𝙪𝙣

22 2 0
                                    

"Sebenarnya," Mulai ku, "apa sih yang terjadi sebenarnya sampai kita ada di posisi ini?"

Ika yang juga terlihat sama shocknya dengan aku hanya mengangkat bahu tanpa mengeluarkan satupun kata dari mulutnya, mata masih terkunci pada anak-anak basket yang sedang bermain di lapangan.

"Mau diingatkan?" Ejek Kak Jun selagi berlari ke arah ring dengan sebuah senyum menyeringai di wajahnya. Aku hanya menghela nafas kekalahan dan menggelengkan kepalaku lalu melihat ke arah Ika.

"Kita harus bisa melakukan sesuatu mengenai ini!" Dia melihatku dengan bingung, "Masa kita kehilangan waktu menggunakan lapangan basket ini gara-gara kalah suit! Yah nggak boleh begitu dong!"

Teriakku, sebal. Aku tidak berpikir bahwa akan ada yang mendengar keluhanku itu. Tetapi sepertinya aku salah. Aku melihat salah seorang dari pemain basket itu melihat ke arah kami.

Lalu pada saat itu lah pemain basket itu berhenti bermain lalu berjalan ke arah tempat aku dan Ika sedang berdiri.

"Oke." Ujarnya. Aku pun memasang wajah tidak mengerti dengan harapan dia akan tetap tahu apa yang sedang aku ingin beri tahu padanya. Dia pun tertawa, "Kita main sekali lagi. Kalau aku menang, kami boleh memakai lapangan ini sampai akhir bulan ini.

Kalau kalian yang menang, jatah kalian kami kembalikan. Bagaimana?"

Dia menawarkan tangannya padaku dan aku pun menatap tangannya itu. Berpikir dalam hati mengenai tawarannya itu, memang sih kalau menang jatah kami akan kembali. Tapi kalau tidak?

Sebelum aku bisa mengatakan apa-apa, tiba-tiba bel masuk kelas pun berbunyi. Yang berarti kita harus kembali ke kelas masing-masing sekarang juga. Sekolah ini memang agak terlalu disiplin. Tapi kalau tidak, pasti pada saat ini juga aku sedang memikirkan mengenai dua pilihan tadi.

Talking about saved by the bell huh?

"Sepertinya ini waktunya aku pergi," Ujarku, "Bye!" Dan dengan itu pun aku lari, menarik Ika bersamaku, dan menuju kelas selanjutnya kami pergi.


"Tidak terpikir olehku bahwa kita akan harus kehilangan jatah lapangan sampai akhir bulan! Aku pikir ini hanya tantangan sekali berlaku yang bercandaan." Keluhku pada teman sebangkuku.

Diana Santoso. Atau Ana singkatnya.

Helaan nafas panjang keluar dari mulutnya. Senyum kecil terbentuk di bibirnya.

"Eli, Eli." Bisiknya ke dirinya sendiri, "Bagaimana kalau nanti aku carikan cara agar kamu bisa ambil kembali tuh jatah lapangan untuk sebulan ini?" Tawarnya tiba-tiba.

Mataku langsung terbuka lebar dan sebuah senyum terbentuk di wajahku, "Beneran ada?!" Tanyaku senang. Dia menyuruhku untuk mengecilkan suaraku dan aku pun mengulangi pertanyaanku tapi dengan suara lebih kecil, "Benaran ada?"

Dia mengangguk.

"Tapi biarkan aku tanya pada dia dulu. Apa dia mau membantu atau tidak. Oke?" Aku mengangguk dengan semangat. Ternyata hari ini tidak seburuk itu, "Sekarang fokus dulu sana dengan pelajaran. Aish, ke sekolah tuh belajar."

"Hehehe."

Lalu, dengan itu pun percakapan kami berakhir dan kami melanjutkan mendengarkan penjelasan bu guru di depan kelas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bola & SepatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang