Chapter 7

34 18 6
                                    

Affan tersenyum ke arahku "Kamu nggemesin banget deh bikin pengen nyubit. Yang tau papa aku mau nikah kan cuma kamu, ngapain ngasih tau ke yang lain" lirih Affan sambil terkekeh.

"Kan gue gak tau Fan" ucapku sambil tersenyum kikuk.

"Uda gapapa kok kalian tenang aja, berita ini gak bakal bocor ke yang lainnya" ucap Nando.

•••

Singkat cerita kini aku sudah berada dirumah Affan untuk menyaksikan ijab qabul secara langsung. Aku duduk diantara tamu-tamu yang lain karena Affan harus duduk mendampingi ayahnya begitu juga Anto.

Hanya dengan sekali ucapan, ayah Affan mengucapkannya dengan benar sehingga tidak perlu berlama-lama. Semua orang berdo'a di pimpin dengan pak penghulu sebelum tamu bebas menikmati makanan.

"Yang, tau nggak suatu saat pasti kita yang duduk di kursi itu" ucap Affan sambil menunjuk ke kursi pelaminan.

"Lihat aja suatu saat Fan. Jodoh gak ada yang tau" ucapku kemudian meminum air didalam gelas yang aku pegang.

"Sekolah tinggal beberapa bulan lagi Rin, dan setelah itu aku bakal lamar kamu" ucap Affan.

"Tapi a..."ucapanku terputus.

Affan meletakkan telunjuknya di atas bibirku "Aku uda dapetin kamu Rin dan aku gak bakalan lepasin kamu gitu aja. Gak mugkin aku membuang berlian yang ada di genggaman" ucap Affan.

"Omongan kamu makin tinggi selangit Fan, lulus aja belom" ucapku sambil terkekeh pelan.

"Suatu saat kalo lo kuliah dan harus jauh dari gue apa kita sanggup LDR?" sambung aku.

Aku berlalu meninggalkan Affan dan mengambil minuman lagi karena minuman di tanganku sudah habis kuminum. Aku menghela nafas pelan, mengambil dua gelas sekaligus dan kembali menghampiri Affan.

Saat aku kembali, Affan sudah tidak berada ditempatnya. Ku kembalikan gelas yang tadi kuambil dari atas meja.

Hari mulai gelap dan aku pun pulang diantar oleh Affan. Sebenarnya aku ingin naik taksi online saja, tapi Affan memaksa untuk mengantarku.

Sialnya, Jakarta macet dan kami terjebak dalam kemacetan tersebut.

"Rin, kalaupun nanti aku kuliah jauh dari kamu. Aku akan bawa kamu biar kita gk perlu LDR" ucap Affan.

"Itu bukan jaminan kalo lo gak bakal jatuh cinta sama cewek lain disana" ucapku.

Affan meletakkan tanganku di dadanya dan menunggu beberapa menit. "Setiap menit bahkan setiap detik, jantung aku gak akan berdetak dengan normal saat ada di samping kamu Rin. I love you so much Airin" lirih Affan dengan wajah teduhnya yang mampu melarutkan semua keraguanku tentangnya.

Aku menghela nafas dan mengangguk pelan. Affan menarik kepalaku di sandaran bahunya yang nyaman. Mengelus rambutku pelan dan terasa sentuhan Affan yang begitu lembut.

Entah mengapa aku malah menitikkan air mata. Affan yang sadar akan hal itu, langsung mengusap pelan pipiku yang basah dan menenggelamkan wajahku di dada bidangnya.

Aku semakin menangis hingga kemeja yang di pakai Affan basah karena air mataku. "Aku nggak akan ninggalin kamu kayak Revan, aku tau kamu udah mulai jatuh cinta sama aku Rin" lirih Affan.

"Udahan ya nangisnya, keburu di klaksonin sama orang itu uda nggak macet lagi kok" ucap Affan sambil terkekeh pelan.

Aku menarik wajahku dari dada bidang milik Affan dan duduk seperti semula. Sambil sesekali mengusap air mata yang terus mengalir. Entah mengapa dadaku terasa sesak dan perasaanku gelisah.

Isakan tangisku menemani sepanjang perjalanan menuju rumah.

"Udah ya kamu masuk kerumah cuci muka terus ganti baju, aku tunggu kamu di depan sampe kamu ganti baju" ucap Affan.

Aku mengecek ponsel yang ternyata sudah mati, aku mencolokkan charger dan mengisi daya ponselku. Ada banyak pesan masuk dan beberapa misscall. Aku buka kunci layar dan membuka isi pesan. Ayah menuliskan pesan bahwa ibu sedang berada di rumah sakit pelita.

Segera ku menaiki anak tangga dan masuk ke kamar. Cuci muka dan mengganti baju.

"Fan, anterin gue ke rumah sakit. Ibu masuk rumah sakit" ucapku dengan nafas ngos-ngosan karena berlari dari kamar menuju depan rumah.

Affan menegakkan tubuhnya dan memelukku dengan intens. Hangat dan nyaman "Tenang ya, jangan nangis" ucapnya.

Aku membalas pelukan Affan. Semakin nyaman ditambah dengan tiupan angin malam yang sesekali angin berhembus sedikit kencang. Affan memang bisa membuatku nyaman selain pelukan seorang ayah.

Affan menggendongku ala bridle style dan memasukkan ke dalam mobil, aku memukul-mukul lengan Affan dan meminta turun namun dia tak mau. Bahkan Affan memakaikan sabuk pengaman untukku, wajah kami hanya berjarak beberapa senti dan "Hachimm" aku malah bersin setelah Affan memakaikan sabuk pengamanku.

"Maaf" ucapku sedikit canggung.

"Iya gapapa sayang" ucapnya lalu berlari menuju pintu dan duduk ke kursi kemudi.

Affan melajukan mobilnya dengan santai, tangannya terus menggenggam tanganku dan menampakkan senyum menawan untukku.

"Sebenarnya gue alergi sama aroma parfum lo, yang sebelumnya gak kayak gitu kan wanginya?" ucapku.

"Oh gitu ya, iya sih aku baru ganti parfum tadi pagi dan itu parfum dari mamanya Anto" ucap Affan.

"Iya" ucapku sambil mengangguk pelan. "Gue uda mulai jatuh cinta sama lo Fan, emm maksud aku jatuh cinta sama kamu" sambungku sambil tersenyum malu.

Affan mengelus rambutku pelan dan berakhir cubitan di pipiku. "I love you" lirih Affan.

•••

Aku berlari menghampiri ayah dengan berlari dan langsung memeluknya.

"Ibu kenapa yah?" Ucapku sambil mengusap air mata.

"Ibu kamu gak apa-apa, cuma bayinya harus diangkat karena uda meninggal" ucap Ayah.

"Ibu hamil?" Ucapku terkejut.

"Iya tapi baru 5 minggu" ucap Ayah

"Emm Affan langsung pamit pulang ya om, udah di tunggu sama orang rumah" ucap Affan.

"Oh iya makasih uda nganter Airin" ucap Ayah.

"Sama-sama om" ucap Affan.

Affan mengaitkan kelingkingnya di jari kelingkingku dan memberikan seyuman sebelum nanarnya mulai menjauh dari pandanganku. Ku menatap dinding yang kosong dan terduduk di kursi tunggu dekat ayahku. Ponselku juga ada dirumah jadi jari jemariku pasti nganggur.

Dokter keluar dari ruang rawat ibu dan menyuruh ayah untuk ikut keruangannya. Aku masuk ke ruang rawat ibu dan menduduki kursi di sebelah ranjang. Aku memberikan senyuman sebelum akhirnya ibu mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

"Airin disini aja ya bu, kan besok itu minggu jadi Airin libur" ucapku.

Ibu mengangguk pelan menyetujui dan memberikan senyum dengan wajah pucatnya.

Tuh kan penampakan tangannya lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tuh kan penampakan tangannya lagi. Maap ya 😁✌

Don't forget to vote 💕

Salam santuy.

Send(u) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang