5. Who likes me? (2)

157 18 7
                                        

"untukmu"

Haru tersenyum cerah hingga gigi putihnya terlihat jelas di mata Ara. Deg! Jantungnya berdegup kencang, matanya membelalak dengan apa yang Haru sodorkan detik ini. Bunga itu, bunga yang seharian ini mengganggu pikiran-nya. Datang kembali menampakkan diri.

Setangkai bunga mawar putih terlihat indah dimata Ara. Jelas rasa penasaran lainnya kian memudar, sudah cukup tergantikan dengan perlakuan kekasihnya, siapa lagi jika bukan pria tinggi itu, Haru. Selalu seperti ini, ketika sedang berhadapan dengannya, Ara seakan tertunduk patuh, larut dalam pesona. Padahal ada yang lebih penting dari sekedar perasaan yang menyimpang. Yaitu informasi pasti yang bisa membuat Ara tidak lagi menimbang keraguan dan bisa meyakinkan hatinya kembali.

Tidak. Dia tidak boleh seperti ini. Apa yang sudah ia tekadkan, harus segera ia lontarkan, sebelum Haru kembali membuatnya tambah jatuh hati kembali. Tangannya mengepal menahan rasa gerogi yang berada dalam diri. Tak lama kemudian suara Ara lepas setelah bungkam berkepanjangan.

"hm- haru-ah" suaranya terhenti, mata belo itu berkedip dengan menjalar menatap suatu hal, mencari ide yang mungkin bisa dijadikan pertanyaan awal mula untuk mengungkit masalah kemarin.

"kenapa?" bibirnya tersungging manis, tangan Haru terangkat menggapai rambut Ara dengan mengelus-nya berulang-ulang. "aigoo, kau imut sekali". Deg! Lagi-lagi hatinya berdegup kencang, beruntung hanya Ara yang tau kondisi hati-nya saat ini.

"Ada yang ingin ku bicarakan" ucapnya pelan, mata itu memandang lurus menatap bola mata kekasihnya.

"Apa?"

"Kemarin, bunga ini ada ditas mu, kenapa tidak langsung diberikan padaku?"

Haru terdiam, tangan yang sedari tadi mengusap gemas rambut pendek Ara, ditariknya dengan reflex. Ada sedikit getaran dihati-nya, sudah dia duga ada yang aneh dari diri Haru.

"Jawablah, hal itu sangat menggangguku" ulangnya tak sabaran.

Gemas, seakan ada yang menggelitiki perut Haru, tawanya membuncah riang, entah harus ia apakan kekasih-nya ini, jadi hanya karena itu ia mendiaminya seharian? Hatinya terenyuh ketika kerucutan bibir Ara menusuk relung hati dirinya. "Ah cantik" seru Haru sambil mengakhirinya dengan acakan rambut.

"Aih! Jawab, jangan hanya terus diam. Lama-lama aku sudah mulai berpikir negative nih" dihentakkan kakinya sebelah bersama dengan kedua tangan yang mengepal.

"Aigoo, jadi hanya karena telat kasih bunga ini? Aku kira ada apa. Ini kemarin aku tak sempat kasih, bukan karena lupa-" tangan haru memegang kedua bahu Ara, untuk bermaksud menenangkannya.

"Lalu?" cecar Ara tak sabaran.

"Sekarang aku tanya, apa kamu lihat secara jelas, bentukan bunga yang kemarin aku bawa?"

"hm- tidak"

Haru terkekeh, jelas kekasihnya bisa salah faham. Toh yang dilihat hanya para kelopak bunganya, tidak untuk daunnya, apalagi batang berdurinya.
"itu karena kamu tidak melihat bunga itu secara menyeluruh"

"Habisnya- terus didalam tas, memangnya kenapa?" tangannya menggaruk kikuk kepala yang sama sekali tidak gatal.

"Sudah jelas akan salah faham, kamu tau? Itu daunnya sama sekali tak berbentuk, yang aku selamatkan hanyalah si kelopak. Tidak untuk daunnya. Tadinya kupikir memberikannya dengan cepat akan membuatnya semakin terencana. Tapi ya- jadinya tidak signifikan. Maka dari itu Ara-ah, kamu terlalu berharga sampai aku tidak mau memberikan suatu hadiah yang cacat dari luarnya saja" penjelasannya entah kenapa sama sekali tak terbuai di dengarnya. Ia hanya ingin kepastian. Bukankah yang dijelaskan Haru sungguh sangat jelas? Tidak, bukan itu. Hanya saja yang dia inginkan adalah kebuktian apa yang ia lihat. Kalau untuk klarifikasi tanpa pembuktian. Ya siapapun bisa melakukannya.

WAKE ME UP!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang