Devil Town

27 1 0
                                    

Mau bagaimana lagi jika sudah memohon seperti ini. Lagipula, menurutku usiamu sudah cukup dewasa untuk memahami hal-hal tabu yang terjadi di kota ini walaupun di sini si normal lah yang dianggap aneh dan si aneh lah yang dianggap normal.

Di antara semua pengalaman yang telah kulalui di masa muda, hanya kejadian ini saja yang masih dapat ku ingat dengan baik dan ku rangkai dengan tepat. Jika ingatan-ingatan ini adalah permainan Dart, aku yakin betul dapat menancapkan panah tepat pada titik 0. Meskipun begitu, butuh 1 dekade bagiku untuk mengembalikan semua ingatan ini.

Usiaku 19 tahun saat itu. Aku seorang nelayan di sebuah pulau kecil bernama Saintmon yang penghuninya sedikit sekali karena saking banyaknya kasus anak muda yang hilang di pulau itu. Begitu pula dengan pulau yang berseberangan dengan pulau Saintmon, Pulau Mariana. Sejak kasus kehilangan warga pertama kali, pulau Saintmon dan Mariana mulai saling mengutuk satu sama lain karena dianggap membawa malapetaka sehingga kedua pulau tersebut saling membentengi diri satu sama lain. Bahkan mereka juga mengharamkan hubungan pertemanan sampai hubungan percintaan bagi warga Saintmon ataupun Mariana karena dianggap jika warga Saintmon dan Mariana memiliki hubungan, maka akan terjadi sesuatu yang mengerikan.

Aku rasa teka-teki selama ribuan tahun tentang kutukan Saintmon dan Mariana telah membuat orang-orang hilang akal karena teori mereka. Mereka mulai paranoid dan sering membuat-buat cerita. Aku sempat mendengar beberapa nelayan berasumsi bahwa kedua pulau ini mengapung di lautan yang dasarnya terdapat kerajaan setan yang rajanya selalu mencari tumbal. Setan itu selalu mencari seorang gadis dan seorang pria dari kedua pulau yang berbeda dan membawa mereka ke dasar laut. Awalnya, ini hal paling konyol yang pernah kudengar. Tapi aku khawatir jika aku harus mengolok diriku sebagai si konyol yang naif seperti para nelayan tadi. Disaat semua orang berfikir demikian, aku berfikir bahwa anak-anak muda yang hilang itu sebetulnya sudah kabur jauh-jauh dari pulau berisi orang-orang primitif dan pindah ke kota yang besar. Maksudku, siapa yang kuat hidup disuguhi tekanan sebesar itu?

Sejak kecil, aku adalah pembuat onar yang ternama di seantero Saintmon. Saat usiaku 10 tahun, aku dan kakak laki-lakiku kerap mencuri buku di perpustakaan Mariana sehingga hal tersebut memperburuk hubungan antar pulau. Karena kami, mereka pun mulai menciptakan perbatasan di antara mereka. Tanda perbatasan itu hanya berupa bendera kecil yang tidak cukup besar untuk menghentikan kapalku menerobos batasnya. Ikan di perairan Mariana lebih melimpah dan besar-besar. Aku tidak merasa bahwa kebijakan perbatasan tersebut adil bagi para nelayan karena setelah perbatasan itu tercipta, kami semua menjadi miskin. Semalaman aku memutar otak untuk menyelamatkan perekonomian Saintmon, maka aku bersekongkol dengan para nelayan untuk nekat melaut melewati perbatasan seperti yang biasanya kulakukan. Tetapi mereka terlalu tua dan pengecut. Mereka lebih memilih bungkam jika nanti mereka menyaksikan kapalku melewati perbatasan.

Untuk melewati perbatasan, aku harus berputar jauh untuk menemukan tepian laut yang sepi. Disana lah aku menemukan titik tersunyi diantara riuhnya pulau Mariana yang hampir tiap malam warganya selalu mengadakan pesta besar-besaran diseluruh kota. Tepian itu sangat damai, sepi dan tenang. Letaknya sangat terpencil bahkan jika kau hendak pergi ke tepian tersebut sedangkan kau berada di jantung pulau Mariana, kau harus melewati hutan lebat yang pepohonanya seakan menolak sumber cahaya dari langit entah itu sinar bulan atau matahari. Satu-satunya sumber cahaya hanyalah kunang-kunang.

Suatu malam, usai melaut, aku beristirahat sebentar di tepian itu. Aku mengumpulkan beberapa kayu bakar, menyalakan api unggun dan berbaring untuk memandang bintang-bintang sebentar saja. Cahaya bulan yang beradu dengan cahaya bintang membuatku berfikir jauh. Aku mulai berfikir ingin kabur dan menemukan jati diri ku di kota besar. Angin lembut dan udara dingin perlahan membawa lari angan-anganku hingga mataku terpejam.

Sampai ketika suara kaki yang menggeser dedaunan kering memecah kedamaianku. Suaranya sangat dekat, walau langkahnya terdengar makin menjauh, seakan dialah yang ketakutan. Aku bangkit dan memberanikan diri untuk melihat kebelakang.

The Lover ( and other stories) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang