4. Meeting You

22 2 0
                                    

Ryan melangkah keluar aula dengan lesu. Akhirnya dia bebas dari 'siksaan' kertas ujian yang menyebalkan. Ryan berjalan ke arah Julian dan Sean yang sedang mengobrol. 

"Jules, Sean... Kalian masih hidupkan?" Sapa Ryan berbasa-basi. Dia duduk di samping Sean.

Sean menaikkan sebelah alisnya. "Kau ini bicara apa?"

Ryan tersenyum masam menyadari yang Sean sama sekali tak mengerti maksud pertanyaannya. Sudahlah, Sean pintar. Tidak mungkin dia tak bisa menjawab dengan mudah semua soalan gila tadi. Huft, jadi orang pintar itu enak, ya?

  Julian menoleh ke arah Ryan dengan pandangan yang...sulit diartikan. Dia memegang kedua pundak Ryan erat, lalu memelototinya. "Andai saja kau tak berkata seperti itu, aku masih bisa meneruskan hidup. TAPI SEKARANG AKU MENGINGAT KEMBALI SOALAN SIALAN ITU, AKU PASTIKAN KALAU AKU MENDAPAT NILAI 70% KEBAWAH!!! Argh...bagaimana ini?" jerit Julian frustasi.

Ryan tertawa kecil. "Hahaha. Kau terlalu mendramakan suasana," kata Ryan jujur. "tapi, aku pasti ada bersamamu kerana nilai kita pasti tak kurang sama, hehehe..."

Julian dan Sean sama-sama menatap Ryan heran. Dia mengatakan sesuatu yang negatif, tapi dengan muka positif? Ryan memang aneh. Terlalu optimistik sampai terlihat gila.

Remaja bersurai kuning itu hanya bisa menggeleng-geleng kepala melihat tingkah Ryan.

Bahagia sekali hidupnya, ya?

$$$$$$

Si Bocah lelaki itu merungut. Tangannya mengibas-ngibas asap yang berterbangan. Kepulan asap putih masih belum juga usai dari memenuhi ruangan. 

Si Bocah menutup telinganya rapat-rapat. Tidak membenarkan melodi-melodi aneh itu merasuki fikirannya. Dia tahu, sekali terjerumus ke dalam akan membuat satu kesalahan fatal.

Semakin lama, kepulan asap itu semakin menipis. Si Bocah tersenyum kecil. Dia memerhati kawasan sekitar dengan mata yang ditajamkan. Setiap pergerakan diawasi dengan teliti olehnya.

TAP...

Suara tapak kaki. Si Bocah bergerak sedikit ke bagian barat. Netra onyx-nya menatap tajam. Ada sesuatu. Ada. Genggaman tangannya kepada batang katana semakin erat. Sebutir peluh merembes keluar dari kulitnya.

Samar-samar, tiga benda asing menuju laju ke arah-nya. Berputar, dan berputar menghampiri. Dia menarik katana miliknya yang tersarung kemas di pinggang.

KTING...

Besi panjang itu menepis semua benda asing yang menggila. Seketika itu juga, Si Bocah menyadari kalau senjata yang berdatangan tadi adalah shuriken. Dan, semakin lama semakin banyak tertuju kepadanya. Lemparan-nya tepat. Bagaikan tidak ada satu pun yang meleset. Andai saja dia tak mahir menepis semuanya, dipastikan sudah ada beberapa yang mendarat di mana-mana bahagian tubuhnya.

  Kuso....jutsu apa yang dia gunakan?!!? Rungutnya sembari mengayunkan katana kesana kemari. Shuriken ini menyulitkannya. Dengan satu libasan kencang, semua senjata bintang yang menggila terjatuh ke lantai.

 Mana 'dia'?

Si Bocah menengok kebelakang. Sosok itu menyerangnya. Dalam sepersekian detik, perut makhluk itu ditusuk oleh katana.

HOPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang