Mentari mulai tenggelam, awan-awan berselimut jingga. Di atas sana, burung-burung menari dan berkicau gembira.
Tak berbeda jauh dengan Sakura yang tengah bersenandung riang sambil mengayuh sepeda. Sebuah ransel berwarna hitam juga bertengger di punggungnya.
Sakura menghentikan sepedanya di depan sebuah gang kecil, ia menuntun sepedanya memasuki gang tersebut. Cukup lama, hingga terlihat rumah-rumahan dari kayu yang berjajar rapi.
Sakura memarkirkan sepeda dan membuka ranselnya, mengeluarkan dua bungkus makanan dan juga beberapa wadah. Dengan telaten, Sakura menuangkan makanan itu ke wadah-wadah tersebut.
“Hei, kemari.” Panggil Sakura pada sosok-sosok kecil yang ada di balik rumah-rumahan itu.
Mereka mulai menghampiri Sakura sambil mengeong, sosok-sosok itu tidak lain adalah kucing-kucing jalanan yang selalu diberi makan oleh Sakura. Beginilah keseharian Sakura selama setahun ini, ia menghabiskan waktunya dengan melakukan street feeding* di pagi dan sore hari.
Sakura tersenyum simpul melihat kucing-kucing itu makan dengan lahap. Ia bersyukur, setidaknya mereka dapat tidur nyenyak tanpa rasa lapar.
Sakura berjalan ke arah rumah kayu itu. Emeraldnya menelusuri setiap sisi rumah-rumahan tersebut, memastikan jika tidak ada kerusakan yang dapat membahayakan para kucing.
Rumah-rumahan kayu ini sengaja dibuat agar kucing-kucing liar di sekitar sini dapat berteduh dari terik matahari maupun hujan. Tentu saja bukan Sakura yang membuatnya, namun sang kekasih dibantu beberapa temannya. Mereka sudah membuat 7 rumah-rumahan dalam waktu satu bulan.
Setelah memastikan semua sudah makan, Sakura segera membersihkannya tak lupa memberi mereka minum.
“Kalian sudah kenyang, kan? Jadi, jangan mencuri makanan orang lain lagi. Paham?” Sakura tahu, tidak akan ada yang memedulikannya. Namun, entahlah. Sakura sudah terbiasa berkomunikasi dengan hewan. Mungkin orang awam akan menganggapnya aneh, tapi orang-orang yang cinta hewan akan memahami perasaannya saat ini.
“Hmm, baiklah. Aku pergi dulu, jangan bertengkar dan tidur yang nyenyak.” Sakura mengelus kepala salah satu kucing sebelum ia mengayuh sepedanya meninggalkan kucing-kucing liar itu.
~~~
Sudah 3 jam sejak kejadian memalukan itu terjadi, Sasuke kembali memasang wajah datarnya. Gaara yang duduk di sampingnya hanya bisa memutar bola mata. Mereka tengah menonton televisi dengan canggung.
“Mau sampai kapan kau membisu?” Gaara mulai membuka suara.
Sasuke melirik, “Aku harus mencari hotel.” Ucap Sasuke sambil beranjak dari kursi.
Gaara menarik lengan Sasuke hingga kembali terduduk, “Tidak bisa, Itachi sudah menitipkanmu padaku. Jadi, mulai sekarang kau adalah tanggung jawabku. Jika terjadi sesuatu, maka aku yang akan dimarahi.”
Sasuke mencebik, “Kau pikir aku anak kecil?”
“Kau memang sudah tua, tapi tetap saja kau lebih muda dariku.” Ucap Gaara ambigu.
“Kau ini bicara apa?” Ketus Sasuke.
“Lupakan. Yang jelas, kau harus tetap tinggal disini.” Ucap Gaara bersikukuh.
Terdengar dengusan dari Uchiha bungsu itu, “Mana mungkin aku tinggal dengan orang asing.”
“Tadi kau bilang kau percaya padaku.” Kesal Gaara.
Sasuke mengangkat bahunya, “Aku sedang tidak sadar tadi.”
Perempatan siku muncul di dahi Gaara, “Jika saja kau bukan adik Itachi, mungkin aku sudah memukulmu sekarang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
KARMA (Hiatus)
Fanfiction~~ Begitu menyakitkan, ketika melihatmu pergi meninggalkan berjuta rasa perih yang hingga kini masih singgah di hatiku. ~~ Sequel dari oneshoot berjudul Broke, jadi sebelum baca cerita ini, readers dipersilakan untuk membaca Broke terlebih dahulu ag...