita tua bertubuh bungkuk yang dipanggil Dewi Iblis itu tertawa mengikik.

Sementara Ki Murad menggeser kakinya ke kanan. Dengan sudut ekor matanya sempat diliriknya Pendekar Rajawali Sakti. Hatinya sedikit tenang mengetahui pemuda berbaju rompi putih itu masih berada di tempat.
"Hik hik hik...! Belum pernah kuterima undangan dari seseorang. Apakah kau sudah mampu menandingiku, sehingga berani mengundangku?" terlalu kering nada suara Dewi Iblis.
"Kuharap kau tidak salah paham dulu, Nyai Dewi. Aku mengundangmu bukan untuk bertarung. Ada satu pertanyaan yang ingin kuketahui jawabannya darimu," kata Ki Murad, melunak nada suaranya.
"Huh! Aku paling benci dengan pertanyaan!" dengus Dewi Iblis.
"Ini penting, Nyai Dewi."
"Penting bagimu, tapi memuakkan untukku!"
"Maaf, Nyai. Jika tidak keberatan, apakah Nyai Dewi mempunyai murid?" Ki Murad tidak peduli terhadap gerutuan perempuan tua berjubah merah itu.
"Kau sudah berani mengusik pribadiku, Ki Murad!" dengus Dewi Iblis kurang senang.
"Bukan maksudku mengusik urusan pribadimu, Nyai Dewi Aku bertanya seperti itu karena belakangan ini ada seseorang yang mengacau desa ku. Dia menggunakan aji 'Mata Kilat'. Dan yang kuketahui, hanya kaulah yang memiliki ajian itu," kata Ki Murad lagi
"Setan tua! Kau menuduhku...!" bentak Dewi Iblis keras.
"Tunggu, Nyai..!" cegah Ki Murad cepat-cepat ketika Dewi Iblis sudah menggerakkan tongkatnya.
"Kau sudah menuduhku, Ki Murad. Dan ini merupakan penghinaan bagiku. Kau harus mampus, setan tua!" geram Dewi Iblis.
Setelah berkata demikian, Dewi Iblis berteriak keras. Tubuhnya segera melompat menerjang sambil mengebutkan tongkatnya ke arah Ki Murad. Tapi belum juga ujung tongkat perempuan tua itu sampai pada sasaran, mendadak saja sebuah bayangan putih berkelebat cepat memapak serangan itu.
Tak!
"Hm...!" Dewi Iblis mendengus seraya menarik pulang tongkatnya.
Perempuan tua itu menatap tajam seorang pemuda berbaju rompi putih yang tahu-tahu sudah berdiri di depan Ki Murad. Dia menggereng dalam dengan sinar mata tajam menusuk. Sedangkan Rangga hanya berdiri tenang sambil melipat tangan di depan dada.
"Jangan mengotori namamu yang sudah penuh lumpur, Dewi Iblis!" ujar Rangga dingin.
"Pendekar Rajawali Sakti...! Jangan ikut campur urusanku!" bentak Dewi Iblis.
"Kau sudah berjanji untuk tidak terjun kembali ke dunia ramai, Dewi Iblis," tetap dingin nada suara Rangga.
"Kau yang membuatku keluar, Rangga! Untuk apa kau membawaku ke sini? Untuk orang tua tidak tahu adat ini...?!" bentak Dewi Iblis.
"Hm.... Rupanya kau tidak pernah mau mendengar kata-kataku lagi, Dewi Iblis!" kata-kata Rangga bernada setengah mengancam.
Dewi Iblis terdiam, namun sorot matanya tetap tajam penuh kemarahan. Kedatangannya ke Lereng Bukit Mangun ini memang atas permintaan Pendekar Rajawali Sakti. Memang mereka pernah bertemu sebelumnya dalam suatu pertarungan yang panjang dan melelahkan. Pemuda berbaju rompi putih itu memang berhasil mengalahkannya, tapi tidak membunuhnya. Bahkan memberi kesempatan untuk memperbaiki segala tindakannya. Dewi Iblis berjanji untuk tidak kembali terjun ke dunia persilatan lalu menyepi di Puncak Bukit Mangun ini. Tidak heran kalau Rangga bisa cepat menemuinya.
"Aku tahu, orang yang selama ini membuat kekacauan di Desa Kali Wungu bukan dirimu. Kuketahui itu dari bekas pukulan aji 'Mata Kilat' yang belum sempurna. Maka itulah sebabnya kuminta kau ke sini agar lebih jelas persoalannya. Bukan untuk mengumbar nafsu!" agak keras nada suara Rangga.
"Hhh...! Apa keinginanmu sebenarnya?" dengus Dewi Iblis mulai lunak setelah ingat kalau dirinya tidak akan unggul menghadapi pemuda itu.
"Hanya pernyataan mu!" tegas Rangga.
"Apa yang harus kukatakan?"
"Tentang orang yang memiliki ajian mu."
"Aku tidak tahu!" dengus Dewi Iblis.
"Dia bukan muridmu?" Rangga menatap dalam-dalam wanita tua bungkuk berjubah merah itu.
"Aku tidak pernah mempunyai murid seorang pun!" lantang dan cukup tegas jawaban Dewi Iblis.
Rangga menggeser kakinya ke samping, lalu menoleh pada Ki Murad yang hanya diam saja. Semua pertemuan ini memang sudah direncanakan Pendekar Rajawali Sakti itu, dan Ki Murad hanya menurut saja. Sungguh tidak disangka kalau Dewi Iblis yang dulu pernah menggemparkan dunia persilatan, kini tunduk kepada seorang pemuda yang usianya jauh berbeda. Dunia persilatan memang aneh, dan sering tidak mudah dimengerti akal sehat manusia.
"Rangga! Aku bersumpah bahwa aku tidak mempunyai murid seorang pun. Tidak pernah sekalipun aku mengingkari janji untuk kembali terjun dalam rimba persilatan. Meskipun selama hidupku selalu di lumuri darah dan dosa, tapi pantang melanggar janji!" tegas kata-kata Dewi Iblis.
"Hm.... Aku percaya padamu, Dewi Iblis," gumam Rangga pelan.
"Akan kubuktikan, Rangga!" janji Dewi Iblis tegas.
"Apa yang akan kau lakukan?"
"Memenggal kepala bangsat itu, dan menyerahkannya padamu!" tegas jawaban Dewi Iblis.
Rangga melirik Ki Murad. Laki-laki tua berjubah putih itu menganggukkan kepalanya sedikit. Pendekar Rajawali Sakti kembali berpaling memandang pada perempuan tua bungkuk berjubah merah di depannya.
"Baiklah. Kuterima tawaranmu. Jika memang benar dia bukan salah seorang suruhanmu, kau bisa bebas malang melintang di dalam rimba persilatan. Tapi jika kudengar kau membuat keonaran, maka tidak segan-segan kupenggal kepalamu!" mantap nada suara Rangga kali ini.
"Huh! Aku tidak perlu jaminan mu, Rangga!" dengus Dewi Iblis.
Rangga tersenyum kecut. Memang keras watak Dewi Iblis, karena sudah terbiasa malang melintang di dalam rimba persilatan. Terlebih lagi perempuan tua ini masuk dalam golongan hitam. Sudah menjadi watak tokoh golongan hitam yang tidak pernah lunak. Tapi Rangga kagum juga kepada perempuan tua itu, karena masih ingin memperbaiki sisa hidupnya. Dan ini kesempatan baik bagi Dewi Iblis untuk membuktikan keteguhan pendiriannya yang tidak mengingkari janji pada Pendekar Rajawali Sakti.

30. Pendekar Rajawali Sakti : Warisan BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang