Let Me Say I Love You - Another Story

60 3 0
                                    

Character : Shouta Hajime, Kurogami Reiko

Genre : romance, angst

---Hajime's POV---

Kaki ku terus berlari mencarinya, larinya terlalu cepat! Bahkan aku yang masuk klub olahraga tidak bisa mengimbanginya. Ketika aku menolehkan kepala ke kiri, aku melihat siluet gadis kecil bersurai pirang, berdiri bersandar di dinding loker. Aku berlari ke arahnya.
“Reiko.”
Netra hitamnya menatapku, wajahnya memerah. Huh? Kenapa? Kelelahan berlari, aku bertumpu pada lututku, mengambil napas sebanyak-banyaknya lalu menyeka keringat di wajahku dengan lengan baju.
“Senpai... “
Aku mendongakkan kepala menatap gadis itu sebelum dia memalingkan wajah. Sekilas aku melihat wajahnya memerah, ah... Mungkin karena udara disini panas, tapi... Aku rasa bukan karena itu, pasti karena hal lain, dan aku tidak mengetahuinya.

===========================================

Aku turun ke lantai dua untuk membeli makanan, karena letak kantin berada di lantai dua. Aku menolehkan kepalaku, melihat dia sedang duduk di kursinya, membelakangiku dengan kepala menempel di meja. Dia tidak pergi makan?
“Hajime-senpai, apa yang kau lakukan?”
Sosok laki-laki yang lebih kecil dariku berdiri di sampingku sambil membawa bungkusan berwarna hijau muda. Kurogami Reiji, anak dari guru dan kepala sekolah disini. Dia adik kelas dan anggota klub sepak bola sepertiku. Reiji juga memiliki adik, namanya Reiko, mereka saudara kembar. Gadis yang sedang aku perhatikan tadi orangnya.
Aku tersenyum lalu menggelengkan kepala, “tidak apa-apa, kau ingin makan bersama adikmu?”
Reiji menganggukkan kepala, “Mama membawakan bekal untuk kami. Oh iya, senpai di ajak ketua main bola, dia menunggumu di lapangan.”
“Ah baiklah... “ Aku menatap Reiji dengan lekat, dia hanya memiringkan kepala, bingung kenapa aku menatap dia. Aku tersenyum lalu menepuk kepalanya dan berlari menuju lapangan, tidak enak membuat ketua menunggu terlalu lama.

Sampai di lapangan, aku melihat banyak anggota klub berada disana. Beberapa ada yang sudah bermain, sisanya berdiri di tepi menyemangati rekan se timnya.
“Ketua.” Pria bersurai pirang itu menolehkan kepalanya ke arahku lalu melambaikan tangan dengan riang.
“Kau sudah datang, Hajime. Sayang sekali aku berada di tim lawan, tapi aku tidak akan menahan diri lho.”, ucapnya sambil merangkul bahuku.
Aku tertawa pelan, menunggu pertandingan pertama selesai. Saat aku mendongakkan kepala, ku lihat dua sosok yang familiar. Ya, si kembar Kurogami. Jadi mereka makan di atap ya... Tanpa sadar aku menyunggingkan senyum.
“Hajime, ayo.”
Aku berlari menuju tengah lapangan menyusul ketua dan bersiap untuk pertandingan kedua.

Pertandingan kedua selesai dengan skor 3-0. Tentu saja dimenangkan oleh tim ku. Tim lawan kelihatan lelah, hehe sepertinya aku sedikit berlebihan, apalagi ketua sudah berkeringat sampai seragamnya basah. Ketua menoleh ke arahku dan berjalan mendekat.
“Ah aku kalah lagi, ini bukan hari keberuntunganku. Kenapa aku bisa kalah oleh murid pindahan sepertimu, Hajime?”
Aku hanya bisa tertawa pelan menanggapi perkataan ketua. Sekali lagi aku melihat ke arah tempat si kembar duduk, kulihat Reiji mengulurkan tangannya pada Reiko, tapi Reiko terlihat aneh... Ada sesuatu terjadi? Apa mereka berdua bertengkar? Tidak mungkin, aku tidak pernah melihat Reiji ataupun Reiko bertengkar di sekolah, seluruh warga di sekolah ini pasti berpikiran sama denganku.
“Hajime.”
Aku kembali ke alam sadar, menatap ketua sudah mengibaskan tangannya di depan mukaku. “Kau ini aku panggil tidak menjawab, bisa kau sampaikan pada Reiji, kita akan rapat untuk pertandingan minggu depan. Reiji aku lihat pergi bersama adiknya.”
Fakta yang aku ketahui tentang ketua, dia takut untuk berbicara dengan Reiji ketika dia sedang bersama Reiko. Katanya ketua pernah ditendang karena mencoba untuk menganggu waktu berdua si kembar. Sejak saat itu, ketua tidak pernah berani mendekati Reiji lagi... Ada ya? Kakak kelas takut pada adik kelas sendiri?
Aku menghela napas, menuruti apa katanya. Lebih baik menurut dari pada tidak, nanti dia akan merajuk dan tidak mau ikut latihan klub nanti.
“Yosh, kau terbaik. Aku duluan ya, sebentar lagi bel masuk. Jangan lupa beritahu Reiji!” teriaknya lalu berlari meninggalkanku.

===========================================

Aku berbohong pada ketua. Kenapa? Aku ingin menyatakan perasaanku pada seseorang yang sudah lama aku sukai, aku sudah menyukainya sejak pertama aku pindah kesini. Dia mengirim pesan padaku kalau dia sudah berada di tempat yang sudah aku beritahu. Kelas kami.
Kalau aku bilang yang sesungguhnya pada ketua, dia akan mengejekku habis-habisan, dia memang begitu orangnya. Aku berlari menuju lantai tiga, ke tempat kelasku, ke tempat dia menunggu disana. Tuhan, semoga engkau berpihak padaku. Aku berdiri menatap pintu ruangan bertuliskan ‘3-2’. Setelah menarik napas dalam-dalam, aku memegang kenop pintu bersiap untuk membukanya. Namun samar-samar terdengar suara dari dalam. Satu... Tidak dua orang, dan itu suara laki-laki dan perempuan. Ah suara Mitsuzawa-san, lalu satunya lagi siapa?
“Lisha... “ kedua mataku membulat, aku tahu siapa pemilik suara yang barusan memanggil Mitsuzawa-san.

Takayuki Toshio.

Tanganku tergerak membuka pintu, dan aku melihat pemandangan yang tidak terduga. Gadis yang kusukai... Kakak kelas yang terkenal karena kejeniusannya... Berciuman, dan aku menyaksikannya dengan mata kepalaku sendiri.
Seakan benda tajam muncul dan menusuk tepat di hati, dadaku berdenyut... Bahkan aku pun tidak sanggup untuk pergi, kaki ku terlalu lemas untuk bisa pergi dari tempat ini...

“Shouta-kun?”
Aku mendongakkan kepala, menatap Mitsuzawa-san dan Takayuki-senpai secara bergantian. Aku menelan salivaku, mencoba untuk tersenyum seperti biasa. Sakit sih... Tidak apa, aku tidak ingin Mitsuzawa-san mengkhawatirkanku. “Jadi, ada apa kau memanggilku?” tanya nya dengan riang.
Aku memiringkan kepala sambil tersenyum, “Ah tidak... Mungkin masalah yang ingin aku bahas bisa kita bicarakan besok, maaf mengganggu waktumu.” Ucapku lalu pergi meninggalkan mereka, tidak peduli Mitsuzawa-san memanggilku, aku tidak memiliki kekuatan untuk bisa melihatmu lagi...

Jadi ini yang dinamakan ‘patah hati’ ... Hah, ternyata lebih sakit dari yang kuduga. Ternyata... Aku kalah, tentu saja aku kalah... Aku tidak mungkin menang dari orang sempurna seperti Takayuki-senpai. Tanpa sadar, air mataku mengalir. Aku terus berjalan sambil mengusap air mata yang tak kunjung berhenti. Kenapa? Kenapa kau tidak berhenti mengalir?! Jangan menangis, kau laki-laki kenapa menangis... Kau akan dianggap pecundang, cengeng, dan lain-lain.
“Senpai.”

Aku mendongakkan kepala, menatap sosok kecil berdiri di hadapanku dengan napas tersengal-sengal. Reiko? Apa yang dia lakukan disini? Jangan sampai dia melihatku menangis.
Aku mencoba untuk bersikap seperti biasa, “Ada apa, Reiko? Bukankah kau harus pulang, orang tuamu akan khawatir.” Aku melangkahkan kaki ku untuk lebih mendekat pada adik dari si kembar keturunan kepala sekolah ini.

“Senpai... Aku menyukaimu.”

Kejadian tidak terduga lagi-lagi datang padaku. Aku diam membisu. Reiko menyukaiku? Sejak kapan? Kenapa?
Kenapa... Disaat aku dalam keadaan jatuh ini aku harus mendengarkan pernyataan cinta? Terlebih lagi dari orang yang tidak kusangka-sangka. Oh aku mengerti, dia pasti melihatku menangis tadi... Dia mengatakan itu untuk menghiburku.
Reiko mendongakkan kepala dan menatapku, uwah wajahnya memerah... Imutnya... Aku tertawa pelan, melakukan hal yang biasa kulakukan pada Reiko maupun Reiji, kakaknya. Mengelus kepala.
“Terima kasih sudah menghiburku, Reiko.” Ucapku lalu pergi begitu saja meninggalkan Reiko.

Maafkan aku, tapi aku belum siap membangun perasaan baru... Disaat perasaanku dicabik-cabik. Maafkan aku..  Reiko. Aku bisa mendengar Reiko seperti menggumamkan sesuatu. Aku memilih untuk tidak memperdulikannya. Tujuanku sekarang menuju ruang klub sepak bola... Mungkin saja disana masih ada ketua. Aku bisa menenangkan diriku dengan mendengarkan lawakan tuanya.

===========================================

Seseorang mengawasi Hajime dari kejauhan. Dia berdiri di atas tiang, kedua tangannya yang berada di belakang memegang sebuah sabit besar, rambut beserta roknya berhembus pelan, netra merahnya terus mengawasi target dengan serius.
“Shouta Hajime...", ujar sebuah suara feminin.

Their StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang