Aku memutuskan untuk keluar, menemuinya sebentar saja. Langkahku berhenti sesaat sebelum aku meraih kenop pintu. Tangan kiriku mengepal kuat, berusaha keras mengendalikan diriku agar tidak terlarut.
Aku membuka pintu rumahku dan Mingi masih berada di depan gerbang. Begitu melihatku, Mingi berjalan mendekat. Aku menahan kakiku sekuat tenaga agar aku tidak berbalik dan meninggalkannya. Tubuhku dikuasai oleh emosi yang tercampur aduk.
"Nath," panggil Mingi.
"Mungkin, ada baiknya kalo kita temenan aja," ucapku lirih. "Kita kembali seperti kayak dulu lagi; kita yang cuma sebatas tau dan cuma berani untuk saling peduli dalam diam."
"Nath, gue gak mau kita berhenti di tengah jalan kayak gini," Mingi menggenggam tanganku, tetapi aku melepaskannya, "Gue masih punya kesempatan, kan? Kita masih bisa berusaha, kan?"
Aku menggeleng pelan, "Gue janji bakal balikin hoodie lo besok pagi. Maaf karena sebelumnya gue ga izin, asal pake punya lo. Makasih hoodie-nya, gua mau istirahat."
Aku berbalik dan menutup pintu rumahku dengan cepat. Seluruh emosi ku tumpahkan begitu saja tanpa suara, tepat di balik pintu, di mana aku belum melangkahkan satu langkah pun darinya.
Mingi, aku harap ia bisa mengerti dengan keadaan ini.
"Nath, gue tau lo masih di sana. Gue gak peduli kalo lo mau ngejauhin gue, ngelupain gue, nganggep gue gak ada. Yang pasti, gue selalu nunggu lo kembali, kayak janji yang pernah kita bikin sebelumnya. Lo boleh egois buat ngejauh, maka gue boleh egois karena gue memilih buat bertahan,"
Keesokan harinya, aku tetap berangkat sekolah seperti biasanya, tentu saja. Hoodie milik Mingi sudah ku cuci bersih dan ku setrika rapi. Untuk bagaimana caranya aku mengembalikan hoodie ini, tunggu saja bagaimana permainan waktu akan membawaku.
Argghhh, merepotkan sekali.
"Jadi, lo udah ngomong sama Mingi?" tanya Jungeun.
Aku mengangkat bahuku, "Dia dateng ke rumah, all of sudden. Yah, gak banyak yang kita omongin, tapi gue pikir semuanya cukup."
"Oke gue tau kalo gue gak bisa ngehakimin lo tentang kejadian kemaren dan gue harus ngehormatin keputusan lo, tapi apa kata Mingi?"
"Dia mau bertahan, katanya," aku terkekeh, "Untuk beberapa hal, gue bersyukur karena omongan cowok gak bisa dipegang."
"Ralat, 'biasanya'," koreksi Jungeun. "Jangan generalisasi dong, Yunho gak gitu."
"Ck, iya deh, kecuali Yunho, ayah gue, ayah lo," ucapku.
Tok tok tok!
Aku dan Jungeun menolehkan kepala kami ke arah pintu kelas secara serempak. Yunho berdiri di sana, memberi kode pada kami agar mendekat.
"Gimana?" tanya Jungeun.
Yunho mengangkat bahu, "Apa yang mau diharapin, sih? Mingi ngelabrak orangnya, jelas."
Aku membulatkan mataku. "Sumpah???"
"Duarius," jawab Yunho. "Tau sendiri lah, no one can stop Song Mingi."
"Ceweknya diapain?? Dihajar??" tanya Jungeun.
"Astaga, ya enggak lah, sayang," jawab Yunho. "Seemosi apapun, Mingi gak pernah main tangan, apalagi sama cewek. Ya meskipun dari matanya, keliatan kalo Mingi nahan-nahan banget buat ga kelewatan."
"Gila, kapan sih terakhir kali kita liat Mingi marah besar? Aturan kamu live streaming pas Mingi emosi, rare moment," celetuk Jungeun.
"Eun, udah deh gobloknya tahan dulu," dengusku. "Tapi ceweknya gapapa? Ga munafik, gue takut setelah Mingi ngelabrak begitu, dia makin ga tanggung-tanggung buat nyiksa gue."
"Ada baiknya lo tetep jaga jarak dari Mingi. Tapi serius, Nath, gue kasian banget liat Mingi, kayak hopeless banget hidupnya. Gue yang udah bareng sama Mingi dari lama, baru kali ini Mingi naksir cewek sampe segitunya," ujar Yunho.
"Ya siapa yang ga hopeless sih, gue juga hopeless, baru kali ini gue suka sama orang sampe di-bully," sahutku. "Anyway, titip hoodie-nya buat Mingi, ya? Bilang terimakasih dari gue."
Aku menyerahkan paper bag berisi hoodie Mingi pada Yunho. Tanganku sedikit bergetar, aku tahu jika Yunho melihatnya.
"LBM sebentar lagi, gue harap lo mau nyisihin waktu buat support Mingi. Meskipun cuma dengan kehadiran lo, gue yakin Mingi bakal lebih semangat," ucap Yunho.
Yunho tersenyum pada kami dan berbalik kembali ke kelasnya. Sebelum ia semakin menjauh, aku memanggilnya dan menahan langkahnya.
"Yunho!" seruku.
Aku berlari mengejar Yunho. "Satu lagi..." aku menahan ucapanku, "Ibarat sebuah pintu, masih ada pintu yang gak terkunci. Dan gue selalu ada di sana, menunggu siapapun yang hendak bertamu."
"Dan, apa itu artinya lampu hijau?" tanya Yunho.
"Ya,"
kalo kalian ada di posisi natasha, dibully sampe dilemparin telor gitu, apa yang bakal kalian lakuin?
(( in this case lakinya bukan mingi ya, anggep aja gebetan atau pacar kalian ))
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Of Our Life ➖ATEEZ Mingi [✔]
FanficNamanya Mingi, kapten basket yang selalu penuh kejutan. was #1 in ATEEZ Originally written by Penguanlin, 2019.