Tiga

14.2K 323 4
                                    

Sembari menahan sakit pada bagian bawah tubuhnya, Brianna berjalan keluar dari hotel. Ia menundukan kepalanya saat beberapa orang menatapnya aneh. Mungkin karena melihat penampilan Brianna yang kacau dengan mata sembab dan rambut basah. Brianna mempercepat langkah menuju motornya yang kini berada diparkiran.

Ketika ia hendak menaiki motor, lagi-lagi Brianna meringis karena rasa perih yang ia rasakan. Tak kuat menahannya, Brianna langsung terisak pelan dan berjongkok disamping motornya. Ia merasa kotor karena peristiwa yang ia alami. Karena kebodohannya ia harus kehilangan hal berharga yang harusnya ia jaga. Brianna tidak tahu harus mengatakan apa pada Ayahnya nanti. Ia bahkan tidak sanggup untuk membayangkan wajah kecewa Ayahnya jika mengetahui hal itu.

"Ayah...maaf," Lirih Brianna sembari menenggelamkan wajahnya dilipatan tangan.

"Brianna?"

Suara seseorang dari balik tubuhnya dan sentuhan pelan dibahunya membuat Brianna tersentak kaget. Ia segera berdiri sambil menghapus sisa air matanya. "Ca-Carlos..." Ia sedikit lega ketika itu Carlos, bukan orang lain. Meski ia baru mengenal Carlos, tapi ia yakin jika Carlos adalah orang baik.

"Kau tidak apa-apa?" Tanya Carlos sambil mengernyit melihat penampilan Brianna. "Kau kembali untuk mengambil uang kemarin?"

Tak ingin Carlos tahu, Brianna pun mengangguk pelan. Masih dengan kepala tertunduk.

"Aku pikir kau lupa dengan uangnya. Aku bahkan baru akan ketempatmu bekerja." Carlos merogoh sakunya, mengeluarkan uang bayaran untuk kue-kue Brianna kemarin. "Davia mengatakan terima kasih untuk kue-kue yang enak itu."

"Iya, kalau begitu aku pergi dulu." Brinna hendak berbalik, tapi Carlos menahan tangannya.

"Kau yakin tidak apa-apa? Wajahmu terlihat pucat,"

Brianna terdiam sejenak. Andai saja Carlos tahu jika Brianna sedang tidak baik-baik saja. Tapi Brianna juga tidak mungkin mengatakan apa yang baru saja tejadi padanya. Itu terlalu menyakitkan untuk diceritakan. Bahkan mungkin Brianna tidak akan menceritakannya pada siapa pun.

"Aku baik-baik saja, Carlos."

"Baiklah," Carlos membantu Brianna berdiri, membersihkan celana lutut Brianna yang sedikit kotor terkena lantai parkiran. "Jika ada masalah, kau bisa cerita padaku. Sebisanya aku akan membantumu."

"Terima kasih, Carlos." Brianna merasa beruntung bertemu dengan Carlos. "Aku pergi dulu."

Carlos mengangguk, melambaikan tangan ketika Brianna pergi. Lalu berjalan kembali ke dalam hotel

***

Sampai di depan toko roti tempatnya bekerja, Brianna terdiam sejenak untuk mempersiapkan diri menerima amukan dari Mrs. Gritte. Perlahan, Brianna masuk ke dalam toko roti, menatap sekitar dan menemukan Bailee tengah menatapnya syok, temannya itu langsung mendekati Brianna. "Astaga, Bri! Kau dari mana saja?"

Brianna tersenyum tipis, lebih tepatnya memaksakan senyuman agar Bailee tidak lagi khawatir terhadapnya. "Maaf membuatmu khawatir, semalam aku tidak enak badan dan langsung pulang ke rumah." 

"Tapi kenapa ponselmu mati? Mrs. Gritte mencarimu, dia mengamuk karena kau tidak juga kembali." Bisik Bailee pelan, takut jika orang dibicarakan akan mendengar.

"Sekarang Mrs. Gritte ada dimana?"

"Diruangannya,"

"Aku akan berbicara dengan Mrs. Gritte sebentar."

Bailee mengangguk. Menyemangati Brianna saat ia akan masuk ke ruangan Mrs. Gritte.

Brianna mengetuk pintu ruangan Mrs. Gritte dua kali, ketika mendengar jawaban dari dalam, ia pun melangkah masuk. Sebuah gumpalan kertas langsung melayang ke arahnya ketika Brianna menutup pintu.

Abrianna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang