Mars 2

1.9K 212 18
                                    

12 tahun silam

Semua bermula dari rencana kepulangan kami ke Korea setelah dua tahun menetap di negeri tirai bambu. Ayah kembangkan jaringan bisnis dan kekuasaannya di tanah kelahiran ibu— Xiao Tian, wanita cantik blesteran Cina-Inggris. Namun kondisi Jungkook yang belum pulih dari typus tak memungkinkan untuk ikut dan terpaksa tinggal ditemani ibu.

Masih kuingat manik bambi si pemilik wajah bak pinang dibelah dua dengan ibu, menatapku dengan binar bahagia. Adikku pamerkan die cast combi tomica, kado ulang tahunnya yang keenam.

"Hyung, ayah belikan Kookie mobil kodok," pamernya tunjuk replika Volkwagen padaku.

"Wow, keren. Buat hyung saja ya, Kookie boleh ambil lima koleksi Hotwheels hyung, deh."

Jungkook yang masih terlihat pucat dan bersandar di headbed nampak berpikir menimbang tawaranku.

"Hyung mau membodohiku, ya?" tanyanya mengejek. "Kata ayah, mainanku limited edition dan harganya mahal."

Astaga, adikku bukan bocah yang mudah dikibuli rupanya. Karena gemas, spontan aku mengacak rambut hitamnya yang segera mendapat penolakan.

"Ish, jangan! Berantakan nih."

Yasalam. Saat sakit pun dia masih memikirkan style rambutnya.

Namun kebahagiaan itu mendadak berubah ketika kami berpamitan, Jungkook merengek ingin ikut dan tangisnya pun pecah. Ibu merayu dengan segala iming-iming agar si bungsu mau melepas pelukannya pada ayah namun tidak juga berhasil. Untungnya usapan lembut dan lullaby yang dinyanyikan ayah berhasil meninabobokannya. Dengan hati-hati ayah turun dari ranjang setelah sebelumnya mengecup pelipis Jungkook yang sesekali masih terisak kecil membawa tangisnya dalam mimpi.

"Tenanglah, anakmu rewel karna belum sehat saja." Ibu mencoba memberi pengertian saat ayah terheran dengan sikap bungsunya yang tak biasa.
Ya, aneh saja.
Kami terbiasa dengan Jungkook si periang dan pembawa keceriaan dalam keluarga. Dia anak yang mudah diberi pengertian dan tak pernah semanja ini.

Dengan berat hati ayah tinggalkan kamar namun lagi-lagi berbalik untuk mendaratkan satu kecupan lembut di kening kesayangan sebelum berlalu.

"Semoga little dragon tak berulah lagi," bisik ayah sambil memeluk erat ibu.

"Tenang saja. Aku kan pawang dragon. Kau saja bisa kutaklukkan," jawab ibu yang segera mendapatkan ciuman sayang dari ayah.

Akhirnya hanya ibu yang mengantar kepergian kami dengan pelukannya yang hangat dan aroma lily yang menenangkan.

"Kau hanya pergi dua hari, Sayang. Ayo lepaskan pelukannya. Namjoon Hyung menunggu giliran loh," canda ibu ketika aku enggan melepas dekapanku.

Entahlah, ada rasa yang tak bisa kujabarkan, seperti ada sesuatu yang akan terjadi tapi aku tak tahu apa namanya.

.
.
.

Tiga hari berlalu, kami kembali ke Cina disambut malam tak berbintang. Rasanya tak sabar bertemu dengan Little Dragon dan ibu yang kurindukan.

Tapi... Semua sirna.

Kondisi rumah yang temaram tanpa seorang pun membukakan gerbang menimbulkan kegelisahan yang segera menyeruak di hati. Lalu, semua ketakutan terjawab saat kami menemukan pintu terbuka dengan beberapa penjaga tergeletak bersimbah darah di teras rumah.

Ayah menghambur ke dalam setelah sebelumnya melarangku dan Namjoon hyung masuk. Kami diharuskan menungggu di luar bersama paman Jang.
Namun diam-diam aku dan kakakku pergi menuju kamar ibu saat paman Jang sibuk menginstruksi pengawal memeriksa keadaan.

Sepi, tak kudapati sosok wanita yang melahirkanku di kamarnya.

"Sayang, TIDAK! XIAO TIAN."

Namjoon hyung mengamit tanganku, menuju asal teriakan itu. Seketika bau anyir menyapa penciumanku yang berasal dari kamar Jungkook. Berbekal penerangan dari lampu luar, aku melihat pemandangan yang akan selamanya terekam dalam memori.

Di keremangan, kutemukan ayah bersimpuh, terisak memeluk tubuh Jungkook yang tak bergerak dan siluet ibu tergeletak di lantai.

"Ibu ... Tae pulang. Tolong, bangunlah Bu."

Kurasakan tangan Namjoon hyung menarikku dalam pelukannya dan kami menangis bersama.

Kuharap semua ini hanya mimpi ...

.
.
.

Jungkook tersadar dua hari kemudian, dan hal pertama yang ditanyakan adalah mainan Volkwagen yang hilang entah di mana.

Tak ada yang berubah darinya, dia tetap Jungkook bocah enam tahun yang menggemaskan. Kecuali dua ingatan yang raib dari memorinya— saat tragedi itu dan sosok ibu yang dalam pikirannya telah meninggal ketika melahirkannya.

SETAHUN SETELAH KEJADIAN

Malam yang sama tanpa bintang ditemani semilir angin musim semi di Korea. Dua belas bulan sudah kami kembali ke tanah kelahiran, memulai lembaran baru dan mengubur kenangan kelam itu, demi ingatan baru Jungkook.

Tart berhias tujuh lilin warna-warni yang berjajar telah siap di tangan Namjoon hyung. Ayah mengetuk pintu kamar, membukanya dan berucap "surprise" dengan lantang.
Namun keadaan berbalik, kami lah yang diberi kejutan saat menemukan tubuh Jungkook tergeletak di lantai dengan darah mengalir dari pergelangan tangan.



tbc
18112019

Pendek-pendek ya :")
Bry ajak flashback dulu dua episode biar ngga bingung.
Makasih...

MARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang