Chapter 11

25 10 3
                                    

Aku kembali duduk di samping Affan dan mendengarkan setiap lagu yang dinyanyikan olehnya. Dira dan Nando mulai nampak dari kejauhan menuju tenda. Aku melirik jam tangan berwarna hitam yang melingkar di tangan kananku menunjukkan pukul sembilan malam.

Aku mulai menguap dan mataku berair, menandakan ingin segera tidur dan beristirahat. Akhirnya aku memutuskan ke tenda dan tidur lebih dulu.

"Airin kenapa?" Ucap Dira.

"Airin udah ngatuk, kecapean mungkin" ucap Affan.

"Yauda deh gue mau tidur juga" ucap Dira.

"Oh iya dek bentar-bentar. Selimut lo ada di tas gue" ucap Nando.

Nando segera masuk ke temda cowok dan mengambil selimut dari tas ranselnya. Nando kembali duduk di dekat api unggun sementara Dira langsung masuk ke tenda cewek.

"Main kartu yuk, dari pada ngantuk, tidurnya entar aja" ucap Anto mengeluarkan kartu remi di saku celananya.

Kartu mulai di bagikan dan permainan pun dimulai. Barang siapa yang kalah maka dia yang akan menata kartu yang sudah tercecer dan membagikan ke masing-masing orang untuk memulai kembali permainan.

Jrenggg!! Senar gitar tiba-tiba berbunyi dengan sendirinya padahal gitar sedang tidak di mainkan dan sudah Affan letakkan di balik punggungnya. Karena hanya satu petikan saja, tidak ada yang menghiraukan dan tetap melanjutkan permainan kartu.

Kali ini senar gitar kembali berbunyi namun bertambah satu petikan yaitu dua petikan senar gitar yang dimainkan asal. Karena cukup merinding, Affan meraba gitarnya dan menaruhnya di depan tenda.

Jreng tung tak tung jreng!! Senar gitar kembali berbunyi di iringi suatu ketukan di badan gitar dan menghasilkan sebuah nada dari rongga gitar.

Anto masih tetap duduk santai sementara Affan dan Nando sudah mulai mendelik karena merasa keanehan dan mungkin di ganggu oleh penunggu sekitar area camping.

Affan dan Nando saling bertatapan, seperti memberi isyarat. Mulutnya mulai komat kamit dan jarinya yang ikut berkompromi mengucap "Satu, dua....TIGA".

Affan dan Nando berlari masuk ke dalam tenda dan bersembunyi dibalik selimut. Tapi lain dari selimut tetangga, namun satu selimut yang dipakai berdua. Jantung mulai dag dig dug tak karuan dan di kombimasi dengan bulu kuduk yang berdiri, pikiran seolah kacau dan membayangkan hal-hal mistis.

Kreekk!! Resleting tenda terbuka dan kami pikir itu Anto. Seberkas sinar terlebih dahulu masuk kemudian tangan, badan, kepala dan kaki mulai masuk ke dalam tenda. Dan benar, itu adalah Anto yang membawa sebuah senter kecil.

"Cemen kalian, gitu aja lari" ucap Anto.

"Yauda kalo gitu lo diluar aja sono main sama penunggu daerah sini" ucap Affan.

"Gue juga butuh tidur kali" ucap Anto lalu merebahkan dirinya di samping Affan dan mereka bertiga mulai terlelap melupakan sejenak tentang penunggu atau dedemit.

•••

Matahari mulai naik, cahayanya sampai menembus dinding tenda. Ku lirik jam yang melingkar ditanganku menunjukkan pukul lima. Aku menolah ke arah samping ternyata Dira sudah tidak ada ditempatnya. Ku buka resleting tenda dan duduk di tikar dekat api unggun, sisa-sisa pembakaran kayu yang masih belum menjadi abu bisa sedikit menghangatkan tubuh.

Dira menghampiriku dengan membawa dua mie yang ada di cup lengkap dengan garpunya, Dira menyuruhku memakannya bersama.

Sementara di tenda cowok, belum ada tanda-tanda mereka bangun. Ku hirup uap mie yang masih cukup panas, ku tiup sejenak sebelum masuk ke dalam mulut.

"Ra, lo yakin nggak kalo yang bunuh Revan itu Syifa?" Tanyaku.

"Ya yakin, kan malah Syifa sekarang depresi makanya gak jadi masuk penjara ya kan" ucap Dira.

Kreekkk! Terdengar suara seseorang yang membuka resleting di tenda cowok, keluarlah seorang Anto yang nyawanya belum terkumpul penuh.

"Wih ada mie nih, minta dong" ucap Anto.

"Enak aja, masak sendiri sana" ucap Dira.

"Elah pelit amat" kesal Anto.

"Bentar ya gue bangunin Affan dulu" ucapku.

Aku duduk di depan tenda tanpa memasuki tendanya, karena Affan berada di posisi samping tenda dengan gampang aku bisa menjangkaunya. Ku cubit hidung yang agak mancung untuk ukuran orang Indonesia. Sekali dua kali, dia belum bangun lalu ku tiup wajahnya tepat di dahinya.

Ada kemajuan, Affan mulai mengucek matanya dan mengusap wajahnya. "Pagi" ucapku sambil tersenyum manis.

Gelagapan, Affan langsung duduk dan menyibakkan selimutnya. Menyepak Nando yang masih merem hingga terbangun. "Hai pagi sayang" ucap Affan.

"Yauda aku tunggu kamu di sebelah api unggun ya. Cepetan keluar!" ucapku memerintah.

~•~•~

Dan penyelidikan pun dimulai. Sebelumnya aku dan Anto telah membuat sedikit rencana untuk membongkar rahasia Dira.

Aku berjalan mendekati jurang, lokasi dimana Revan terjatuh dan meninggal dunia. Aku melihat kebawah jurang yang dengan jelas terlihat sangat dalam dan ngeri. Anto mengedipkan mata dan permainan pun dimulai.

"Ra coba kesini deh kira-kira kenapa ya Revan bisa jatuh ke jurang" ucapku.

Dira berjalan mendekatiku dan mengamati ke bawah jurang. "Ya kan dia di dorong sama Syifa" ucap Dira santai.

Membuatku semakin gemas dan ingin segera ku bongkar rahasia itu. Aku mengangkat satu kaki dan otomatis satu kakiku mengambang tidak berpijak pada tanah lagi. "Kira-kira gue bakal mati juga gak kalo kaki gue yang satunya juga gue langkahkan" ucapku sambil berpura-pura bodoh.

Anto terus memandangiku dari jauh, karena ini memang rencananya denganku. Affan membalikkan badan dan otomatis menangkap sosok diriku yang seperti ingin masuk ke jurang. Karena panik, Affan langsung berlari ke arahku dan menormalkan langkahnya agar tak membuatku terkejut dan salah-salah malah jatuh ke jurang dan mati konyol.

Affan menarik tanganku menjauh sedikit dari jurang. Keringatnya menetes pelan dari dahinya, nafasnya sudah tersenggal dan seperti ada amarah besar yang di tahan di dadanya.

"Lo pengen nyusulin Revan kan? Susul aja. Sebenarnya gue uda tau rencana lo sama tukang palak itu" ucap Dira sambil tersenyum sinis.

"A-apa?" Ucapku.

"Lo tau kan kalo gue yang udah sengaja nyenggol Syifa dan akhirnya dia mendorong Revan" sahut Dira.

"CUKUP!" Ucap Affan dengan sedikit berteriak.

"Kenapah? Lo gak tega lihat pacar kesayangan lo ini gue marahin" ucap Dira.

"Udah dek udah" ucap Nando.

Hampir saja tanganku melayang dan mendarat di pipi mulus Dira, namun sayang tanganku tertahan oleh Nando. Affan masih terdiam dan mecoba menahan amarahnya yang sudah mendidih sampai ke ubun-ubun. Nafasnya berhembus dengan cepat dan rahangnya pun mengeras.

Dengan santainya, Anto duduk di tikar yang berada di dekat sisa api unggun semalam. Meminum sebotol air mineral sambil menyaksikan pertengkaran yang konyol ini. Bagaimana tidak konyol? Persahabatan yang sudah bertahun tahun ternyata goyah karena satu orang saja yang menutupi wajahnya dengan topeng.

Jangan lupa vote comment ya 😘💕

Salam santuy.

Tetep santuy yekan.

Send(u) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang