"Diandra, minta hotspot dong!"
"Kampret, lo streaming lagu dari youtube lagi?
"Hehe, iya." Evi mengacungkan dua jari, tanda perdamaian.
"Makanya download aja! Kalo males mending lo langganan Spotifi! Duit lo kan banyak." Usai berceramah singkat, Diandra akhirnya mengambil ponsel dan menyalakan tethering. Untung saja dia baru mengisi paket kemarin.
"Apa pw-nya?" tanya Evi.
"Satu dua tiga empat lima enam eh salah salah satu dua tiga empat lima," jawab Diandra.
Langsung saja setelah mendengar itu Evi segera mengetik dengan cepat. Sejurus kemudian, dahinya mengkerut. "Lah? Kok nggak bisa?"
Diandra mengambil ponsel Evi. Tawanya menguar ketika mendapati sandi yang diketik sobatnya barusan.
12345
Diandra mengurungkan sandi itu dan menggantinya menjadi: 123456ehsalahsalah123456
Melihat itu, sontak saja Evi membelalakkan matan dan menepuk bahu Diandra. "Anjir lo! Niat amat bikin pw!" umpatnya. Diandra semakin tertawa puas.
Evi mendesis. "Sengaja banget sih ngerjain orang!"
"Sorry-"
"Guys!" seru Fany, memutus perbincangan dua sobatnya.
Sebagai jawaban, Diandra menggedikkan dagu. "Paan?"
Fany menampilkan cengirannya. "Nggak papa, lagi ngapain?"
"Noh si kampret kagak sayang duit lagi." Tunjuk Diandra pada Evi yang kini sudah asik bersama ponsel dan tugasnya. Sebagai sekretaris, ia harus mengumpulkan absen pada wali kelas melalui Whatsapp.
Fany mendecak. "Dasar holkay gila!" Usai mengumpati Evi yang nyatanya tak peduli itu, Fany membuka topik baru. "Eh eh udah beberapa hari ini, berita yang ono masih nggak ada klarifikasi dari pihak terkait. Apa itu emang bener ya?"
Telinga Evi menajam. Ia lantas berhenti dari kegiatan pengabsenan online yang dilakoninya dan meladeni obrolan yang dibuka Fany. "Iya ih, keknya bener. Kalopun nggak, kok mereka diam gini? Kagak ada ngelak sama sekali."
"Dua kemungkinan sih. Antara itu emang bener atau diem-diem mereka lagi nyari bukti biar bisa bantah semua kabar itu." Diandra nimbrung.
Fany terkekeh. "Yang mana pun itu, gue rasa ini semua balasan atas semua yang mereka lakuin ke kita. Mampusin ae lah!"
"Perasaan gue nggak enak," ucap Diandra. Membuat dua temannya melirik heran ke arahnya.
"Maksud lo?—"
"Halo musuh?"
Ketiganya menengok ke sumber suara. Itu Riana Cs. Evi dan Fany memandangi mereka dengan tidak santai sedangkan Diandra hanya menampilkan ekspresi datar andalannya.
"Ngapain kalian? Mau nuduh kami?" tembak Evi.
Riana terkekeh. "Dih, geer! Kami mau nawarin gencatan senjata sekaligus kerja sama," ujarnya kemudian. Membuat ketiga orang di depannya menyerngitkan dahi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hyper Class
Teen Fiction[DON'T JUDGE FROM THE TITLE, THIS IS JUST A SCHOOL STORY⚠️⚠️⚠️] Apa yang terbesit dalam benak kalian ketika mendengar kelas IPA? Anak-anak berbaju rapi yang telah disetrika sang mami? Atau, anak-anak berkacamata tebal-yang tebalnya bisa sama atau b...