chapter 7

170 5 8
                                    

Langkah panglima pun terhenti di tempat tidur sang pangeran,dilihatnya pangeran dengan heran.

"Kau... Sungguh aneh tadi pangeran!." Kata panglima Cakra sambil mengusap-usap dagunya.

Dan sang pangeran pun membuka mata yang awalnya tadi terpejam,menatap panglima Cakra dengan tatapan yang tidak mengerti dari maksud pembicaraan itu.

"Maksudmu? Aku tidak paham apa yang kau bicarakan panglima,aku bersikap aneh seperti apa.?" Tanya balik dari sang pangeran yang membuat panglimanya itu tersenyum penuh misteri.

"Baiklah pangeran, semua istana heran karena sikapmu itu. Kau berbicara dengan penuh kasih sayang pada tuan putri. Dan kita semua melihat itu dengan jelas sekali, oh apakah singa ini sudah luluh dengan sang putri.?"

"Apa maksudmu? Jelas-jelas aku bicara wajar saja tidak ada yang aneh. Kenapa memang dengan cara bicaraku panglima,bukankah itu biasa saja tidak ada yang aneh.!!"

"Oh begitukah, jadi kau tidak mau mengakuinya. Jadi kesimpulan tadi sang tuan putri jadi merasa malu saat kau bicara penuh romantis begitu."

Sang pencerah pun mengerutkan dahinya lalu menatap lurus ke arah langit-langit kamarnya,pikirannya berputar memikirkan apa yang barusan saja terjadi, ucapan panglima Cakra masih terngiang di pikirannya. Dan panglima Cakra masih saja tersenyum sembari duduk santai.

"Ah, aku pusing memikirkan itu. Sebaiknya kau jangan ganggu aku panglima Cakra. Aku ingin tidur sekarang,lebih baik kau pergi saja sana" usir pangeran Pratap terhadap panglimanya itu. Tapi justru sang panglima malah tertawa..

"Baiklah pangeran, selamat istirahat ya. Jika butuh sesuatu panggil saja tuan putri Ajabde,aku yakin dia pasti terjaga untukmu. Ya secara sah kalian akan menikah kan?!."

"Hmm....!!! Tidak perlu! Masih ada pelayan yang berjaga untukku. Aku tidak perlu bantuan dari dia!." Jawaban ketus dari pangeran Pratap yang membuat panglima itu terpingkal. Langkahnya pergi meninggalkan kamar itu.

Ruang istana

Dua raja dan dua ratu berkumpul sembari berbicara tentang masa depan yang akan terjadi pada pernikahan istana ini.

"Yang mulia raja, aku rasa terlihat sedikit perubahan dari pangeran tadi" ucap dari ratu Hansa kepada raja Uday

"Ya,itu benar Rana ji, aku melihat itu juga. Putraku sudah mulai berubah sepertinya,dia terlihat lebih baik jika seperti itu tadi" sahut dari ratu Jaiwanta.

Dua ratu itu tersenyum dan mengangguk, pikiran mereka mungkin sama dan berharap apa yang terjadi suatu saat akan indah.

"Ya benar istriku, putri kita Ajabde aku rasa sudah bisa merubah sifat pangeran." Ucap raja Mamrat sambil menepuk bahu istrinya Hansa.

"Ku rasa kau benar teman, perjodohan ini tidak sia-sia. Lagipula mereka sudah mengenal sejak kecil, yah walau mereka sering bertengkar hebat. Aku rasa setelah ini semua tidak akan sama, cinta akan hadir dalam diri mereka." Kata Raja Uday

Ya para raja dan ratu sibuk mengurus dan berbicara untuk yang lebih baik. Perjodohan pangeran Pratap dan putri Ajabde yang akan terjadi tidak akan lama lagi. Musuh sejak kecil dan cinta yang akan tumbuh.

Taman istana Mewar

Andai dia tau bahwa rasa ini tidak wajar dan semakin tidak wajar saja. Bisakah kehidupan ini kan berlanjut walau mungkin ada paksaan sekarang, tetapi mungkinkah sifatnya tadi hanya kedok untuk bersikap manis belaka.

Pangeran, hamba tahu betul bahwa sejak dulu kita tidak akur dan memberi persahabatan yang indah, justru permusuhan yang ada. Tetapi andai engkau mengetahui aku memiliki rasa saat ini pada mu pangeran, entah yang kau rasakan itu sama denganku atau sebaliknya.

"Yang mulia Tuan Putri? Hamba memanggil anda sedari tadi, apa yang anda lamunkan hingga tidak mendengar hamba memanggil?."

"Ah, maafkan aku. Kau memanggil ada apa gerangan? Apakah ada yang akan kau bicarakan denganku? Atau ayah memanggilku!."

"Tidak ada Tuan Putri, hanya saja saya melihat anda sedang gelisah dan sedang memikirkan sesuatu. Bisakah anda bercerita jika tidak berkenan?."

Putri Ajabde pun tersenyum lalu menghela nafas pelan sekali, seolah bingung harus bercerita dari mana terlebih dahulu. Dan apakah harus di ceritakan atau ia pendam dengan sendirinya.

Tapi jika tidak bercerita ia akan seperti menanggung ini sendiri dan tidak ada solusi untuk itu, tapi orang yang akan di anaknya bercerita adalah orang kepercayaan nya sedari dulu.

"Bisakah kau memegang ucapanmu? Tidak membiarkan orang tahu, walau itu ibu dan ayah? Aku tidak tega melihatnya mereka bersedih!."

"Tentu saja Tuan Putri, hamba sudah mengabdi pada tuan putri sejak kecil. Mengasuh anda dan menjadi teman bicara anda yang bisa di andalkan,bahkan saya tidak biarkan Tuan Putri untuk sendiri kemana pun." Ucap pelayan itu pada sang putri sembari menggenggam tangan putri Ajabde

"Ya aku tahu itu, kau setia padaku yang selalu bersama ku. Tapi aku tidak tau mau bercerita dari mana terlebih dahulu, ehm.. aku akan sendiri dulu untuk sementara. Bolehkan dan aku akan bercerita."

Pelayan itu hanya mengangguk pelan lalu tersenyum. Bagi pelayan itu sosok di hadapannya bagai seorang Dewi kecil yang tulus,polos dan jujur sekali. Semua tingkah laku dan tindakannya di pikir sesuai logika dan berhati-hati.

A Love Story And The Last KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang