1. My boyfriend's Haru

664 46 10
                                    

Haru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haru

June, 2014

Bau tanah akibat hujan deras tadi malam, menjadikan rumput dan dahan lainnya berlomba-lomba untuk mengeluarkan khas harum tumbuhan. Listrik yang sedari malam padam, sudah nyala kembali dikarenakan petugas yang mengerti akan butuhnya air warga untuk basuh tubuh kami. Kicauan burung sudah mulai terdengar, ini pertanda mereka sedang menyambut pagi sang mentari. Tetapi kenapa awan tetap mendung, apakah hujan kembali siap untuk turun? padahal subuh sudah lewat sedari tadi, namun tetap saja langit tak mendukung dan matahari pun tetap merenung.

Mengingat hari senin waktunya pemalasan itu datang menghampiri. Tidak ada yang salah dengan hari ini. Hanya saja jarak hari libur dengan hari kembali masuk itu beriringan, mungkin karena upacara dan waktu sesudah libur itu ada pada hari senin dan sepertinya semua murid benci hari ini. Apa mungkin guru lain juga?

Seperti biasa appa mengantar Ara berangkat sekolah dengan memakai motor kesayangannya. Motor jadul yang saat itu dia sesalkan untuk menyarankan menjualnya sejak dulu dan malah membeli motor baru kekinian. Waktu itu benak kata antik semakin mahal tidak terlintas di pikirannya. Pikir Ara, jikalau motor jaman dulu semakin lama pemakaiannya mungkin akan semakin murah. Dan rupanya malah sebaliknya. Bodoh. Batinnya. Tak begitu lama, motor appa sudah terparkir dihalaman pekarangan sekolah. Sekolah yang sangat ia cintai. Ara sebut tercinta, karena ini adalah awal kisahnya. Awal pembentukan pikiran AKAL BENALU

***

TAP TAP TAP
Suara derapan sepatu sol ini berdengung menyusuri koridor sekolah dan berhenti tepat di depan kelasnya, kelas X-B. Buru-buru murid lain diam seribu bahasa. Karena dering bel sudah sedari tadi melengking menyuruh kami masuk ke dalam kelas. Seperti pembelajaran biasa lainnya kami diminta untuk memahami alur demi alur yang beliau sampaikan saat ini. Tak ada satu orang pun yang bergeming. Melainkan hanya suara ujung pulpen yang terus bergesekan dengan lembaran kertas lainnya. Kami sedang mencatat rangkuman yang dijelaskan beliau detik ini. Entah mereka benar-benar memahami atau hanya pura-pura berkonsentrasi, yang jelas raut wajah kalian sungguh tidak bisa dibaca olehnya.

Sudah 3 jam berlangsung pembelajaran kami, tepat pukul jam 10 pagi, dering bel kembali berbunyi menandakan waktunya kami bebas melakukan aktivitas apapun. Dan tentu saja untuk hal positif, bukan untuk berkumpul di sekolah, apalagi sambil membuat kepulan asap bersama. Yang dimaksud adalah merokok massal. Tapi tetap saja, pria tetap pria. Hal buruk dan hal baik akan selalu mengikuti bukan. Tergantung cara kita menyikapi, apakah terus diam di tempat seolah tidak ada yang harus diperbaiki atau terus terjerumus dalam pergaulan bebas yang hakiki. Atau mungkin mengintropeksikan diri, tak ada yang tau betul soal ini, kecuali sang illahi.

Aneh, pikirnya. Disekolah mana pun merokok tetap dilarang. Tak ada satu pun sekolah yang membiarkan anak didiknya melakukan hal negatif, bukan berarti tanpa ada tulisan larangan, siswa bebas melakukan apa yang dia mau. Bukan begitu? dan terlebih kawasan sekolah ini jauh dari adanya pengawasan. Ara sebut jauh, karena bayangkan saja dari gerbang sampai tempat perkumpulan siswa perumpi ini mungkin terbilang sangat dekat atau malah teramat sangat dekat untuk melihat titik tempat segerombolan siswa yang hanya beradius 1/4 kilometer.

WAKE ME UP!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang