Chap 4: Detik-Detik Kematian [+21]

41.7K 1.1K 19
                                    

Dua hari kemudian, Axton hendak mengetuk pintu rumahnya. Tapi suara desahan dan lenguhan menelusup di indera pendengarannya. Apalagi ketika ia mendorong pintu itu, nyatanya tidak terkunci. Suasana malam di rumahnya gelap. Namun erangan demi desahan itu makin jelas tergiang di pendengarannya. Ia mendekat dengan wajah menahan amarah.

"Dad," ucap Axton datar waktu menyalakan lampu dan mendapati Ayahnya bertelanjang dada dan memangku seorang wanita setengah telanjang. Tampak menikmati menghisap buah dada wanita itu, sementara tangan wanita itu meremas rambut Ayahnya.

"Kau..."

"Sudah pulang hm?"

Axton bergeming selama sesaat, batal melanjutkan ucapannya.

Sedangkan Otis di sela permainan panasnya mengulum diiringi desahan nikmat Clara, berkata lagi, "Kau tidak tahan hidup tanpa sepeser uang maka kau kembali pada Daddy." Ada senyum miring terbit di bibir Ayahnya. Lidah Ayahnya menelusuri puting wanita itu.

"Ah Otis..."

"Ya, honey. Sebut namaku. Aku menyukai desahanmu."

"Dan kau Aro. Kembalilah ke kamarmu. Keputusanmu sudah tepat untuk datang pada Daddy. Kebetulan Daddy belum menyingkirkan barang-barangmu." Otis selesai mengulum dan berlanjut mengemut kuping wanita itu.

"Hentikan Otis..." Wanita itu tertawa, tapi membuat Axton merasa muak.

Otis menghentikan sejenak aktifitasnya mencumbu dan menatap Axton, tapi jemarinya meraba buah dada wanita itu membuat wanita itu merebahkan kepala di pundak Otis, mendesah sambil memejam terlihat menikmati pijatan sensual Otis itu.

"Aku tahu kau akan memilih Daddy, Aro."

"Yeah," desis Axton. Tapi tatapannya tidak dapat terbaca. "Dan kau terlihat baik-baik saja tanpa Mom, Dad."

Otis hanya tersenyum membalas ucapan Axton.

Setelah itu Axton melangkah ke atas. Menaiki undakan tangga satu per satu. Tapi matanya mengamati wanita itu. Menyimpannya baik-baik di memori. Rahangnya mengeras. Namun ketika ia telah tiba di pintu kamarnya, ia menoleh ke arah Thomas, salah satu pengawal kepercayaan Ayahnya, sedang berjaga di pintu kamar Otis.

"Thomas..." Axton mendekati. "Apa kau sudah tahu semua ini?"

Thomas hanya diam.

"Jawab aku!" desis Axton menarik jas hitam Thomas. Namun hanya tatapan penuh prihatin yang diberikan Thomas pada Axton.

"Kau tahu semuanya," gumam Axton lemah, menghempaskan cekalannya pada Thomas. "Jadi selama ini Dad berselingkuh dari Mom?"

Axton menutup mata sejenak. Dari dulu ia memang tahu bahwa ia adalah anak panti asuhan yang beruntung dibesarkan dalam kehangatan keluarga ini. Tepatnya ketika ia berusia 8 tahun. Awalnya ia enggan menyebut Wella dan Otis sebagai panggilan akrab orangtua, tapi lambat laun segalanya berjalan dengan semestinya.

Dan dulu seluruh orang mengetahui bahwa keluarga mereka sangat harmonis. Ayahnya begitu tulus mencintai Ibunya. Namun kejadian yang dialami Ibunya dua hari lalu, membuat Axton sulit memercayainya.

Bahkan sementara ini, ia dan Ibunya menginap di rumah Fernandez. Dokter pun menyatakan bahwa Ibunya harus rutin diberi obat penenang jika kembali berteriak. Entah bagaimana semua terjadi, depresi yang dialami Ibunya menjadi hal sulit disembuhkan. Hanya satu yang bisa membantunya sekaligus menjadi harapan Axton.

Ayahnya.

Dan tujuan Axton kembali adalah membujuk sang Ayah. Ingin menata kembali semua seperti semula. Berpikir mungkin Ayahnya hanya khilaf sesaat. Tapi sepertinya ia salah besar. Ayahnya sungguh sadar akan semua yang diperbuatnya.

End Game [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang