BAGIAN 4

865 31 1
                                    

Hangatnya sinar matahari membangunkan Ki Murad dari pingsannya. Laki-laki tua itu mulai merintih, dan menggeleng-gelengkan kepalanya setelah semalaman tidak sadarkan diri. Ki Murad menggerinjang berusaha bangkit berdiri, tapi sebuah tangan mencegahnya. Laki-laki tua berjubah putih itu kembali berbaring. Sebentar dikerjapkan matanya, memandang seraut wajah tampan di dekatnya.
"Nak Rangga, berapa lama aku pingsan?" tanya Ki Murad pelan.
"Semalaman," sahut Rangga.
"Uh!" Ki Murad mencoba bangkit.
"Berbaringlah dulu, Ki. Biarkan darahmu mengalir lebih baik lagi," kata Rangga tanpa mencegah lagi.
"Uh! Bagaimana bisa kau sembuhkan aku, Rangga?" tanya Ki Murad setelah bisa duduk bersandar di pohon tumbang.
"Hanya dengan hawa mumi," sahut Rangga diiringi senyuman tipis.
"Lukamu cukup parah, tapi belum terlambat untuk disembuhkan."
"Terima kasih," ucap Ki Murad, hampir tidak terdengar suaranya.
Rangga merayapi wajah laki-laki tua itu yang mendadak saja jadi mendung. Pendekar Rajawali Sakti itu menggeser duduknya lebih mendekat.
"Ada apa, Ki?" tanya Rangga ingin tahu.
"Entahlah...!" desah Ki Murad berat. "Aku tidak yakin...."
"Apa yang dipikirkan, Ki?" desak Rangga.
"Orang itu," sahut Ki Murad pelan.
"Yang melukaimu?"
"Ya. Aku kenal betul aji 'Mata Kilat' yang melukai ku. Aku begitu terpana, sehingga tidak keburu menghindar lagi. Aku tidak tahu, ada hubungan apa dia dengan Dewi Iblis...," nada suara Ki Murad terdengar bergumam.
"Siapa Dewi Iblis itu?" tanya Rangga semakin ingin tahu.
"Seorang tokoh wanita yang sangat tinggi kepandaiannya. Sampai saat ini belum ada yang bisa menandinginya. Tapi...," ucapan Ki Murad terputus.
"Kenapa, Ki?" desak Rangga.
"Hampir dua puluh tahun aku tidak pernah lagi mendengar namanya, bahkan sepertinya menghilang begitu saja."
"Apakah dia seorang tokoh hitam, Ki?" Rangga meminta kejelasan.
"Lebih dari itu, Rangga. Dia seorang iblis yang tidak pernah berkedip saat membunuh lawannya. Tidak peduli siapa yang dihadapi. Seorang petani yang tidak bisa ilmu olah kanuragan pun akan dibunuh kalau tidak menyenangkan hatinya."
"Hm...," Rangga menggumam pelan. Sedangkan Ki Murad diam seraya menerawang jauh ke depan. Tampaknya masih belum dipercaya kalau orang yang hampir menewaskannya dua kali itu mempunyai salah satu ajian dahsyat yang dulu sangat ditakuti. Ajian andalan milik seorang tokoh wanita yang mendapat julukan Dewi Iblis.
"Kenapa dia ingin membunuhmu, Ki?" tanya Rangga setelah cukup lama berdiam diri.
"Itulah yang membuatku tidak habis mengerti, Rangga. Sejak kejadian malam itu, aku selalu dihantui oleh ancaman-ancaman," sahut Ki Murad mengeluh.
"Kejadian malam itu...? Kejadian apa, Ki?"
"Hm. Kau pasti tidak tahu, Anak Muda. Baiklah, akan kuceritakan semuanya."
Dengan singkat, Ki Murad kemudian menceritakan peristiwa yang bermula dari kematian anaknya pada malam pesta pernikahan. Dan kejadian-kejadian lain yang datang secara beruntun, hingga istrinya tewas di tepi hutan. Pada saat itu, Rangga memang ada. Tapi Pendekar Rajawali Sakti itu belum mengerti dan hanya diam saja melihat Ki Murad memondong mayat istrinya.
Rangga hanya diam mendengarkan sampai laki-laki tua berjubah putih itu selesai bercerita. Untuk beberapa saat lamanya, kebisuan menyelimuti mereka dengan pikiran berkecamuk. Beberapa kali terdengar tarikan napas panjang dari dua orang yang duduk bersila saling berhadapan itu.
"Rasanya mustahil kalau semua yang dilaku- kannya itu tanpa alasan yang pasti, Ki," ujar Rangga setengah bergumam.
"Itulah yang menjadi beban pikiranku selama ini. Sama sekali tidak ku mengerti kenapa dia melakukan semua itu pada keluargaku? Aku sendiri tidak tahu siapa dia sebenarnya," sambung Ki Murad bernada seperti mengeluh.
"Apa dia pernah mengucapkan sesuatu, Ki?" tanya Rangga.
Ki Murad tidak langsung menjawab. Keningnya sedikit berkerut, mencoba mengingat-ingat semua perkataan wanita berbaju merah yang wajahnya hampir tertutup tudung bambu. Sebentar kemudian laki-laki tua itu menatap lurus ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti.
"Ya, aku ingat! Dia menuduhku berlaku curang. Aneh.... Aku sendiri tidak mengerti maksudnya. Seumur hidup, belum pernah aku berlaku curang pada siapa pun," setengah bergumam nada suara Ki Murad.
"Mungkin kau pernah punya perjanjian, Ki," tebak Rangga.
"Perjanjian...?" Ki Murad menatap dalam-dalam pemuda di depannya.
"Aku hanya menduga-duga saja, Ki." Ki Murad termenung beberapa saat. Benar-benar sulit dimengerti dugaan Pendekar Rajawali Sakti itu. Tapi dia berusaha mengingat-ingat, kalau-kalau pernah punya perjanjian dengan seseorang. Tapi rasanya dia tidak pernah terikat janji satu pun.
"Perjanjian...," gumam Ki Murad pelan, hamper tidak terdengar suaranya.

30. Pendekar Rajawali Sakti : Warisan BerdarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang