2. Mil-milie

570 202 50
                                    

🌌

Seperti biasanya, kegiatan Luna hanya lah menghadiri kelas dan merawat bunga-bunganya. Bunga itu istimewa. Mereka sensitif, tidak boleh kurang atau berlebihan terkena cahaya matahari, tidak boleh terlalu lembab atau terlalu kering dan yang paling penting cara merawatnya dengan tulus.

Luna memang tak begitu penting bagi orang-orang di sekitarnya. Namun, ia sangat penting untuk para bunganya. Ia yakin itu!

Jalan hidupnya tak terlalu indah atau berwarna dan juga tak banyak masalah. Hanya berjalan begitu saja, tak buruk juga tak mulus, dan tak se-membosankan itu juga. Tapi apapun yang terjadi, Luna harus tetap melakukan yang terbaik untuk hidup, kan? Meski ia bukan gadis pintar yang mengagumkan.

"Beli, dong!"

"Iya, sebentar..!"
Luna mempercepat kegiatannya mengisi pot-pot dengan tanah yang dipadukan dengan pupuk dan ditimpal bunga baru yang segar.

Selesai.

Gadis itu membuka celemek yang menggantung di lehernya dan berlari kecil sembari membuka sarung tangannya menuju pintu toko.

"Mau bunga ap--"

"Hai!"

"Ella?" Luna sedikit menurunkan antusiasnya. "Aku kirain siapa, ternyata kamu."

"Kamu bolos, ya?"

Luna mengangguk dan tertawa canggung.

"Sepedanya rusak lagi?"

Luna mengangguk lagi. "Emh.. Dery?"

"Gak tau, tuh!" Ella pergi melewati Luna menuju bangku kayu yang ada di sudut toko. "Bau pupuk kamu, Na." goda gadis itu yang dibalas serius oleh Luna.

"Bau, ya?" Luna mengendusi gaun yang tengah ia gunakan itu. "Iya, tadi pegang pupuk, tapi.. perasaan--"

"Ust!" Ella memotong kalimat Luna dengan megangkat tinggi jari telunjuknya. "Bercanda,"

Luna menggerjap dua kali lalu mengangguk mengerti.

"Nanti malam kamu datang, 'kan?"

"Apa?"

"Ck! Hari ini kan ulang tahunnya Dery!"

"Oh, ya!" Luna terkekeh sumbang. "Nanti, tanya mama dulu, ya?"

"Pasti mama kamu gak ijinin, lah!"

"Kamu sok tau,"

"Pasti! Alasannya, jagain Raisa. Dia udah gede, bisa jaga dirinya sendiri." ujar Ella dengan nada kesal.

"Kak Raisa lagi sakit. Harus aku jagain, dong."

Ella berdecak sebal.

"Kamu jangan marah-marah terus, Ella. Nanti cepat tua." Saran Luna dengan candaan. Luna itu sangat lembut. "Tenang saja, aku akan usaha datang, tapi.. kamu jemput aku, kan? Sepeda aku rusak."

"Aku gak yakin tuh kamu bakal diijinin,"

"Coba dulu, dong!"

Luna ikut duduk di bangku kayu yang berdesainkan batang kayu, yang juga tengah diduduki oleh Ella. "Aku mau kasih tau sesuatu sama kamu. Tapi.. jangan kasih tau siapa-siapa, ya?"

Luna dan EmosiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang