Chapter 14

23 7 0
                                    

"Maaf, bunda gak bisa jelasin semuanya sama kamu. Bunda udah berdamai sama masa lalu dan kayak ginilah bunda yang sekarang, bersahabat dengan alam biar pikiran kembali segar. Meninggalkan hiruk piruk di kota" ucap Bunda.

Affan menghela nafasnya kasar, lalu berdiri dan mengajakku mengemas barang-barang. Aku hanya bisa menghela nafas pasrah dengan sikap Affan, sesekali ku menoleh ke arah bundanya Affan yang masih duduk disana bersama Anto sambil lmerapikan barang dan mengemas tenda.

"Fan!" Ucapku.

"Apa? Belain aja terus tuh bundaku" ucap Affan.

Aku mendengus kesal dan kembali merapikan barang bersama Dira dan Nando. Tak butuh waktu lama, tempat di sekitar area camping telah bersih dan kami bersiap-siap meninggalkan hutan yang sudah memporak porandakan sebuah hubungan persahabatan.

"To, bunda tau kamu anak yang baik. Bunda titip surat ini ya" ucap bunda sambil memberikan sebuah surat yang berada dalam amplop yang tersegel dengan rapat.

"Surat apa bun?" Tanya Anto.

"Nanti kamu bakal tau sendiri, bentar lagi kelulusannya Affan kan? Kasih surat itu setelah ujiannya Affan selesai" ucap bunda.

Bunda berdiri dari duduknya dan menghampiri Affan yang sudah siap untuk meninggalkan tempat ini. "Bunda pamit ya Fan, Airin jangan berantem lagi sama Affan ya" ucap bunda sambil mengelus pelan rambut Affan.

"Sampai ketemu lagi bunda" ucapku.

Bunda mulai menjauh dari pandangan kami semua, bunda memberiku sebuah kenangan yang manis setelah hari-hari burukku kemarin hari. Sudut bibirku tak berhenti melengkung menatap punggung bundanya Affan sampai hilang dari pandangan.

"Yauda yuk pulang" ucap Affan.

•••

Hari ini adalah hari minggu, dan artinya besok kami semua akan kembali lagi ke sekolah dan menguras isi otak karena sudah mulai ujian Try Out. Sepanjang perjalan tak ada obrolan yang asik untuk meramaikan suasana yang hening dalam mobil.

Anto sampai terkantuk karena bosan hingga tertidur dalam posisi duduk.

Affan mengantar Dira dan Nando kerumah sebelum akhirnya mengantarku pulang. Hingga kini tersisa Affan dan Anto menuju rumahnya. Dua hari kemarin adalah hari termanis sekaligus terburuk karena persahabatan menjadi renggang. Menyisakan sebuah pemikiran sebenarnya siapa yang salah.

"Assalamualaikum bu, yah" ucapku sambil membuka pintu depan.

"Eh Airin udah pulang" ucap ibu.

"Anak ayah uda pulang, gimana campingnya seru gak?" Ucap Ayah.

"Seru banget yah bahkan Airin ketemu sama calon ibu mertua" ucapku sambil tersenyum malu.

"Nanti aja ceritanya, sekarang masuk kamar dulu terus mandi" ucap ayah.

Aku hanya mengiyakan dan menyeret tasku yang berat menuju kamar tercinta. Aku menjatuhkan tubuhku di kasur yang empuk, rasanya rindu tidur di kamar setelah merasakan tidur diatas tanah beralaskan tikar di dalam tenda. Aku menyalakan ponsel dan membuka galeri melihat foto yang diambil tepat setelah sampai di tempat camping pada siang sampai malam hari, sebelum kejadian yang buruk menimpa kemarin hari.

Sudut bibirku terasa melengkung dengan sendirinya melihat kebersamaan yang indah. Persahabatan yang terjalin lama, dan entah mengapa setelah kehadiran Anto persahabatan kami mengalami konflik. Bukan bermaksud menyalahkan Anto, hanya saja berpendapat tentang kehadiran Anto adik tirinya Affan.

Mataku semakin menyipit melihat foto di layar ponsel dan tak kuat lagi menahan kantuk. Aku tertidur dalam keadaan yang belum berubah semenjak dari pagi tadi. Bahkan belum mandi dan mengganti baju. Apalah daya tubuhku yang mulai lelah dan mataku pun mengantuk mengajakku istirahat sebentar.

~•~•~•~

Affan membuka pintu rumahnya yang sepertinya masih sepi karena ayahnya masih belum pulang. Affan mengeluarkan semua barang dari mobil dan membawanya ke dalam rumah. Namun tergeletak begitu saja di ruang tamu, Affan berjalan menaiki anak tangga dan masuk ke kamarnya.

Melepas sepatu dan dan jaket yang dipakainya. Langsung mengambil handuk dan baju yang berada di dalam lemarinya. Masuk ke kamar mandi dan membensihkan tubuhnya agar kembali segar dan tidak lengket karena keringat.

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk Affan mandi dan keluar sudah mengenakan baju dan celana longgar. Merebahkan dirinya di kasur dan memikirkan sebuah konflik dalam hubungan asmaranya. Berniat untuk mengajak Airin pergi nanti malam ke sebuah tempat romantis untuk meminta maaf.

Tok tok tok!

Terdengar suara ketukan dari luar kamar Affan. Affan yang masih merebahkan dirinya di kasur, malas untuk berdiri dan membuka pintu.

"Apalagi sih To, gak usa gangguin gue" ucap Affan.

"Ini bibi bukan Anto" ucap seseorang dari balik pintu.

"Affan nggak laper bi, nanti aja makan" ucap Affan.

"Yauda bibi ke dapur dulu"

Tak terasa hari sudah berganti malam, dari terang menjadi gelap. Affan sedang bersiap-siap untuk keluar lalu menyalakan mesin mobilnya dan menemui pacarnya untuk memperbaiki hubungan yang sempat dingin bak air yang cair diletakkan di lemari es agar membeku dimakan waktu.

Affan memarkirkan mobilnya tepat di depan rumahku, mencabut kunci mobil dan keluar dari mobil kesayangannya. Menemuiku yang sudah berada di teras, karena sore tadi saat aku bangun tidur aku melihat pesan masuk dari Affan. Mengajakku keluar malam hari ini dan jalan-jalan sebentar.

"Udah siap? Yuk langsung jalan biar gak kemaleman kan besok ada ujian" ajak Affan.

Aku dan Affan menyalami tangan ibu ayah untuk meminta izin jalan sebentar. Iya memang benar kami jalan kaki bukan naik mobil. Alasan kami jalan kaki adalah karena ada taman yang baru diresmikan di dekat rumahku dan akan susah parkir jika Affan membawa mobilnya.

Hanya berjarak kurang lebih lima ratus meter saja dari rumahku. Tak butuh waktu lama, kami pun sampai di taman. Tidak bisa disepelekan, keindahan taman yang baru dibuka tadi pagi memang indah. Bunga-bunga bermekaran dan lebih indah di malam hari karena banyak sekali lampu kelap-kelip.

Banyak pasangan khususnya pasangan remaja yang mengunjungi taman baru tersebut. Bangku taman pun telah penuh dan akhirnya aku duduk diatas rumput yang boleh diduduki.

"Rin tunggu disini bentar ya, aku mau pergi dulu. Bentar doang kok lima menit" ucap Affan.

Aku mendengus kesal dan mengiyakan permintaan Affan. Mataku terfokus pada layar ponsel yang sengaja aku buka ikon kamera untuk selfi-selfi sembari menunggu Affan kembali. Karena terlalu asik berswafoto, aku sampai tidak sadar Affan telah kembali dan baru tersadar saat Affan menampakkan dirinya pada kamera ponselku.

"Eh Affan" ucapku sambil tersenyum kikuk.

"Udah selfinya?" Tanya Affan.

"Udah kok"

Affan menampakkan setangkai mawar yang tadi disembunyikan dibalik punggungnya. Namun ada darah yang menetes dari tangannya dikala Affan memegangi mawar tersebut.

"Tangan kamu?" Tanyaku heran.

Jangan lupa vote comment 😊💕

Salam santuy.

Send(u) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang