4. AURA ASING.

89 22 2
                                    

I SLEEP and have nightmares. finally I woke up so that the dream was not sustainable. I hope that dream doesn't come true.

--GENNAYA (Genta dan Naya).

🍁 GENNAYA 🍁

ISTIRAHAT kedua telah tiba. Naya keluar dari kelas sambil membawa dua roti terbungkus pelastik bening yang tadi ia beli di kantin. Teman-teman Naya sudah tahu kalau Naya pergi keluar kelas tanpa mengajak mereka kerena ingin bertemu Athalan, Pacarnya. Karena memang seperti itulah kebiasaannya.

Naya melihat Athalan di dalam kelas. Sedang duduk sendirian di kursinya. Teman-temannya yang biasa menemani kini tampak tidak ada. Athalan tengah menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Kedua matanya menatap ponsel dan tangannya sedang menggulir layar.

“Alan,” panggil Naya membuat cowok itu menoleh. Hanya sekilas lalu kembali pada layar ponselnya lagi.

“Kamu enggak ke kantin bareng temen-temen kamu?” tanya Naya lalu duduk di kursi sebelah cowok itu.

“Kamu ngapain ke sini?” tanya Athalan tanpa melihat Naya di sebelahnya. Naya terkejut mendengar pertanyaan itu dan terlebih Athalan mengatakannya dengan nada dingin. Tak biasanya. Tapi Naya sebisa mungkin, menyingkirkan pikiran negatifnya.

“Loh kok kamu nanyanya gitu?”tanya Naya heran. “Emang biasanya setiap hari begini kan?”

“Oh ya ini aku beli roti buat kamu. Emang sih ini enggak bikin perut kenyang, tapi seenggaknya perut kamu ke isi.” Naya menaruh satu roti yang ia bawa ke meja Athalan.

“Enggak perlu. Aku udah kenyang,” ucap Athalan, masih dengan nada dingin.

“Bohong! Kamu kenyang dari mana? Tadi aku tanya sama Gani, kamu belum makan. Di ajak ke kantin, kamu selalu nolak. Trus kamu maunya cuma ngurung diri di kelas aja, mainin hape,” ujar Naya dengan nada sedikit jengkel.

“Aku bilang udah kenyang, ya udah kenyang! Sok tahu banget, sih!”

Naya kali ini benar-benar terkejut dengan ucapan Athalan. Apalagi volume suara Athalan kali ini naik beberapa oktaf. Apalagi sekarang Athalan menatap Naya dengan raut wajah kesal.

“Kamu kenapa sih, Alan?” tanya Naya dengan nada yang tiba-tiba getir.

“Kayaknya kamu enggak suka banget aku ke sini?”

“Emang aku enggak suka!” sahut Athalan kesal.

“Kenapa, sih? Emang aku ada salah apa sama kamu, Lan?” Naya bertanya dengan air mata yang mengumpul di pelupuk mata.

“Kamu pake nanya segala lagi! Seharusnya kamu mikir kenapa aku bisa kayak gini!”

“Gimana aku bisa mikir kalau kamu aja enggak bilang apa salah aku. Lagipula kemarin-kemarin kita masih baik-baik aja kok. Tapi kenapa sekarang kamu kayak gini?!” Naya makin terpancing emosi.

“Yaudah lah Alan, aku capek berantem sama kamu. Aku mau ke kelas aja. Percuma aku ke sini kalau kehadiran aku sama sekali enggak dihargai.”

Athalan yang mendengar itu tiba-tiba langsung tertohok. Wajah cowok itu berubah melunak. “Nay….” Athalan memegang satu tangan Naya ketika perempuan itu hendak pergi.”Nay, aku—”

“Udahlah, Alan. Aku enggak mau denger omongan kamu. Kamu redain dulu emosi kamu. Kalau kamu udah gak marah lagi, baru kamu boleh ngomong sama aku.”

Naya melepas tangan Athalan dari lengannya kemudian beranjak dari kursi dan kemudian pergi meninggalkan Athalan di dalam kelas.

“ANJING!” Athalan berteriak kesal lalu menendang satu kaki meja dengan kencang. Beberapa murid yang masih ada di dalam kelas sontak terkejut dan langsung menatap Athalan dengan raut wajah ngeri dan bertanya-tanya. Tetapi Athalan tak memedulikan itu. Ia terus merutuki dirinya sendiri kenapa bisa sebodoh ini.

GENNAYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang