3. Fatih

364 16 3
                                    

Foto Cover oleh: Derick Santos dari Pexels

Jika mendengar kata "interseks" seperti apa sosok yang kalian bayangkan? Seorang waria dengan postur laki banget tapi berpakaian wanita?

Tidak, interseks berbeda dengan transgender. Interseks adalah orang-orang sepertiku yang kelaminnya secara anatomi ambigu: hermafrodit. Sementara transgender adalah orang-orang yang merasa dirinya bukan termasuk ke dalam gender yang disematkan pada mereka sejak lahir.

Aku adalah seorang wanita. Bahkan ketika hasil kromosomku berkata bahwa aku adalah pria, aku tahu memutuskan untuk hidup sebagai wanita adalah hal yang benar. Walau tak kupungkiri aku cenderung tomboy, tapi aku masih menyukai hal-hal yang layaknya disukai anak perempuan: boneka, pita, parfum, dan barang-barang lucu. Walau begitu, aku tidak utuh sebagai wanita, meski punya rahim, aku tidak akan pernah bisa mengisi rahim tersebut dengan darah dagingku sendiri.

Sulit menjelaskan hal seperti ini tanpa memancing rasa canggung dan aneh di banyak orang. Kebanyakan orang tidak akan paham harus bereaksi apa. Makanya, aku lebih memilih untuk menyimpan informasi ini rapat-rapat.

Jangan bayangkan aku seperti seorang pria berwajah cantik. Kau juga tidak akan menyangka aku seorang interseks jika berpapasan denganku. Ya, aku memang bertubuh jangkung dan atletis. Tapi kulit sawo matang dan lekukan feminim yang mulai ada sejak terapi hormonku dimulai membuatku tidak kalah dengan Marion Jola. Klaim pribadiku, sih, haha. Tapi intinya penampakanku adalah wanita. Hijrah menjadi seorang pria tidak pernah menjadi opsi buatku--walau ini memungkinkan.

Ada banyak variasi lain Swyer Syndrome di luar sana. Ada yang bahkan juga tak punya rahim dan vagina yang tampak tidak berkembang utuh menjadi vagina. Ada yang bertubuh atletis sepertiku, ada juga yang justru mungil karena juga kekurangan growth hormone. Satu hal yang sama pada kami semua, kami tidak punya 'bibit' untuk diwariskan menjadi generasi berikutnya. Mau memilih jadi wanita ataupun pria, kami tidak akan pernah bisa meneruskan garis keturunan kami, selamanya. Kami infertil, sebanyak apapun hormon sintetik yang kami minum.

---

"Mbak Dewi, tolong fungsi pencarian kemaren dievaluasi yak, execution timenya malah nambah ini. Perbaiki hari ini ya, CPU usagenya tinggi," tegas Mas Fatih, lead developer di timku.

"Eh iya, Mas. Baik."

Mas Fatih kembali ke mejanya di ujung ruangan. Pria berkacamata itu tampak kembali serius menatap layarnya. Dia sudah menjadi lead di tim kami selama setahun ini. Banyak yang mengeluhkan karakternya yang kuat dan perfeksionismenya dalam bekerja. Komentar-komentar pendeknya seringkali membuat baper para programmer junior. Tapi tidak ada yang berani membantah karena memang programming skills Mas Fatih di atas rata-rata.

Aku menatap barisan kode berlatar hitam di laptopku. Apa yang harus kuubah? Rasanya sudah maksimal. Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tak gatal. Bingung, ih!

"Wi, Wi," colek Gianluca yang duduk di sebelahku. "Kenapa? Mas Fatih asks apa?" Bule Italia dengan bahasa Indonesia dan Inggris gado-gado yang duduk di sebelahku bertanya penasaran.

"Biasa, kodeku ada yang ngaco."

"Ngaco?" mata coklatnya menyiratkan kebingungan.

"Mmm, not efficient enough. inefficiente," jelasku dengan bahasa yang tak kalah gado-gado.

Luca, panggilanku untuknya, menggeser kursinya lebih dekat denganku. Duh, si italiano ini hobi bener mepet-mepet. Aku sedikit risih dengan lengan berototnya yang berambut lebat bersinggungan sedikit dengan lenganku. Parfumnya yang beraroma woody menyeruak ke hidung.

Luca memperhatikan barisan kode yang kutulis sambil mengelus-elus jenggot tipisnya. "Hmm, coba kamu tambahkan saja instance di sini," katanya sambil menunjuk layarku.

[Tamat] Dewi Setengah DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang