6. How feels it?

177 21 3
                                    

"aku bagimu itu apa?"

"teman"

"hanya itu?"

"hm- teman baik"

Baekyung tertunduk lesu, ada rasa sedih saat Ara hanya menjawabnya dengan singkat, namun teramat masuk ke dalam relung hatinya.

Nafasnya terasa berat, mendengarnya saja sudah cukup membuat lemas. Bagaimana jika ia mendapatkan sebuah penolakan, mungkin suatu hal akan terjadi.

Ara menatap jelas wajah itu, wajah yang seringkali ia lihat ketika Saemi putus cinta. Dan kali ini, dia melihat raut keputus asa-an pada diri Baekyung.

'mungkinkah?' batin Ara.

Blush! Pipinya tiba-tiba merona bersamaan dengan hati yang bergetar. Beruntung lampu balkon tidak menyorotinya. Dan Baekyung tidak bisa melihat dengan jelas wajah Ara yang kini seperti di makeover, merah padam.

"memangnya kamu berharap apa?" tanyanya hati-hati.

"aku berharap-," ucapannya terhenti, mengubah posisi untuk menatap dalam mata itu. Mata yang selalu ia rindukan, kapanpun dan dimanapun. Ia sangat mencintai sosok temannya yang sudah lama berada disisinya, terlepas dari semua yang ia berikan pada Ara seperti; pembelaan, perlindungan, dan perhatian, itu semua yang dia lakukan adalah ketulusan. Tanpa ada pemaksaan untuk menerima kembali isi hatinya. Benar bukan, cinta itu tidak bisa dipaksakan? bukan berarti berhenti berjuang, namun ada batasan yang dirasa perlu untuk berhenti. Dan kali ini, Baekyung rasa, ia belum diberi perintah untuk membatasi dirinya. Jadi tidak salah bukan, jika ia masih tetap terus maju walau terlalu banyak rintangan yang menghadang. Seperti perihalnya Haru, terus terang Baekyung frustasi dengan hubungan mereka, yang menurutnya terlalu cepat untuk berkencan.

"seperti apa yang kamu rasakan pada Haru" lanjutnya penuh harap.

Ara terkejut bukan main, wajahnya semakin merona atas sebuah pengakuan yang secara tidak langsung Baekyung ungkapkan. Tidak pernah sebergetar ini, Jantungnya terlalu berdetak cepat, hingga ia pegangi dadanya sambil mengatur pola nafasnya berulang-ulang. Dipalingkan wajah itu menatap gedung tinggi kota yang jauh dari tangkapan matanya.

Diam, baekyung menunggu jawaban dari mulut wanita itu. Tentu sama halnya dengan yang Ara rasakan. Bedanya, hanya ditambah dengan rasa khawatir.

Ara terbangun berdiri dengan canggung, berjalan sampai ditepi pembatas balkon. Ingin sekali berteriak kencang agar meredakan getaran dihatinya.

'tuhan, ini aneh, aneh.' Batinnya berkecamuk ria, detik ini Ara bahagia bukan main, jantungnya seakan menari-nari lepas tak terkendali. Ia tak pernah tau jika sedikit perkataan yang baekyung lontarkan, akan menjadikannya sebagai wanita tercanggung di dunia.

Tidak pernah sebahagia ini. Benarkah dirinya menyukai Baekyung? Benarkah ini bukan hanya sekedar perasaan sementara? Tetapi kenapa rasa ini tak pernah didapatkan dengan kekasihnya, Haru. 'tapi, sejak kapan?' akalnya terlalu lama berpikir keras hingga sebuah suara memecahkan isi pikirannya.

"tak apa tak usah dijawab." Seakan tau diri, alih-alih menunggu jawaban. Baekyung malah menarik kembali apa yang diuatarakannya, mungkin dirasanya belum tepat.

"Jika memang berat dijawab-"

"berharaplah" sahut Ara memotong ucapannya.

Baekyung terdiam, menatap punggung wanita itu dengan penuh harap. Apa yang didengarnya, seakan menggantikan keredupan yang ada dihatinya.

"berharaplah, kyung-ah" lanjutnya kembali. Baekyung senang, matanya memandang tak percaya. Apakah telinganya bermasalah? Tidak mungkin. Sudah jelas pendengarannya normal teramat jelas didengarnya, kali ini ia benar-benar ingin memiliki Ara seutuhnya. Tidak boleh ada lagi pria yang berani mendekatinya., dan sekarang ia merasa memiliki hak untuk bisa mengusir para pria yang menginginkan wanitanya, termasuk Haru. Bukankah jawaban Ara seakan dia menerima cintanya? Bukankah Ara sudah memberi lampu hijau untuk terus berdekatan dalam artian pendekatan awal? Tiba-tiba hatinya bergetar kuat. Ia senang hingga ingin memeluknya dari balik punggung itu.

WAKE ME UP!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang