MAPLE#17

290 22 0
                                    

Eleta sudah terbangun dari tidurnya. Seperti biasa, para asisten rumah tangga menyambut pagi Eleta. Eleta menuruni anak tangga dan berhenti di lima anak tangga terakhir. Ia melihat Tania yang sudah memegang koper di tengah para asisten lain.

Bayang-bayang memorinya tentang Tania yang selama ini selalu bersamanya tiba-tiba muncul. Hari di mana Eleta selalu marah dengan Tania atas kesalahan asisten lain, tetapi Tania selalu menghapus air matanya ketika ia sedang bersedih.

Tania begitu berarti di hidup Eleta meskipun Eleta tidak pernah menunjukkannya. Eleta selalu ketakutan jika ia tidak melihat Tania, dan merasa terancam jika Tania tidak di sisinya. Sekarang, Eleta akan merasakannya untuk waktu yang lama. Mungkin.

"Sarapan sudah siap, pakaian dan kelengkapan lain yang akan Nona pakai hari ini juga sudah siap, Elgan akan bersama Nona sepanjang hari," ucap Tania.

Eleta tidak berkedip menatap Tania. Elgan, Tania, dan asisten lain bingung apa yang terjadi.

"Kapan lo pergi?"

Pertanyaan yang keluar dari mulut Eleta sontak membuat mereka semua merinding. "Sepuluh menit lagi saya berangkat, Nona."

Eleta memalingkan pandangannya sambil berkedip berkali-kali. Ia merasa matanya tiba-tiba memanas. "Cepatlah pergi."

Setelah mengatakan itu, Eleta membalikkan tuubuhnya dan kembali menaiki tangga menuju kamarnya. Tania, Elgan, dan semua yang menyaksikan itu terkejut terheran-heran.

Tania menatap pelayan khusus untuk sarapan Eleta. "Antarkan sarapan ke kamar Nona. Suasana hatinya sedang buruk. Tolong jangan membuat kesalahan," pinta Tania dan langsung diangguki oleh mereka.

Tania maju ke depan, lalu menatap seluruh asisten dengan serius. "Saya akan pergi. Tolong jaga Nona dengan baik. Pastikan dia makan dan tidur dengan teratur. Perketat keamanan rumah. Jadikan keselamatan Eleta prioritas utama. Saat saya kembali, saya ingin melihat kalian semua. Jangan ada yang pergi lagi."

Ucapan Tania sangat menyentuh, membuat mata para asisten berkaca-kaca. Elgan pun tampak tak siap ditinggal Tania.

"Bagaimana jadinya kami tanpa, Madam?" tanya salah seorang asisten.

"Kalian harus jadi pekerja yang lebih keras. Ada atau tanpa saya kalian harus bekerja dengan baik," jawab Tania.

Tidak ada lagi yang membuka suara. Tania pun bersiap untuk pergi. "Kalau begitu saya pergi. Jaga diri kalian, jangan sampai sakit."

Tania melenggang pergi dari hadapan semua asisten. Elgan menghela napas panjang sambil menutup mata. Kemudian mengikuti Tania dari belakang.

Mobil Tania sudah siap. Ia pun berjalan sambil membawa kopernya menuju mobil. Elgan mengambil koper Tania dan memasukkannya ke dalam bagasi.

"Gue pergi," ucap Tania. Namun, tidak digubris oleh Elgan.

"Gan," panggil Tania.

Elgan menghela napas lagi. Namun, ia tetap tidak menjawab Tania. Ia hanya menatap Tania sebentar. Lalu, beranjak meninggalkan Tania, masuk ke dalam rumah.

Tania menghela napas pasrah. Ia tahu Elgan masih marah kepadanya. "Gue lakuin ini untuk Eleta juga. Lo akan tahu nanti."

Tania membuka pintu mobil. Saat hendak masuk ke dalam, ia sebentar menatap kamar Eleta, lalu tersenyum. "Lo selalu sembunyi waktu sedih. Maaf, gue enggak bisa hapus air mata lo untuk saat ini. Tapi, gue bakal pastiin lo enggak akan nangis lagi untuk waktu yang lama."

Tania pun masuk ke dalam mobil, menghidupkan mesin, lalu melaju meninggalkan kediaman Eleta.

Tanpa ada yang menyadari, Eleta mengintip Tania dari jendela kamarnya. Dari balik gorden, air matanya meluruh melihat kepergian Tania.

"Sebentar atau lama, ditinggal lo adalah hal paling menyakitkan setelah kehilangan Mama," lirih Eleta di dalam kesedihannya.



🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁



Elgan memanggil Eleta agar segera ke ruangan Tania. Saat sampai, Eleta dibuat bingung dengan tiga orang cowok asing berjas seperti Elgan.

"Mereka adalah pengawal baru Nona yang ditunjuk oleh Tania. Rio, Jerry, dan Jeno," ucap Elgan menjelaskan keempat cowok itu.

"Mereka enggak punya mulut sampai harus lo yang ngomong?"

Jerry, cowok berlesung pipi dan memiliki tubuh lebih rendah dari yang lain itu langsung mendongak menatap Eleta. Ia terkejut dengan ucapan Eleta yang sangat pedas.

"Pedes boy kayak balado," bisik Jerry seenak jidat. Jeno yang berada di sebelahnya langsung menyikutnya.

Suasana hati Eleta yang sudah buruk karena kepergian Tania, kini semakin memburuk karena Tania tiba-tiba menambah jumlah pengawal. Eleta tidak suka Tania memutuskan sesuatu sendiri. Apalagi pengawal akan sangat dekat dengannya.

Eleta pun langsung menelepon Tania.

"Halo, Ta."

"Kenapa lo nambah PENGAWAL!" Eleta memekik saat mengatakan "pengawal".

Jerry spontan loncat karena begitu terkejut. Teman-temannya yang lain pun sama terkejutnya. Mereka tidak menyangka Eleta ternyata semengerikan ini.

"Cuma itu yang bisa gue lakuin. Mereka bakal bantu Elgan jagain lo."

Tanpa membalas ucapan Tania, Eleta langsung mematikan telepon secara sepihak. Ia menatap pengawal baru satu per satu dengan tatapan tajamnya. Emosinya sedang membara sekarang.

Eleta menghela napas panjang. Ia mencoba mengontrol emosinya sejenak. "Siapin mobil baru untuk mereka," ucapnya pada Elgan.

Elgan menganggukkan kepala. Eleta hendak melangkah pergi. Namun, ia menatap ketiga pengawal barunya sekali lagi. "Jangan buat Eleta yang biasanya makan nasi jadi makan manusia, oke?"

Jerry, Rio, dan Jeno menengguk ludahnya dengan susah payah. Perkataan Eleta benar-benar membuat bulu kuduk mereka berdiri. Eleta tidak memedulikan mereka, ia langsung melenggang pergi tanpa rasa penyesalan.

Rio menatap kepergiaan Eleta dengan perasaan gelisah. "Gue ramal umur kita enggak panjang. Malaikat pencabut nyawa ada di depan mata."









🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Ada yg mau nambah julukan Eleta?

Btw, makasih udah sempatin baca 😍

사랑해 💜

EletaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang