"Hari ini jadi ke tempat eommoni?"
Chaeyeon bergumam sembari menatap Hyunjin dari pantulannya di cermin kamar. Suaminya sedang sibuk menyimpul dasi dengan mulut yang bergerak mengunyah roti. Hyunjin mengangguk pelan, balas menatap sang istri dengan ekspresi ingin tahu.
"Ya. Kenapa, Sayang?"
"Nggak apa-apa," jawab Chaeyeon pelan. Sebenarnya kemarin ia berharap Hyunjin membatalkan rencana kunjungan ke rumah mertua karena Chaeyeon kebetulan harus masuk kerja hari ini. Ia sedikit tidak enak badan. Perutnya terasa agak nyeri sejak bangun tidur, tetapi Chaeyeon berusaha mengabaikannya. Ia pikir mungkin hanya karena stress. Lagipula ia tidak mengalami keluhan lain sehingga baginya tidak ada alasan untuk menyampaikannya pada sang suami.
Namun karena sudah terlanjur janji pada ibunda Hyunjin untuk berkunjung, ia pun akhirnya mengikuti keputusan suaminya. Kesibukan Hyunjin yang semakin hari semakin bertambah membuatnya sulit bertemu dengan kedua orangtuanya. Kesempatan ini sudah ditunggu oleh Hyunjin sejak lama karena ia sangat merindukan keluarganya. Terutama Kkami, si anjing chihuahua hitam putih yang sudah dianggap Hyunjin bagaikan adik sendiri.
"Nanti kalau sudah pulang kujemput ya, Chae. Aku harus beli beberapa barang pesanan eomma dan appa dulu begitu pulang dari kantor," Hyunjin yang sudah rapi kini bergegas menghampiri Chaeyeon dan memberinya kecupan di kening.
"Mmhm. Hati-hati berangkatnya, Sayang," Chaeyeon menepuk pelan lengan suaminya yang sudah harus berangkat kerja. Sementara ia akan dijemput Chaeryeong satu jam lagi untuk diantar ke tempat kerjanya.
"Kamu juga hati-hati. Salam sama Ryeongie."
"Oke. Bye, Jinnie."
Chaeyeon mengantarkan Hyunjin ke pintu dan melambaikan tangan tepat hingga pintu depan apartemen tertutup. Ketika ia hendak kembali ke kamar, tiba-tiba saja perut Chaeyeon terasa nyeri hingga membuatnya bergegas menuju sofa dan meringkuk di sana.
"Astaga! Eonnie!" suara Chaeryeong yang terdengar dari pintu membuatnya terkejut. Namun Chaeyeon tidak bisa mengatakan apapun lantaran sibuk mengaduh. Nyeri yang teramat sangat itu mulai membuatnya pusing. Dan entah kenapa sesuatu terasa membasahi pakaiannya dan membuatnya menatap Chaeryeong dengan sorot ketakutan.
"Ryeongie...antarkan aku ke rumah sakit..."
Kelopak mata Chaeyeon seketika lembab oleh air mata. Chaeryeong yang saat itu memucat berusaha membujuk kakaknya untuk mengecek kondisinya terlebih dahulu. Namun Chaeyeon terlalu takut untuk mengetahui seberapa parah kondisinya saat ini sehingga ia pun terus membujuk Chaeryeong untuk mengikuti keinginannya.
"Baiklah, baik. Eonnie tunggu di sini, aku ambilkan kursi roda kakek dulu dari mobil."
Gadis itu pun melesat cepat menuju mobilnya dan Chaeyeon berdoa dalam hati semoga janin di kandungannya baik-baik saja. Ia tidak ingin mengecewakan semua orang karena tidak bisa menjaga diri sendiri, terutama Hyunjin yang sudah mencintainya sepenuh hati dan menaruh harapan besar pada kelahiran anak pertama mereka. Sepanjang perjalanan Chaeyeon terus memanjatkan doa dalam hati, berharap bayinya terus bertahan dalam rahimnya meskipun sulit.
***
"Eomma, bisa tolong ambilkan--"
Pintu ruangan tempatnya dirawat tiba-tiba menjeblak terbuka dan sosok Hyunjin yang masih mengenakan pakaian kerja muncul dengan wajah penuh kekhawatiran. Ia membungkuk cepat pada ibunda Chaeyeon yang saat itu sedang menyuapi istrinya makanan, lalu bergegas meraih jemari Chaeyeon untuk mengecupnya.
"Sayang...bagaimana kondisimu sekarang? Sudah baikan? Perutmu masih sakit?"
Rentetan pertanyaan itu membuat Chaeyeon tersenyum kecil sebelum menggelengkan kepala sebagai jawaban. Ia menggenggam jemari Hyunjin lebih erat, diam-diam memberi isyarat pada sang ibu agar beliau mengizinkannya untuk bicara pada sang suami terlebih dahulu.
"Aku keluar sebentar. Kalau ada apa-apa, telepon saja ya, Chaeyeonie," ujar ibunya. Keduanya segera mengangguk dan Hyunjin menggumamkan maaf pelan yang segera dijawab dengan gumamam 'tidak apa-apa' oleh ibu mertuanya.
Begitu pintu ruang rawat ditutup, Chaeyeon berusaha untuk duduk. Namun Hyunjin segera menahan pundak istrinya, terlihat begitu khawatir dengan pergerakan sekecil apapun yang dilakukan Chaeyeon.
"Jangan banyak bergerak dulu, Sayang. Kumohon," nada sendu dalam ucapan Hyunjin membuat Chaeyeon ikut bersedih hingga ia pun menurut. Namun perempuan itu berusaha memberi isyarat agar Hyunjin memeluknya dengan merentangkan tangan.
"Maafkan aku..."
Hyunjin tersenyum lembut ke arah istrinya sebelum mencondongkan tubuh untuk memeluk Chaeyeon erat. Pria itu kelihatan begitu ketakutan hingga Chaeyeon bisa merasakan tubuhnya yang agak gemetar. Ia mengusap pelan punggung Hyunjin sampai suaminya tenang, lalu membiarkan pelukannya terlepas kemudian.
"Nggak perlu minta maaf, Chaeyeonie. Kamu nggak salah."
Hyunjin bergumam, jemarinya mengusap pipi istrinya dengan lembut. Entah kenapa Chaeyeon semakin sedih mendengar nada bicara itu hingga ia pun tanpa sadar meneteskan air mata. Kehamilan membuat suasana hatinya menjadi mudah sekali bersedih seperti saat ini, tetapi kesedihan kali ini beralasan. Ia hampir saja kehilangan janin yang ada di kandungannya. Jika itu sampai terjadi, Chaeyeon tidak tahu bagaimana harus menghadapi suaminya.
"Dia...anak kita...dia kuat sekali. Aku sangat menyayanginya," Chaeyeon kali ini terisak pelan. Wajahnya berusaha disembunyikan di dada Hyunjin sehingga lelaki itu harus naik ke ranjang rumah sakit agar ia bisa berbaring di sisi Chaeyeon. Selama beberapa saat tidak ada satupun dari mereka yang bicara. Hanya isakan pelan Chaeyeon dan bunyi mesin pendeteksi denyut nadi yang mengisi kesunyian, serta suara ambulans yang terdengar di luar sana.
"Kamu juga ibu yang kuat, Chaeyeon. Buktinya kamu bisa bertahan. Kamu ada di sini bersamaku," Hyunjin terkekeh pelan. Ucapan itu membuat air mata Chaeyeon kembali tumpah hingga membuat pakaian Hyunjin lembab. Namun tidak apa. Asalkan Chaeyeon merasa nyaman dan tenang di pelukannya, Hyunjin tidak akan mempermasalahkan hal itu.
***
Sudah hampir sore ketika Chaeyeon akhirnya terbangun. Hyunjin sedang menyeruput ramyeon instan sembari menonton sesuatu di laptopnya--sepertinya lanjutan drama yang ia ikuti--dan Chaeyeon hanya menatap suaminya dalam diam sambil tersenyum. Entah kenapa ia tidak berusaha mengganggu Hyunjin yang kelihatan tanpa beban tetapi tidak mengabaikan tanggung jawabnya sebagai suami dalam menjaga Chaeyeon.
Rasanya bangga melihat betapa Hyunjin perlahan sudah berubah menjadi lebih baik meskipun di luar ia masih tetap Hyunjin yang sama seperti dulu, saat ia masih berpacaran dengan Chaeyeon. Entah ini hanya perasaannya saja atau Hyunjin memang terlihat lebih mengayomi dan bertanggung jawab, ia tidak bisa menjelaskannya. Namun yang pasti, Hyunjin telah menepati janji yang ia ucapkan di depan altar--berada di sisi Chaeyeon, di saat senang maupun susah.
Itu semua sudah cukup untuk membuat rasa cinta Chaeyeon semakin bertambah padanya dari waktu ke waktu.
***
[ps: it's been a while since i wrote hyunchae. thank you for reading ❤]

KAMU SEDANG MEMBACA
one & only (completed)
FanfictionTentang perjalanan Hwang Hyunjin dan Lee Chaeyeon menuju jenjang pernikahan, hingga menjadi keluarga kecil bahagia. (Hwang HyunjinxLee Chaeyeon ; marriage!au ; aged-up characters)