"kau..." Ryan masih lagi tercekat. Kaku. Tidak bergerak.
Orang itu menaikkan satu alisnya .
" heh, long time no see....Scimmia*.." tegur orang itu dengan nada sinis. Memandang Ryan tajam.
Mendengar kalimat itu, sel otak Ryan spontan mengeluarkan sinyal.
"A...Alvis Calessi?" teriak Ryan histeris. Matanya membuntang. "kau...bagaimana bisa kesini?" Ryan mengepal tangan. Dia mengetap gigi.
Alvis--remaja berambut cadet blue acak-acak-- menjeling. Dia membalikkan kepala, membuat rambut acak-nya tertiup angin. Dia tertawa sarkastik.
"Mister Ryan Earen...kau fikir, aku terus melarikan diri dari reruntuhan itu, heh? Aku justru penyumbang dana untuk bangunan academy yang baru.." Alvis membusungkan dada. Ryan membuang muka. Sembunyi-sembunyi menjelir lidah muak.
Dua bulan yang lalu, bangunan lama Aerobot Exo Academy yang berdiri di Itali runtuh dan hancur kerana gempa bumi yang melanda. Akibat dari itu, Tuan David Cardon dan Tuan Fukushima Yazeru, selaku pengetua akademi membangun bangunan Aeorobot Exo Academy yang lebih futuristik di Kanada. Beberapa dari murid waktu itu terkorban dalam bencana tersebut.
Termasuk Alvis. Ya....Ryan berasumsi bahwa Alvis termasuk salah satu mangsa yang terhimpit reruntuhan. Nyatanya, sangkaan Ryan jauh meleset ketika remaja blasteran Inggris-Itali ini berdiri dengan angkuh di depannya.
"lalu, bagaimana kau bisa terselamat?" Ryan bertanya dengan nada yang sengaja ditekan.
"hmph...lebih baik, kau fokus kepada ujian kental ini. Kerana semestinya, aku akan terpilih..." kata Alvis. Dia berbalik, berjalan melewati Ryan, sengaja menubruk bahu Remaja bersurai coklat itu.
Ryan menggeram marah. Matanya berapi menatap kepergian Alvis.
Hatinya mulai membara.
Awas saja,kamu....aku takkan kalah lagi...
Sean yang dari tadi menjadi penonton mendelik. "Ryan! Kamu kenapa?"
Sia-sia, Ryan tidak mendengarnya. Dia telah pun pergi menuju kerumunan ramai. Untuk kali yang entah keberapa, Sean tersenyum lemah.
$$$$$$
Ruangan laboratorium senyap-sunyi. Hanya derap kaki yang terdengar menggema keseluruhan ruangan. Juga beberapa helaan frustasi dan putus asa yang dalam.
Dia--lelaki dengan sedikit kedutan di kedua belah hidung-- menyangga dahi dengan tangan. Fikirannya berserabut. Matanya dipejam erat. Mencoba mendamaikan suasana mental yang kacau-bilau.
kalau kau ada disini, pasti aku tidak mengalami tekanan seperti ini....gumamnya di relung hati. Dia memandang langit-langit laboratorium.
"aku tidak seharusnya memikirkan dia..." Pria itu bangun, memijat pelipisnya pelan.
"papa bicara sesuatu tadi?" sebuah suara feminin menyapa dari arah pintu. Diikuti dengan deheman berat seorang remaja lelaki. Reflek, pria itu memusingkan badan.
Dia mendengus kecil. Pelan. "sudah beberapa kali aku bilang untuk mengetuk pintu sebelum masuk, Serene, Felix.."
Serene tersenyum kecil. Mengingat yang dirinya menemukan sesuatu benda berharga di lapangan penyelidikan bersama Felix. Dia bergegas ke meja yang menempatkan bola misteri itu, membentangkan gulungan aneh yang ditemuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOPE
AzioneBukankah semua orang mempunyai harapan tersendiri? Pertanyaan itu kerap muncul di benak Ryan. Bahkan umat manusia pun memiliki impian yang baik untuk masa depan mereka. Ryan Earen, untuk kali yang entah keberapa, dia masih tak tahu apa impiannya. Di...