Mars 5

1.5K 200 61
                                    

Enam kali sudah pemilik wajah stoic itu bergerak gelisah di delapan menit duduknya, hela napas kasar lalu menggoyang kaki kanannya yang menyilang dan bertumpu di paha kiri. Sepertinya, ini cara kak Namjoon melepas beban hati.

Ayah dan aku sudah memberinya pengertian bahwa dia tak bersalah, toh tidak ada yang mengira bila si pengkhianat itu sisi lain Jungkook— tapi lagi-lagi kakak berdalih jika seharusnya dia mengenal postur tubuh adiknya sendiri.

Hmm, dasar keras kepala!

Untuk sementara kudiamkan saja. Semoga saat tenang nanti dia bisa berdamai dengan dirinya sendiri.

Kak Namjoon ditakdirkan lahir dua tahun lebih dulu dariku. Dia sosok yang sangat melindungi adik-adiknya, memperlakukanku dan Jungkook layaknya balita yang tak mampu menjaga diri.

Terkadang, dia bersikap seperti seorang ayah dan melupakan posisinya sebagai sesama anak.
Lagipula aku tak bisa berkutik bila dalil yang mengatasnamakan sayang dan status kakak sebagai pembenaran sikapnya. Terlebih setelah peristiwa tragis itu dia tidak pernah melepas pandang, mengutus beberapa orang mengawasi setiap gerak-gerik kami.

Pernah suatu hari sahabatku Hoseok mendapat surprise yang takkan pernah dilupakannya, diringkus ala kriminal oleh pengawal baru kak Namjoon karena berjalan mengendap-endap ingin mengejutkanku. Untung saja dia tidak trauma berteman denganku.

Aku iri pada Jungkook.
Sungguh, dia sangat beruntung. Anak itu ahli mengelabui orang suruhan kakak padahal dia lah alasan utama perlindungan ini dilakukan.
Tinggallah aku yang harus rela menerima perlakuan 'istimewa' si pemilik wajah minim ekspresi.

Hal yang sama dilakukan ayah. Beberapa kali kudapati beliau menghela napas namun tetap terlihat tenang walau gurat kecemasan tak bisa berdusta. Jemarinya enggan melepas genggaman pada tangan lemah Jungkook yang masih berpetualang di alam bawah sadar. Harus kuakui di usianya yang lebih setengah abad ayah tetap terlihat gagah dan menawan.

Aku dan kak Namjoon mewarisi sebagian besar ketampanan ayah, sedangkan Jungkook sangat mirip ibu. Sebenarnya kami bertiga sama gantengnya, hanya saja yang bedakan adalah kulit Jungkook paling cerah, dan miliki gigi kelinci yang menggemasakan.

Ayah adalah teladanku.
Sosok tegas berwibawa yang tak pernah tunjukkan sisi lemahnya kecuali untuk seorang little dragon dan pada peristiwa dua belas tahun silam yang menoreh luka.

Jungkook ...
Dia tiga tahun lebih muda dariku. Ia anak yang ceria walau kadang bandel dan tak pernah mau kalah. Kemampuan bela dirinya salah satu yang terhebat dalam kelompok kami, setara dengan kak Namjoon. Bungsu kami tak pernah gentar melawan musuh-musuhnya selama ia tetap menjadi Lee Jungkook.

Ada kalanya sisi lain bernama Jimin menguasai tubuh Jungkook, dan hidup kami tak pernah tenang.

Sering kami temukan sosok Jimin yang begitu manis, lembut dan penurut hingga aku berharap Jungkook akan semenggemaskan itu.
Namun Jimin, ia begitu rapuh dan selalu menganggap kematian ibu karna ulahnya. Bila masa itu tiba, berbagai cara akan Jimin lakukan untuk mengakhiri hidup.

Pernah kami dapati Jimin dalam tubuh Jungkook meregang nyawa dalam usahanya menggantung diri, atau mulut penuh busa karena overdosis. Bila aku tak salah hitung, dua kali sudah kami dapati ia mendekati ajal bersimbah darah karena menyayat nadinya.

•••

"Hei, Little Dragon ayah sudah bangun."
Ah, rupanya Jungkook sadar. Bocah itu begitu menggemaskan kalau berekspresi seperti itu.

"Ayah, Kak! DUCATIKU! Aku meninggalkannya di kafe."

Demi Tuhan, syukurlah dia Jungkook.


"Tenang, ayah akan suruh paman Jang ambil."

"Tapi, Yah—" protes Jungkook bergegas duduk dan rintih kesakitan terdengar setelahnya.

"Aku kenapa? Ini sakit sekali, Yah," tanya si bungsu meraba luka berbalut perban di perutnya.

Suara debum pintu terdengar dan sosok Namjoon berlalu tergesa meninggalkan ruang rawat. Taehyung berusaha menyusul namun tatapan Lee seakan berkata menghentikan langkahnya.

Taehyung anggukan kepala bimbang, melihat sekilas pintu yang telah ditutup oleh pengawal yang berjaga di luar.

"Kak Namjoon kenapa?" tanya Jungkook memohon jawaban.

"Mungkin mau ke toilet," jawab Taehyung asal seraya duduk di tepi ranjang.

"Tapi di sini kan juga ada?"

"Mungkin kakakmu cari tempat yang sunyi. Kau tau kan, kakakmu itu kalau mau setor harus di tempat yang sepi." Kali ini Lee yang menjawab.

Yang termuda ber-oh ria sambil anggukan kepala, percaya. Dengan segera perhatiannya kembali ke motor kesayangan.

"Ayah, cepat suruh paman Jang ambil motorku! Aku takut seseorang mencurinya," rengeknya mendorong tubuh Lee isyaratkan untuk pergi.

Sang ayah menghela napas, kumpulkan banyak sabar walau sudah biasa diusir si bungsu. Tak tahukah anak ini bila ayahnya sosok penguasa yang disegani? Tak seorang pun berani memperlakukan dirinya seperti ini.

"Yakin nih mau ayah pergi?"

Jungkook mengangguk mantap.

"Biar Kak Tae saja yang temani."

"Ok, ayah pergi. Jangan cari ayah, ya."

Lalu pria gagah itu pun berlalu tinggalkan kakak beradik yang saling tatap dengan senyum tipis menghias wajah keduanya.

Puluhan menit berlalu, Taehyung dengan buku tebalnya duduk nyaman di samping Jungkook yang mulai gelisah.

"Kak! Apa buku itu lebih mengasyikan dariku?"

Taehyung tutup bukunya dan letakkan di nakas samping kirinya.

"Sebenarnya enggak, tapi gimana lagi. Kakak harus menguasai semua kasus penyakit psikotik baik itu gangguan mental organik, skizofrenia, bipolar, depresi dan banyak lagi," jelasnya seraya menatap mata bambi yang membola takjub.

"Wah, aku bisa gila kalau harus mempelajari itu semua."

Reflek Taehyung tertawa hingga terhenti saat didapati wajah muram Jungkook.

"Kenapa, Jung?" Usap lembut rambut kesayangan.

"Apa aku mengidap salah satu yang kau sebut tadi?"

"Kenapa berpikir seperti itu?" tanya Taehyung berusaha keras sembunyikan getar resah dalam suaranya.

"Aku yakin ada yang salah denganku. Yakin deh, tadi aku ada di kafe menunggu temanku dan bertemu Kak Hoseok."

"Hoseok? Teman kakak?" tanya Taehyung unjuk telunjuk ke wajah kagetnya

"Iya, Hoseok yang ceriwis itu. Dia yang membayar coklat hangatku. Oh, dia—"

"Kenapa Jung?" tanya Taehyung penasaran. Jungkook tak juga lanjutkan ceritanya malah terpekur diam membeku.

"Jung?"

Brugh

Taehyung terjerembab ke lantai, Jungkooklah pelaku pendorong tubuhnya. Lelaki muda itu nampak lepas paksa infus dan berlari menuju pintu.

"Jung!" panggil Taehyung menahan laju Jungkook yang berbalik dan tampilkan seringai di wajahnya.

"Hallo Lee Taehyung. Nice to meet you."



tbc
23112019

Setelah ini seperti nya slow update. Fokus ke The Albarka dulu.

Makasih sudah mampir

Masih adakah yang bingung?

MARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang