MAPLE#16

308 24 4
                                    

"Lo kenapa bisa ketemu sama mereka?" tanya Eleta sambil mengobati luka di wajah Elgan.

"Saya kira Nona diculik."

"Enggak, tuh. Gue enggak dapat teror apapun hari ini. Tadi, gue keluar karena bokap gue tiba-tiba pulang," sambung Eleta.

"Berarti mereka memang mau habisin saya sebelum celakai, Nona."

Tangan Eleta seketika berhenti bergerak. Mendengar itu membuat Eleta merinding. "Enggak ada yang celaka dan tamat di sini. Apapun dan siapapun milik Eleta akan selamanya jadi milik Eleta."

"Jadi, saya milik Nona?" goda Elgan.

Eleta memelotot. "Apa?"

"Tapi tadi Nona bilang, apapun dan siapapun milik Eleta akan selamanya jadi milik Eleta."

Eleta terbengong, matanya berkedip beberapa kali. Bibirnya tiba-tiba bergetar untuk menjawab. "Iya ... maksudnya lo pengawal gue, punya gue."

Elgan tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi lucu Eleta dan jawaban geroginya. Merasa dipermainkan, Eleta menekan luka Elgan dengan kuat. Elgan yang tadinya tertawa berubah meringis kesakitan.

Argh-argh!

"Sakit, Nona," lirihnya.

"Emang gue pikirin!"

Karena kesal, Eleta langsung berhenti mengobati Elgan, padahal belum selesai. Ia pun membereskan barang-barangnya dan hendak meninggalkan Elgan.

Namun, baru berapa langkah, ucapan Elgan membuat kaki Eleta berhenti melangkah.

"Makasih ... udah obati saya, Nona."

Bibir Eleta hendak mengembang saat mendengar ucapan Elgan. Namun, Eleta menahannya sekuat tenaga dan hanya membalas dengan deheman. "Hm."

Setelah itu Eleta melanjutkan langkahnya dengan cepat. Meninggalkan Elgan yang masih terduduk di tempat. Ia menyandarkan tubuh saat sampai di mobil. Ia memegang dadanya, merasakan jantungnya yang berdebar kencang.

"Jantung gue?"

"Enggak!" Eleta menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Jangan gila Eleta! Jangan gila!" Ia menggerutu sambil masuk ke dalam mobil.







🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁






"Kok lo lepas tanggung jawab sih, Tan!"

Suara Elgan terdengar meninggi dengan Tania. Di ruangan kerja Tania, Elgan marah setelah mendengar sesuatu yang dikatakan Tania.

"Bukan lepas tanggung jawab. Gue juga enggak bisa apa-apa di sini. Ibu panti gue sakit. Gue harus gantiin posisinya sementara sampai kondisinya membaik."

"Terus Eleta?" tanya Elgan. "Lo pikir gue bisa jaga dia sendirian, Tan? Lo aja minta bantuan gue, tapi kenapa lo malah nyuruh gue jaga Eleta sendirian? Lo tahu tadi gue hampir mati dikeroyok lima belas orang?"

"Terus gue harus gimana? Gue juga bingung!" pekik Tania sambil memegangi kepalanya yang terasa berat.

"Situasi lagi genting. Keselamatan Eleta benar-benar lagi di garis merah. Kalau kita pencar, mereka bakal lebih gampang buat celakai Eleta. Lo mikir sampai situ enggak sih?"

Tania menghela napas panjang. Dirinya tahu tentang apa yang dikatakan Elgan, ia sangat paham. Hal itu yang membuatnya dilema saat ini. Antara Eleta dan ibu panti, Tania susah untuk memilihnya.

"Kenapa berantam gara-gara gue sih?"

Elgan dan Tania kontan menoleh ke arah pintu. Mereka terkejut saat melihat Eleta yang tengah bersandar manis di ambang pintu sambil membersihkan kuku.

EletaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang