Hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Aku berangkat bersama dengan teman-temanku dari kampus. Berulang kali aku mengembuskan napas berat, berharap semoga aku baik-baik saja. Setelah latihan dengan intensitas tinggi, harusnya aku sudah siap, kan?
Dalam perjalanan menuju gedung olahraga, aku berulang kali merapal doa anjuran dari bunda. Katanya, supaya aku diberikan ketenangan dan hasil yang terbaik. Dan seperti yang sudah-sudah, kalau sudah gugup begini, aku pasti banyak minum dan sering ke toilet. Entah sudah berapa lama aku menahan perasaan ingin kencing ini.
Begitu sampai gedung olahraga, aku langsung buru-buru mencari toilet dan menyelesaikan urusanku. Begitu selesai rasanya lemas sekali. Aku seperti kehilangan tenaga dan kepalaku agak pusing. Aku pikir, ini cuma efek menahan kencing terlalu lama.
Begitu masuk ke ruangan utama pertandingan, aroma kompetisi semakin terasa. Aku memandang sekeliling ruangan, bagian depan tribun sudah ramai dengan pendukung atlit yang berjuang hari ini. Di sebuah sudut, aku melihat Arka dan Nabila membawa sebuah baliho dengan nama dan fotoku yang terpampang besar sekali.
Seorang teman satu timku langsung menggodaku begitu melihatnya.
"Wah, fans kamu niat banget sampai ke sini ya," ujarnya.
"Haha, mereka memang suka norak gitu, sih." Aku tersenyum, menggelengkan kepala seraya melambaikan tangan pada Arka dan Nabila.
"Masih mending ada yang hadir, pacarku kuminta hadir aja nggak mau." Dia tertunduk lesu.
Aku menyemangatinya. Mengajaknya mengepalkan tangan sebagai tanda semangat. Dia tersenyum dan memintaku bersiap setelah melihat pelatih kami kembali dengan daftar pertandingan. Meski akan segera diumumkan, aku tetap penasaran mendapatkan urutan ke berapa dan harus bertanding di lapangan yang mana.
Aku bersiap dengan pakaian tarung lengkap. Menggunakan body protection dan chest protector yang hanya digunakan untuk atlit putri. Aku duduk di kursi peserta yang sudah disediakan, sambil menunggu panggilan. Aku mendapatkan sabuk dan pelindung berwarna merah.
Dalam pertandingan karate, salah satu kontestan menggunakan sabuk merah dan kontestan lainnya menggunakan sabuk biru. Pakaian yang digunakan untuk kompetisi pun, memiliki aturan yang cukup ketat yang telah disusun oleh WKF (World Karate Federation). Untuk yang menggunakan hijab pun, ada aturan khususnya. Pokoknya, lengkap deh.
Pertandingan pertama, adalah kumite putri kampusku dengan salah satu kampus negeri terbaik di kota Bandung, sebut saja kampus I. Atlit dari kampus I menggunakan hijab. Ia terlihat anggun, meski dalam balutan busana karate. Ia tidak terlalu tinggi, kutaksir tingginya sekitar 160 cm dengan bentuk wajah kecil. Kalau diperhatikan, ia tidak terlihat menakutkan.
Ketika wasit meniupkan peluit tanda dimulai, atlit dari kampus I tadi langsung menyerang dengan begitu cepat. Gerakannya agresif sekali. Ia tidak sedikitpun memberikan kesempatan atlit dari kampusku untuk maju menyerangnya.
Berkali-kali kulihat ia berhasil menyudutkan lawannya, sampai sang lawan hampir terjatuh. Aku pun menahan napas setiap kali melihat atlit kampusku kewalahan dengan agresifitasnya.
Jelang tiga puluh detik terakhir, atlit dari kampusku mulai terlihat lebih agresif. Terbukti dari dua poin terakhir yang ia dapatkan saat menyerang bagian ulu hati dan kepala sang atlit kampus I.
Kami menyemangati rekan kami yang sedang bertarung dengan yel-yel kebanggaan kami.
Tanpa terasa, waktu pertandingan yang hanya dua menit terasa begitu cepat, awalnya terasa begitu lama, namun begitu atlit dari kampusku berhasil memutar balik permainan, pertandingan jadi berjalan begitu cepat. Atlit kampus I tadi berhasil memenangkan pertandingan pertama dengan skor 3-2.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yang berlalu di matamu
General FictionAzura mengalami labelling parah sejak ia masih di sekolah dasar. Kala itu, ia menghajar seorang anak laki-laki yang mempermalukannya di sekolah. Sejak saat itu, labelling "gadis liar" melekat pada dirinya bahkan hingga SMA. Sayangnya, orang-orang ha...