Beberapa minggu setelah kejadian menyakitkan itu terjadi padanya, Brianna merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Akhir-akhir ini Brianna sangat gampang sekali lelah dan dia juga mudah sekali mengantuk dan tertidur saat bekerja, tak jarang hal itu membuat Mrs. Gritte sering menegurnya belakangan ini.
"Brianna kau baik-baik saja?" Tanya Bailee ketika melihat tengah Brianna memijat tengkuknya. Dan seperti biasa, wanita itu akan tersenyum dan mengatakan baik-baik saja meski wajahnya terlihat sedikit pucat. "Wajahmu pucat, Bri. Lebih baik kau istirahat saja, biar aku yang menyelesaikan semuanya."
"Tidak usah, aku sungguh baik-baik saja."
"Tapi, Bri--"
Ucapan Bailee terpotong ketika mendengar bel pintu berbunyi, Brianna lantas segera berbalik dan menunjukan senyum ramahnya pada orang yang baru saja masuk. "Selamat datang di toko kami," Brianna berucap ramah. Saat sadar siapa yang masuk, Brianna lantas membelalak kaget. "Nyonya?"
Tak disangka, ternyata pembeli itu adalah orang yang Brianna tolong pada malam itu. Wanita itu juga memasang wajah terkejutnya dan mendekat pada Brianna. "Kau yang waktu itu, ya? Brianna 'kan?" Tanyanya dengan senyum hangatnya, mengingatkan Brianna pada mendiang Ibunya.
"Iya, Nyonya." Brianna tersenyum sopan.
"Aku tidak menyangka akan bertemu kau lagi. Waktu itu kau langsung pergi begitu saja,"
Brianna meringis pelan. "Maaf, Nyonya. Hari itu saya harus ke rumah sakit untuk menjenguk Ayah saya."
Wanita paruh baya itu tampak menyesal, ia menatap Brianna sedih. "Oh maaf aku tidak tahu."
"Tidak apa-apa, Nyonya."
"Jangan panggil Nyonya, panggil saja aku Ibu Ella."
"Tapi, Nyonya--"
"Tidak apa-apa," Tanpa mendengar ucapan Brianna, Ella lantas berbalik dan menatap deretan kue yang tersusun rapi. Ia kemudian tersenyum sambil menatap Brianna. "Aku akan membeli sebagian kue disini."
Brianna membelalakan matanya. "Nyonya...serius?"
Ella mengangguk. "Iya, kebetulan hari ini keluarga besarku akan berkumpul dirumah untuk acara pesta." Ia memasukan kue-kue pilihannya yang dibawa Brianna lalu memilih kue yang lain. "Kau sudah berapa lama bekerja disini, Brianna?" Tanya Ella sambil terus menyusuri deretan kue.
"Sudah hampir 2 tahun, Bu."
"Kau sudah menikah?"
Brianna tersenyum tipis. "Belum. Saya masih ingin merawat Ayah dulu."
"Apa pekerjaannya membuatmu nyaman?" Ella mengalihkan pembicaraan karena tidak ingin membuat Brianna bersedih.
"Saya nyaman bekerja disini. Membuat kue merupakan hobi saya."
Ella tersenyum tipis, berbicara seperti ini bersama Brianna membuatnya mengingat mendiang anaknya yang meninggal beberapa tahun silam. Andai putrinya masih hidup, mungkin umurnya tidak akan berbeda jauh. "Syukurlah. Jika kau dalam kesusahan, hubungi aku dinomor ini ya?" Ia memberikan selembar kartu namanya.
"Tidak perlu, Bu. Saya--"
"Tolong diterima ya?"
Melihat tatapan Ella yang sedikit sedih lantas membuat Brianna tak tega. Ia pun menerimanya dan memasukannya ke saku celana.
Setelah itu mereka lanjut memilih-milih kue dan beberapa roti sambil terus mengobrol, sesekali diiringi tawa kecil. Lalu ketika ponsel Ella berbunyi dan wanita paruh baya itu menjawab panggilan, obrolan mereka terpaksa dihentikan.
![](https://img.wattpad.com/cover/204371987-288-k414616.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Abrianna
RomanceKejadian satu malam itu benar-benar kesialan bagi Adam Chaiden. Ia yang awalnya hanya ingin bersenang-senang, malah berujung harus menikahi Abrianna, perempuan antah berantah yang katanya tengah mengandung darah dagingnya. Adam tentu saja tidak lan...