Shiren membasuh mukanya tergesa-gesa, dadanya naik turun dengan nafas tak teratur. Bibir soft pink itu bergetar dan jantungnya berdetak cepat. Shiren mengerutkan keningnya yang dipenuhi keringat menahan rasa sakit di hatinya yang kian membuncah.
"Awh.." Shiren menatap luka di telunjuknya akibat goresan dari kuku panjangnya saat kedua tangan itu membasuh terlalu kasar.
Keran itu dibiarkan mengalir, dia memandang dirinya di pantulan cermin yang terlihat kacau, mengabaikan luka di jarinya yang terasa linu karena kulitnya yang basah.
Otaknya memutar reka adegan mimpi semalam layaknya sebuah kaset rusak karena Shiren tak mampu melihat jelas apa yang ia mimpikan. Berbanding terbalik dengan reaksi tubuhnya yang langsung terbangun diiringi nafasnya yang terengah-engah.
Semuanya terjadi begitu cepat, Shiren hanya mampu mengingat saat benda tajam itu terjatuh, lalu si pelaku berlari dan mendorong seseorang dari tangga hingga tewas. Shiren tak mengerti kenapa dia bermimpi layaknya di film horror.
"Kenapa gue aneh banget akhir-akhir ini," gumamnya pelan.
Tangan Shiren terulur mematikan keran air. Dia meraba dadanya yang masih terasa linu. Tapi otaknya bertanya, dari mana asal muasal rasa sakit ini?
Shiren menggelengkan kepalanya guna mengusir banyaknya pikiran yang berkecamuk di otak mungilnya, lalu Shiren menghirup oksigen sedalam mungkin dan mengehembuskannya perlahan.
"Arsen."
Nama itu keluar begitu saja dari mulut Shiren.
Benar, semenjak Arsen menampakan dirinya di hadapannya ada banyak kejadian yang janggal seolah memaksa Shiren untuk mengingat sesuatu.
Lamunan itu terpecah saat gendang telinganya mendengar dering ponsel. Shiren berjalan keluar dari kamar mandi menuju nakasnya tempat ia menyimpan ponselnya.
'Dios ogeb'
Begitulah nama si pemanggil yang tertera di layar ponsel Shiren.
"Apa sih lo Yos? Tumbenan pagi-pagi udah calling gue biasanya juga lo masih ngebo," ucap Shiren saat telponnya tersambung.
"Ren gue nebeng sama lo ya? Mobil gue mogok, mana si Joy gak mau kasih gue tumpangan lagi."
Suara Dios terdengar mengeluh di seberang sana, Shiren memutar bola matanya malas.
"Dasar cowok kere! Muka lo sama dompet lo tuh punya perbedaan antar bumi dan langit."
Shiren tak habis pikir dengan sahabatnya satu ini, Dios selalu masuk jajaran pria tampan bahkan dia sering menjadi bahan gosip pagi para pegawai wanita di kantornya. Sungguh berbeda sekali jika sudah bersama Shiren baik Joy, maka Dios akan bersikap memalukan dan petakilan.
"Yaelah Ren, apa salahnya sih lo nyumbang amal buat nanti ke akhirat. Apa lagi bantuin cogan kayak gue," balas Dios.
Gadis yang masih mengenakan piama itu hanya bisa mengangguk pasrah.
"Gimana?"
Shiren merutuki dirinya kesal, percuma juga dia mengangguk toh Dios tak akan melihatnya 'kan?
"Iya, tapi bensin tanggung sama lo ya. Gak ada penolakan! Ntar gue jemput lo, see you~" Shiren melemparkan ponsel nya asal ke atas ranjang miliknya setelah memutus panggilan secara sepihak.
Lalu Shiren kembali ke kamar mandinya untuk bersiap pergi ke kantor. Diusianya yang baru menginjak umur 28 Irene sudah menjadi Manajer di divisi keuangan berkat kecerdasan dan pekerjaannya yang berkompoten sehingga Presdir di tempatnya bekerja menempatkan Irene sebagai Manajer dan mempercayakan pengelolaan keuangaan perusahaan pada Shiren dan tim nya.
![](https://img.wattpad.com/cover/206153598-288-k259627.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION
Teen Fiction"Dissociative Identity Disorder" Bagi sebagian besar orang masih menganggap bahwa hal itu hanya khayalan semata. Tapi tidak demikian untuk seseorang yang bahkan merasakan sendiri kelainan itu. Kesakitan, kecemasan, kesengsaraan, dan juga kesedihan...