"Wehey halo tuan puteri,"
Aku menutup gerbang rumahku sambil menggelengkan kepala. Matahari sudah hampir tergelincir dari singgasananya, dan Mingi tetap saja mengeluarkan kata-kata yang ampas sekali.
"Lo bener-bener ya baju ga pernah ganti. Siapa sih yang bakal nyangka kalo lo kapten basket kalo penampilan belel gini?" ucapku.
Ya, Mingi kembali muncul dengan sweater kelas dan celana olahraga. Benar-benar tidak peduli penampilan.
"Yang penting ganteng," sahut Mingi, out of nowhere. "Eh tapi lo gak malu kan, gue boncengin lo dengan penampilan kayak gini??"
"Lah, kenapa harus malu? Bangga dong gue, diboncengin kapten," jawabku. "Lagian kalo gue malu, lo mau ganti baju, gitu?? Mending begini aja lah daripada pake seragam basket, ketek lo ke mana-mana."
"Yaudah, berarti gue pake baju renang aja biar orang-orang ga bisa liat ketek gue," sahut Mingi.
Aku menepuk dahiku. Mingi, Yunho, dan Jungeun, jangan-jangan mereka berbagi sel otak yang sama.
"Udah, gak usah dibayangin gue pake baju renang, besok aja kita santuy di pantuy," ucap Mingi.
"SEMBARANGAN!!" seruku. "Matahari udah hampir jatoh, otak lo jangan ikutan jatoh dong. Wes kalo lo bacot mulu, kita kapan berangkatnya??"
"Oh iya, kirain mau berdiri aja di situ, berduaan kita sambil nungguin bintang jatoh," canda Mingi sambil mengulurkan helm padaku.
Aku naik ke belakang Mingi sambil berkata, "Gabut bener nungguin bintang jatoh, nungguin lo aja seabad sendiri."
"Gapapa, nungguin gue kan gak lama. Skuy pegangan, gue mau ngebut!"
Lampu merah petang ini terasa lama sekali. Yah, aku pun tidak memiliki kegiatan apapun untuk dilakukan sembari menunggu lampu berubah hijau, hanya melamun sambil menatap kendaraan yang lewat di jalur sebelah.
"Nath," panggil Mingi.
"Ya?" balasku.
"Liat deh, langitnya cantik," ucap Mingi, "Kayak lo."
Aku meninju bahu Mingi pelan. "Ampaaaass, liat depan aja deh, bentar lagi jalan," sahutku.
Aku langsung memalingkan wajahku lagi menatap jalur sebelah. Wajahku memanas, pasti pipiku memerah lagi! Semoga Mingi tidak perlu melihat kaca spion, sehingga ia tidak melihat wajahku yang merona.
Lampu lalu lintas akhirnya berubah hijau. Aku kembali memegang sweater Mingi dan laki-laki tinggi itu memutar gasnya.
"Pegangan yang bener, nanti jatoh," ucap Mingi yang agak samar ku dengar, meskipun jalan raya begitu lengang.
"Ini udah bener," balasku.
Mingi tiba-tiba melepaskan tangan kirinya dari setang, hanya untuk mengubah posisi tangan kiriku agar melingkar di pinggangnya. Sungguh, aku ingin mencair saja rasanya.
"Gini aja, ya?"
Jantungku berdebar dengan kencang. Bagaimana bisa Mingi tiba-tiba berubah menjadi boyfriend material dalam waktu satu malam, tepat setelah obrolan singkat di lapangan kemarin??
Aku langsung menarik tangan kiriku dari posisi 'hampir memeluk' secepat mungkin begitu kami hampir mencapai gedung olahraga. Baru tahap semifinal, tetapi tetap saja sepenuh itu.
"Masuknya mau bareng gue aja gak? Gratis loh kalo masuk sama gue," ucap Mingi.
Aku menggeleng, "Yang mau tanding kan lo, masa gue ikut gratisan juga. Cari Jungeun dulu deh gue."
"NATASHA BOLOT SAYANGKUUUU!!!"
Ekspresi wajahku jatuh begitu saja. Tuhan, tolong kembalikan sebagian otak Jungeun yang hilang, aku mohon.
Aku menoleh ke asal suara, Jungeun berlari-larian ke arahku sedangkan di belakangnya, Yunho berjalan sembari memijat dahinya. Aku tertawa melihat mereka. Can relate, Yunho.
"Anget ya bos, berduaan mulu nih kayak gitar sama capo," ucap Jungeun.
"Gitar sama capo masih bisa dimainin terpisah, yang, mereka mah nempel mulu," sahut Yunho.
"Capo dimainin apanya anjir," ucapku.
"Buat jepit jemuran," ucap Jungeun.
Aku kembali menepuk dahiku. "Ho, lo gak pusing apa punya pacar, otaknya separo doang??" tanyaku.
"Capek sih, tukeran yuk," jawab Yunho.
"HEH GUE MASUKIN YA PALA LO KE RING!!" seru Mingi.
"Lo sama Mingi, gue sama Jungeun, gitu? Dih," ucapku.
"Ah kamu mah, Mingi sama Natasha mah masih nempel-nempel manja gitu. Kita cari pasangan lain aja buat ajakin tukeran," saran Jungeun.
"YATUHAN JUNGEUN OTAK LO KE MANAAAAA???"
Sungguh, aku ingin menangis darah hingga muntah pelangi.
"Gi, udah dicariin, anjir, masuk ayo," ucap Yunho.
Mingi mengangguk, kemudian menatapku. "Tiati lo, jangan nyelesep-nyelesep, nanti ilang, kan lo kecil," ucapnya sambil mengacak-acak rambutku.
"Lo lah jangan berdiri di sebelah ring, ntar ketuker mana ring, mana Mingi," balasku.
"Ganteng dong tiangnya kalo gue jadi tiang," sahut Mingi. "Udah sana masuk, gak usah deket-deket suporter sebelah."
Aku mengangguk, "Fighting!!!"
"Gila lo, bucin satu, bucin semua," celetuk Yunho. "Masuk buru lah, dari kemaren lo udah diomelin coach, masih aja pacaran mulu."
"Heh, mulut!" seruku.
"Belom, Ho, jangan gitu," ucap Mingi. "Yaudah, gue masuk duluan, ya? Eun, jagain Natasha yang bener."
"Iya, paduka raja. Bawa masuk buruan yang, bosen dengerin Mingi bucin mulu," ucap Jungeun.
"Nath, nanti--"
"UDAH MASUK, BURUAN LAH!!!"
note.
satu lagi.
anyway aku gak kepikiran epilog, tapi yaudah lah liat aja besok awkakak.chapter ini soft sekali sebelum jungeun dan bacotnya merusak suasana
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Of Our Life ➖ATEEZ Mingi [✔]
Hayran KurguNamanya Mingi, kapten basket yang selalu penuh kejutan. was #1 in ATEEZ Originally written by Penguanlin, 2019.