11 Januari (bagian 2)

359 49 38
                                    

Keesokan harinya, Hyunjin sudah berada di depan apartemen Chaeyeon tepat pukul dua belas siang.

Tidak tidur semalaman karena mengobrol dengan Chaeyeon sekaligus berbicara empat mata pada Minho dan Chan, yang masing-masing sudah berpengalaman dalam pernikahan, membuatnya terpaksa menenggak secangkir americano pagi-pagi buta. Mau bagaimana lagi, ia butuh asupan kafein demi membuat matanya terbuka saat menyetir ke kediaman sang kekasih. Meskipun pembicaraannya dengan Chaeyeon sudah selesai sebelum pukul setengah dua dini hari, Hyunjin butuh masukan dari kedua temannya itu demi rencana lamaran yang sudah ia persiapkan sejak lama. Changbin dan Jisung terlalu mabuk untuk dimintai pendapat sehingga hanya ia dan Minho (serta Chan yang berada di Australia sana) yang berdiskusi di ruang kerja Changbin.

Setidaknya diskusi melalui video call dini hari itu cukup membantu bagi Hyunjin yang semula sulit untuk menenangkan diri. Chan bilang ia tidak boleh membiarkan dirinya gugup terlalu lama jika tidak ingin ada kekacauan ketika saatnya tiba. Hyunjin sempat hampir frustrasi ketika Chan menceritakan kekacauan minor yang terjadi saat ia melamar Jihyo. Padahal menurut Hyunjin rencana temannya itu sudah sangat sempurna. Hyunjin khawatir jika hal itu juga terjadi padanya, yang bisa saja berakhir dengan kegagalan. Namun Minho lekas mengingatkan Hyunjin bahwa Chaeyeon akan sibuk menangis karena haru daripada memarahi Hyunjin karena kesalahan kecil yang belum tentu akan terjadi saat melamar sang gadis.

Daripada bimbang terus menerus, pada akhirnya Hyunjin memutuskan untuk pasrah. Berharap rencananya untuk melamar sang kekasih berjalan dengan lancar tanpa kendala apapun.

Terlalu lama larut dalam pikirannya sendiri membuat Hyunjin tidak menyadari bahwa Chaeyeon sudah mengetuk jendela mobilnya sejak tadi. Hyunjin bergegas membuka kunci pintu, membiarkan kekasihnya masuk sebelum memberi senyum minta maaf.

"Sudah lama, ya? Maaf tadi aku nggak dengar."

"Kamu melamun. Nggak apa-apa, kan?" Chaeyeon langsung menangkup wajah Hyunjin dengan kedua tangannya untuk merasakan suhu tubuh sang pemuda, nada bicaranya terdengar khawatir. "Nggak demam?" Telapak tangan gadis itu lantas menempel di keningnya.

"Aku baik-baik aja, Chaeyeon-ah," Hyunjin terkekeh. Setelah yakin dengan kondisi kekasihnya, Chaeyeon melepaskan tangan dari wajah Hyunjin lalu memakai sabuk pengaman.

"Oke. Jadi kita mau kemana sekarang?" cengiran senang terulas di wajah Chaeyeon ketika Hyunjin mulai melajukan mobil ke jalan raya.

"Rahasia."

"Kita akan ke Incheon?" kelopak mata Chaeyeon membulat komikal. Hyunjin terkekeh sebelum mengusap pipi kekasihnya gemas.

"Lihat saja nanti."

Setengah jam perjalanan mereka habiskan untuk menuju Incheon Park, tempat yang menjadi tujuan Hyunjin kali ini. Chaeyeon sedikit terkejut ketika mengetahui tujuan mereka karena, well, ini adalah tempat kenangan yang cukup membekas bagi Chaeyeon. Di sini mereka pertama kali bertemu untuk kencan buta sebelum resmi berpacaran. Kalau bukan karena Changbin yang memaksanya untuk ikut ke sini demi menjodohkan Chaeyeon dengan Hyunjin (sebelum temannya itu kabur dan meninggalkan mereka berdua di sini), mungkin mereka tidak akan berada di tempat ini lagi untuk merayakan ulang tahun Chaeyeon. Dari sudut mata Hyunjin memperhatikan Chaeyeon yang tersenyum sendiri, membuat alis pemuda itu berkerut bingung.

"Ada yang lucu?" tanya Hyunjin heran. Chaeyeon menggeleng, mengeratkan genggaman tangannya di pada jemari Hyunjin. Pemuda itu masih menatap Chaeyeon, kali ini dengan sorot tidak percaya.

"Serius, aku nggak apa-apa. Cuma teringat kencan pertama kita yang awkward itu."

"Oh," Hyunjin ikut mengulas senyum, "memang itulah tujuannya aku mengajakmu ke sini. Untuk nostalgia."

one & only (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang