Kamis, Januari 2009
Kamis sore, aku duduk di halte bus menunggu bus yang tak kunjung datang. Rintik hujan pun turun semakin menelisik pepohonan semakin deras.
Aku mengeluh, memberikan wajah terburukku, memaki hujan yang datang tiba-tiba tanpa melihat situasi.
Kamu pun datang dengan berlari-lari kecil dengan jaket kulitmu sebagai payung. Kamu pun tersenyum ke arahku, mengambil tempat duduk di sampingku.
"Kenapa cemberut?" tanyamu.
Aku mulai berceloteh memaki hujan. Lihat! Bajuku basah, sepatuku kotor penuh lumpur dan juga aku benci mendengar petir.
Kamu pun tersenyum lalu menyentil dahiku. Matamu beralih menatap rinai-rinai hujan yang bergulir cepat.
Coba kau berpikir dari sisi lain. Ada di belahan dunia sana yang kekeringan, sawah mereka bermasalah, hujan tak kunjung datang. Lalu apa yang terjadi padanya? Mereka kelaparan.
Kamu menoleh sekilas lalu tersenyum.
Ada banyak hal yang kita benci namun sebagian orang menyukainya. Apa yang kau cintai sekarang belum tentu yang kau akan miliki nantinya dan sebaliknya. Contoh kecilnya hujan ini.
Aku masih belum paham apa yang dikatakan olehmu barusan. Belum aku ingin membalas, kamu sudah menarikku. Bus sudah datang.
Aku melihat pergelangan tanganku digenggam erat olehmu. Jangan tanya jantungku. Tiga kali berdetak dalam hitungan perdetik. Tapi kamu mungkin boleh tak percaya. Electrocardiography pun tak bisa mendeteksinya. Karena wanita pandai menyembunyikan perasaannya.
Kamu, Im Jaebum. Cinta pertamaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
r.i.n.a.i [J.J.P]
DiversosIm Jaebum. Jika kamu adalah hujan, mengapa aku harus berteduh? The story that you never expected GS