4. Rumah Giana

1.5K 216 6
                                    


Satu ⭐ darimu sangat berharga untukku 😘.
Happy reading.

Hari ini aku gak balik lagi ke hotel, dari kemarin Giana memang mengajakku untuk menginap dirumahnya dan aku sudah mengiakan kalau hari ini aku akan menginap disana.

Begitu masuk aku langsung menyalami Om Wiryo dan Tante Ambar Papa dan Mama Giana, saling bertukar kabar dan menanyakan keadaan Ayah Bunda.

Orangtua Giana dan orangtuaku jadi dekat karena kami anaknya sahabatan, kalau ada pertemuan orangtua disekolah tak jarang kami melanjutkannya dengan acara makan-makan dirumah Giana atau di rumahku, ditambah lagi ternyata Mama Giana ternyata sodara jauh dari Ibunya Ayah, Omaku.

Sudah lama sekali aku gak pernah main kesini, terakhir aku udah lupa itu kapan. "Kamar lo banyak berubah Gi?"

"Ya iyalah... Terakhir lo kesini itu empat tahun lalu itupun cuma mampir bentar, emang lo orang sombong.""

Gerutu Giana hanya kubalas dengan kekehan tanpa bermaksud membantah, karena mungkin memang benar kata Giana demi menghindari Naka aku benar-benar jadi orang sombong, bukan hanya dia yang kuhindari tapi semua teman-temanku juga.

Dan sekarang semua itu percuma karena pada akhirnya aku bertemu juga dengan Naka dan debaran ini masih ada untuk dia, ternyata usahaku selama lima tahun ini sepertinya tidak menghasilkan apapun.

Aku berbaring di kasur queen sizenya Giana yang bermotif bunga tulip merah.

"Gi.. masa tadi dia keliatan khawatir gitu pas lihat gue."

Aku menyuarakan yang kurasakan saat tadi memperhatikan wajah Naka, berpacaran dengannya selama dua tahun cukup bagiku tau berbagai macam ekspresi wajahnya. Hanya kepada Giana aku berani bercerita, bahkan kepada bundapun aku gak bisa jujur perihal masalahku dengan Naka.

"Dia emang khawatir beneran Ta, asal lo tau aja ya dia gendong lo sendiri dari kelas MIPA ke UKS, lo tau sendirikan jauhnya segimana." Balas Giana yang mulai mengaplikasikan serum ke wajahnya di depan meja rias.

Jarak antara Kelas MIPA 1 dan UKS itu harus melewati lorong kelas XII, perpustakaan, Laboratorium dan lapangan basket, belum lagi harus naik tangga yang menghubungkan kelas XII dan perpustakaan.

Aku yang sedang tiduran langsung mengambil posisi duduk. "Serius Gi?"

"Serius gue, bahkan pas Dilan sama Bima mau bantuin gendong lo gak dia gubris saking paniknya pas lihat lo pingsan, dan dia gak beranjak sedikitpun dari sana sampe lo sadar, anak-anak mikirnya lo masih ada hubungan sama Naka saat lihat paniknya dia."

"Temen-temen gue ada disana juga?"

"Temen-temen kita ada di sana pas lo pingsan tadi, lo gak inget? Pasti gak inget sih elonya pingsan." Giana menjawab pertanyaannya sendiri dengan sarkas.

Aku hanya terpekur mendengar tutur Giana. "Seheboh itu ya gue tadi". Ucapku setengah berbisik tapi masih terdengar oleh Giana.

"Ditambah lagi dia malah nemuin lo lagi maen basket sama abege-abege labil, ya murka gilalah dia, lo liatkan muka prustasinya dia, yang dia khawatirin malah lagi asik cekikikan di lapangan basket." Tambah Giana dengan muka sebal yang dibuat-buat.

"Iishh." Aku mencebikan bibirku dan melemaparnya dengan bantal guling yang langsung dia tangkap.

"Gi..."

"Apa?"

"Kok bisa dia datang, kata lo dia gak pernah datang selama ini."

Giana mengendikan bahu tak tau. "Mungkin karena ada elo kali Ta, bisa jadi."

Gara-gara REUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang