Seminggu kemudian
Pelajaran olahraga diajar langsung oleh Pak Kim, wali kelas mereka sendiri, dan sekarang, keseluruhan anak kelas yang hadir tengah berbaris di lapangan, menyiapkan diri.
Pak Kim pamit undur diri sekejap, katanya untuk mengambil absen. Mereka diperintahkan untuk melakukan pemanasan mandiri dengan Tio sebagai pemimpin.
"Siap, grak!" Tio memulai aba-aba.
"Lencang depan, grak!" perintahnya lagi.
"Siap—"
Galen menyela, "Tegap woi."
Sebagai anak paskibraka yang baik dan ingin mempermalukan teman satu kelasnya, maka Galen merasa harus menegur dengan terang-terangan dan jelas. Demi kebaikan dan kesenangan bersama.
Ketua kelas itu ternganga kemudian terkekeh. "Maap keseleo lidah. Belum pemanasan muka."
Semua anak hanya bisa geleng-geleng mendengar seribu satu alasan milik Tio-yang terlalu jelas ngawur-nya.
Tio melanjutkan, ia membusungkan dada dan meraup oksigen sebanyak mungkin. "ISTIRAHAT DI TEMPAAAAAAAAAAAAAAT, GRAK!"
Lagi-lagi, Galen menyela. "Lo kira mau PERSAMI!"
Fyi, nada yang dipakai Tio itu adalah nada yang seharusnya dipakai kakak-kakak pemimpin pramuka.
Seluruh murid menahan tawa. Semburat merah sedikit muncul di kedua pipi Tio. Wahaha, yang biasanya malu-maluin ternyata bisa juga malu betulan.
Lelaki itu berdeham, kemudian menormalkan suaranya. "Istirahat di tempat, grak!"
Semua menurut dengan sisa kekehan di mulut. Tio malu itu merupakan satu hal yang sangat langka. Harus di abadikan dalam kenangan.
"Tegap, grak!-"
"Siap, Yo." Siapa lagi kalau bulan Galen. Pemuda yang satu itu menahan tawanya lagi.
Tio tampak tak terima. "LAH KATA LO TADI TEGAP, GIMANA SI?!"
Tawa menguar semakin kencang. Tak terkecuali Galen, hanya Tio yang memasang wajah polos tak mengerti yang sangat mengenaskan. Dengan sisa tawanya, Galen berujar memperbaiki kesalahan Tio. "Kalau lo lencang, pasangannya tegap. Tapi kalo lo istirahat, pakenya ya siap."
Pipi Tio semakin memerah. Sedang semua teman-teman laknatnya masih saja menertawai kesalahannya. Namun bagi mereka semua, itu lebih ke arah; kebodohan yang hakiki.
"Gue juga manusia kali ah!" protes Tio.
Awowkwkwowk, ikut ngakak gue -Author
Tega semua, tega! Author nggak punya hati! -Tio
Utututu, maaf Tioku -Author
Nggak -Tio
Meskipun agak sedikit merajuk, Tio kembali memimpin barisan, dan kali ini alhamdulillah sudah benar.
"Hormat, grak!"
Tercengang. Kali ini, Tio goblok betulan apa bagaimana?
"Woi, mana ada mau pemanasan pake hormat segala?" protes salah satu anak kelas, dan kali ini bukan Galen. Galen kalah cepat.
Sebelum menjawab, Tio memasang wajah sok sambil menaikkan dagu dan berujar, "Gue adalah pemimpin kalian. So, apapun yang gue mau, turutin. Lagi pula, itu sudah kewajiban kalian buat ngehormatin gue!"
Reaksi mereka bermacam-macam. Ada yang tertawa saja sambil menurut. Ada yang ogah-ogahan sambil memutar mata. Ada yang hormat ala bendera, yakni dengan menggenggam tangan dan menaruhnya di dada, dan dia adalah Dewa. Melihat hal itu, Tio menyerngitkan dahi. Ia menegurnya. "Woi, Wa! Ngapa lo hormat bendera? Hormat buat pemimpin heh!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Hyper Class
Teen Fiction[DON'T JUDGE FROM THE TITLE, THIS IS JUST A SCHOOL STORY⚠️⚠️⚠️] Apa yang terbesit dalam benak kalian ketika mendengar kelas IPA? Anak-anak berbaju rapi yang telah disetrika sang mami? Atau, anak-anak berkacamata tebal-yang tebalnya bisa sama atau b...