Senja

73 4 0
                                    


Sama seperti kamu yang selalu membuatku nyaman saat didekatmu meskipun aku tahu kalau aku nggak akan bisa menggapaimu, jadi sudah cukup untukku bisa melihatmu.

--Dito--


Aku masih duduk diatas rerumputan taman sambil memandangi langit yang keemasan. Cahaya kilauan senja yang keemasan memberikan kenikmatan tersendiri bagi ku. Ya, aku selalu menunggu datangnya senja dan aku sangat menikmati setiap detik waktu ketika memandanginya. Aku selalu menunggunya dan menikmati kecantikannya hingga hilang tenggelam.
"Dara!"
Aku menoleh ke sumber suara. Kulihat Dito berjalan mendekatiku dengan gitar ditangannya. Aku yang kesal padanya langsung berpaling dan menikmati kembali senjaku.
"Senjanya kok belum pulang?” tanya Dito dengan tampangnya yang menyebalkan.
Derap kaki yang semakin mendekat. Aku menoleh kembali ke arahnya dengan tatapan yang sinis nan tajam, aku kesal padanya karena mengingkari janjinya untuk melihat senja bersamaku.
"Ngapain kesini? Katanya lagi nggak mau digganggu." tanyaku ketus.
"Iya deh maaf, udah ya ngambeknya" bujuk Dito sambil memelas.
"Sorry, lo siapa ya? Gue nggak kenal sama orang yang suka ingkar janji."
"Ih gitu banget lo sama gue. Maaf gue salah. Gue janji nggak bakalan gitu lagi. Udah ya ngambeknya hmm." ucap Dito memelas sembari  memegang lenganku.
Ngeliat tampang Dito yang melas sekaligus imut itu bikin gue nggak tega lama-lama ngambek sama dia dan akhirnya gue nyerah dan maafin dia.
" Hufft. Oke gue maafin, udah deh nggak usah masang tampang melas lagi." ucapku.
Dito langsung duduk disebelahku dan ikut menyaksikan senja yang hampir menghilang itu.
"Dar."
"Hm?"
"Dara." panggil Dito lagi.
"Apa?"
"Kalau di ajak ngomong tuh hadap ke orangnya dong."
"Ish apasih Dito Antonio." ucapku sembari menatap Dito.
"Gue mau nanya."
"Iya apa?"
"Gini, gue masih nggak ngerti kenapa sih lo suka banget sama senja?" tanyanya serius sembari menopangkan dagunya dan menatapku.
“Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya?”
“Ish serius dong. Ente kadang-kadang ente.”
"Ya suka aja." jawabku singkat.
"Alasannya?"
"Ya nggak ada. Suka aja."
"Ya alasannya apa?"
"Emang kalau suka sesuatu harus pakai alasan gitu."
"Ya nggak juga sih. Gue heran aja kok lo bisa-bisanya suka senja sampai segitunya."
"Yah karena senja itu cantik. So? Apanya yang aneh. Udahlah yuk pulang, senjanya udah ilang juga."
"Masak sih cuma gitu doang? Gue masih nggak percaya ada orang yang suka banget sama senja sampai tiap hari mandangin senja sampai ilang. Lo bisa kan suka coklat atau blueberry, bukannya senja yang jauh dan nggak akan pernah bisa digapai maupun mencium aromanya.’’
"Udah deh Dit, gue males debat sama lo. Gue rasa gue nggak perlu jelasin panjang lebar sama lo kenapa gue suka senja, yang mesti lo tau setiap kali gue liat senja gue ngerasa nyaman. Udah ya cukup debatnya." tutup ku.
"Oi Dit ayo pulang. Gue tinggal nih ya." teriakku pada Dito yang masih diam di tempat.
"E..Eh bentar dong. Tunggu." ucapnya sembari berlari ke arahku.
" Lo ngapain sih ngelamun dari tadi. Pamali tahu mana udah sore."
"Lo takut ya gue kenapa-napa." ucap Dito menggoda.
" Apaan sih lo Dit. Jangan ngadi deh." ucapku sembari meninggalkan Dito.
"Eh tungguin dong. Jangan ngambek lagi." ucap Dito sembari berjalan mundur di depanku.
"Yang bener kalo jalan."
"Siap komandan." ujar Dito sembari meletakkan tangannya di pelipisnya seperti posisi hormat dan berjalan di sebelahku.

 Friend ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang